Berbakti Kepada Keluarga Yang Paling Dekat Lalu Yang Berikutnya

Bab 30 | BERBAKTI KEPADA KELUARGA YANG PALING DEKAT LALU YANG BERIKUTNYA


Hadits ke 60.  Haiwah bin Syuraih mengabarkan kepada kami, ia berkata: Baqiyyah mengabarkan kepada kami dari Bahir, dari Khalid bin Ma'dan :


عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللّٰهِ ﷺ يَقُولُ‏:‏ إِنَّ اللَّهَ يُوصِيكُمْ بِأُمَّهَاتِكُمْ، ثُمَّ يُوصِيكُمْ بِأُمَّهَاتِكُمْ، ثُمَّ يُوصِيكُمْ بِآبَائِكُمْ، ثُمَّ يُوصِيكُمْ بِالأَقْرَبِ فَالأَقْرَبِ


Dari al-Miqdam bin Ma'dikarib, bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian (untuk berbuat baik) kepada ibu-ibu kalian lalu berwasiat kepada kalian (untuk berbuat baik) kepada ibu-ibu kalian, lalu berwasiat kepada kalian (untuk berbuat baik) kepada ayah-ayah kalian lalu berwasiat kepada kalian (untuk berbuat baik pula) kepada orang terdekat, lalu yang terdekat berikutnya."


{ Shahih. HR. Ahmad (4/132), Ibnu Majah: kitab al-Adab, bab Birrul Walidain (3661) melalui Isma'il bin 'lyasy dari Buhair. Lihat ash-Shahihah (1666).}


Kandungan Hadits:

  1. Wasiat Rasulullah ﷺ yang sangat ditekankan agar berbuat baik kepada ibu karena beratnya penderitaan yang dialami ketika hamil, melahirkan, dan menyusui. Selain itu, biasanya orang-orang meremehkan ibu dengan tidak memenuhi hak-haknya. Pengulangan ini menunjukkan penegasan.
  2. Tidak adanya pengulangan wasiat terhadap kerabat menunjukkan bahwa hak mereka tidak sebesar hak kedua orang tua. Meskipun begitu, tetap ditekankan untuk berbuat baik kepada kerabat.
  3. Pengulangan kata kerja yang disertai penegasan menunjukkan pentingnya wasiat tersebut.




Hadits ke 61.  Musa bin Isma'il mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al-Khazraj bin 'Utsman Abul Khaththab as-Sa'di mengabarkan kepada kami, ia berkata:


أَخْبَرَنَا أَبُو أَيُّوبٍ سُلَيْمَانُ مَوْلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ قَالَ‏:‏ جَاءَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَشِيَّةَ الْخَمِيسِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ‏:‏ أُحَرِّجُ عَلَى كُلِّ قَاطِعِ رَحِمٍ لَمَا قَامَ مِنْ عِنْدِنَا، فَلَمْ يَقُمْ أَحَدٌ حَتَّى قَالَ ثَلاَثًا، فَأَتَى فَتًى عَمَّةً لَهُ قَدْ صَرَمَهَا مُنْذُ سَنَتَيْنِ، فَدَخَلَ عَلَيْهَا، فَقَالَتْ لَهُ‏:‏ يَا ابْنَ أَخِي، مَا جَاءَ بِكَ‏؟‏ قَالَ‏:‏ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ كَذَا وَكَذَا، قَالَتِ‏:‏ ارْجِعْ إِلَيْهِ فَسَلْهُ‏:‏ لِمَ قَالَ ذَاكَ‏؟‏ قَالَ‏:‏ سَمِعْتُ النَّبِيَّ ﷺ يَقُولُ‏:‏ إِنَّ أَعْمَالَ بَنِي آدَمَ تُعْرَضُ عَلَى اللّٰهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَشِيَّةَ كُلِّ خَمِيسٍ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ، فَلاَ يَقْبَلُ عَمَلَ قَاطِعِ رَحِمٍ‏


Abu Ayyub Sulaiman maula 'Utsman bin 'Affan mengabarkan kepada kami, ia mengatakan bahwa Abu Hurairah pernah datang menemuinya pada Kamis sore malam Jum'at. Ia berkata, "Aku akan membuat tidak nyaman orang yang memutus silaturrahim ketika dia menemui kami." Maka tidak ada seorang pun yang berdiri. Abu Hurairah mengucapkannya tiga kali. Lalu seorang pemuda menemui bibinya yang ia tinggalkan sejak dua tahun. Kemudian bibinya itu berkata, "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau bawa?" Pemuda itu berkata, "Aku mendengar Abu Hurairah berkata ini dan itu." Bibinya lalu menjawab, "Kembalilah kepadanya dan tanyakan mengapa ia berkata demikian." Abu Hurairah lalu berkata, "Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, 'Sesungguhnya perbuatan manusia diperlihatkan kepada Allah ﷻ setiap petang hari Kamis, malam Jum'at. Lalu Allah tidak menerima amal orang yang memutus silaturrahim."


{ Hasan. Abu Ayyub ini adalah 'Abdullah bin Abi Sulaiman, ada juga yang mengatakan bahwa namanya: Sulaiman, ia shaduq. (Lihat kitab Tahdzibul Kamal 15/65-66 + catatan kaki), dan al-Khazraj bin 'Utsman, Ibnu Ma'in berkata: "Orang shalih." Ahmad dan al-'Ajli: "Tsiqah." (Lihat Tahdzibut Tahdzib 1/541, al-'Ilal wa Ma'rifatur Rijal -riwayat al-Marwadzi hlm. 76). Ahmad (2/483) meriwayatkan bagian yang marfu' dari hadits ini, dan al-Baihaqi dalam kitab Syu'abul Iman (7966).}


Kandungan Hadits:

  1. Di dalamnya terdapat penjelasan tentang keutamaan malam Jum'at karena amal akan diperlihatkan pada waktu itu kepada Allah ﷻ. Di dalamnya juga terdapat petunjuk bahwa seseorang hendaknya menghitung amalnya dan mawas diri pada Kamis sore untuk memasuki malam Jum'at dalam kondisi terbaik.
  2. Di dalamnya disebutkan ancaman yang sangat keras terhadap orang yang memutus hubungan rahim.




Hadits ke 62.  Muhammad bin 'Imran bin Abi Laila mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ayyub bin Jabir al-Hanafi mengabarkan kepada kami dari Adam bin 'Ali:


عَنِ ابْنِ عُمَرَ‏:‏ مَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا إِلاَّ آجَرَهُ اللّٰهُ تَعَالَى فِيهَا، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ، فَإِنْ كَانَ فَضْلاً فَالأَقْرَبَ الأَقْرَبَ، وَإِنْ كَانَ فَضْلاً فَنَاوِلْ‏


Dari Ibnu Umar (ia berkata), "Tidaklah orang yang memberi nafkah untuk diri dan keluarganya, di mana ia mengharapkan pahala, melainkan Allah Ta'ala niscaya membalasnya. Dan mulailah dengan orang yang menjadi tanggunganmu. Namun, jika ada kelebihan, maka kepada kerabat yang lebih dekat. Jika masih ada kelebihan, maka berikan kepada orang yang membutuhkan."


{ Dha'if. Di dalam isnadnya ada Muhammad bin 'Imran dan Syaikhnya yang bernama Ayyub, keduanya dha'if. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab az-Zakah, bab al-Ibtida fin Nafagati bin Nafsi (41) seperti hadits ini secara marfu' dari hadits Abu Hurairah. }


Kandungan Hadits:

  1. Nafkah yang diberikan seseorang kepada dirinya sendiri, anak-anaknya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya dengan mengharap pahala dari Allah dan dalam rangka melaksanakan perintah-Nya menjadi penyebab baginya mendapatkan kebaikan, pahala dan balasan yang baik.
  2. Anjuran agar mendahulukan shadaqah kepada kerabat sesuai dengan tingkat kedekatan mereka, yakni dimulai dari yang paling dekat hubungan kekerabatannya, kemudian yang berikutnya.
  3. Shadaqah yang diberikan kepada kerabat lebih utama dibanding shadaqah yang diberikan kepada orang lain yang bukan kerabat.