Halaqah 40 ~ Beberapa Kaidah Di Dalam Manhaj Salaf Bag 1 – Kaidah Dalam Amar Ma’ruf Nahi Munkar
📘 Kun Salafiyyan Alal Jaddah
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله
Para ikhwan sekalian, para koordinator, musyrifin dan musyrifat dan para admin yang dimuliakan oleh Allah. Ini adalah pertemuan yang ke-40 dari pembahasan kitab Kun Salafiyyan ‘Ala Al-Jaaddah, jadilah kalian seorang Salafi, pengikut manhaj Salaf yang sebenarnya.
Pada halaman yang selanjutnya beliau akan menyebutkan untuk kita beberapa kaidah di dalam manhaj Salaf ini.
بعض القواعد في المنهج السلفي
Beberapa Kaidah di Dalam Manhaj Salaf
أولا : قاعدة في الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر
Yang Pertama adalah tentang kaidah di dalam masalah Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Ada kaidah yang harus kita pegang, dan ini adalah di antara kaidah-kaidah manhaj Salaf.
المراد بالمعروف جميع الطاعات و أعظم ذلك عبادة الله وحده لا شريك له وإخلاص العبادة له وترك عبادة ما سواه ويأتي بعد ذلك سائر الطاعات من واجبات ومستحبات
Yang dimaksud dengan yang ma’ruf, memerintahkan kepada yang ma’ruf. Apa yang di maksud dengan yang ma’ruf? Seluruh ketaatan dan yang paling besar tentunya adalah beribadah kepada Allah, tidak ada sekutu baginya, mengikhlaskan ibadah hanya untuk-Nya dan meninggalkan peribadatan kepada selain Allah, kemudian setelahnya datang baru, setelah itu, seluruh ketaatan-ketaatan, baik yang wajib maupun yang sunnah.
Maka inilah yang di maksud dengan kebaikan atau ma’ruf.
والمنكر هو كل ما نهى الله عنه ورسوله فجميع المعاصي والبدع منكر وأعظم المنكر الشرك بالله عزوجل
Kemungkaran adalah segala sesuatu yang dilarang oleh Allah dan juga Rasul-Nya, maka seluruh maksiat dan juga bid’ah itu adalah kemungkaran dan kemungkaran yang paling besar adalah kesyirikan kepada Allah ﷺ.
والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر واجب على هذه الأمة وجوبا كفائي لا عيني إذا قام به من يكفي سقط الإثم عن الباقين وإذا لم يقم به أحد أثم الجميع
Beramar ma’ruf nahi munkar ini hukumnya adalah wajib atas umat ini, tetapi wajibnya adalah wajib kifayah bukan wajib yang ‘ain. Kalau sebagian sudah melakukan maka ini sudah mencukupi dan hilang dan terangkat dosa dari yang lain. Tapi kalau tidak ada yang melakukan maka semuanya menjadi berdosa.
Kalau sudah tidak ada yang melakukan maka semuanya menjadi berdosa, sebuah daerah tidak ada yang beramar ma’ruf nahi munkar. Tidak ada yang beramar ma’ruf nahi munkar seorang pun dari mereka, maka mereka telah melakukan dosa semuanya.
قال تعالى:
Allah mengatakan:
وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةࣱ یَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَیۡرِ وَیَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَیَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan yang menyeru kepada kebaikan, memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali-Imran: 104)
Ini menunjukkan bahwasanya beramar ma’ruf nahi munkar adalah sebuah kewajiban yang kifayah, karena Allah mengatakan: “Hendaklah ada segolongan di antara kalian,” berarti kalau sudah ada sebagian yang beramar ma’ruf nahi munkar, itu sudah cukup.
Tapi seandainya lebih dari itu, ada memang orang yang beramar ma’ruf nahi munkar, tapi kita ingin tathawwu’an, maka ini tentunya adalah amal yang baik, kita ingin melakukan sesuatu yang sunnah kita ingin berperan dalam amar ma’ruf nahi munkar maka ini adalah tentu sesuatu yang baik.
قال شيخ الإسلام ابن تيمية : من أمر بالمعروف و نهي عن المنكر فينبغي أن يكون عالما بما أمر به عالما بما ينهى عنه رفيقا فيما يأمر به رفيقا فيما ينهى عنه حليما فيما يأمر به حليما فيما ينهى عنه
Orang yang beramar ma’ruf nahi munkar, maka hendaklah dia menjadi orang yang ‘alim, orang yang ‘alim yaitu orang yang tahu, mengetahui, mengilmui apa yang dia perintahkan, mengetahui apa yang dia larang. Bagaimana orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar, sementara dia jahil, tidak mengetahui apa yang dia perintahkan dan tidak mengetahui apa yang dia larang. Dia harus belajar dulu, yakin bahwasanya itu adalah kebaikan dan yakin itu adalah sebuah kemungkaran.
Sebelum kita beramar ma’ruf nahi munkar berilmu dulu. Ketika kita beramar ma’ruf nahi munkar, maka kita harus lemah lembut (رفيقا), lemah lembut di dalam apa yang dia perintahkan, berlemah lembut di dalam apa yang dia larang. Ini ketika beramar ma’ruf nahi munkar dia harus melakukan yang demikian.
إِنَّ الرِّفقَ لا يَكُونُ في شيءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلا يُنْزَعُ مِنْ شَيءٍ إِلَّا شَانَهُ
Kelembutan tidak ada pada sesuatu kecuali akan menghiasi dan tidak dihilangkan dari sesuatu kecuali dia akan memperjelek.
Kemudian beliau mengatakan:
حليما
Hendaklah dia menjadi orang yang sabar, tidak mudah marah ketika beramar ma’ruf nahi munkar.
Ketika memerintahkan tidak mudah marah, ketika orang yang diajak untuk melakukan kebaikan dia tidak mendengar dan tidak melaksanakan apa yang diinginkan, maka ini tidak menjadikan dia marah kemudian tidak bersabar, tapi terus dia berusaha dan menyampaikan meskipun mereka tidak mendengar apa yang dia/yang kita ucapkan.
Karena sekedar kita menyampaikan, ayyuhal ikhwah, ini kita mendapatkan pahala. Meskipun orang yang di depan kita tidak mengamalkan apa yang kita sampaikan, kalau mereka mengamalkan tambah pahalanya. Sebagaimana dalam hadits:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ، لا يَنْقُصُ ذلِكَ مِنْ أُجُورِهِم شَيْئًا
“Barangsiapa yang mengajak kepada kebaikan, maka dia mendapatkan pahala orang yang mengikutinya, كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikuti dia. Tidak berkurang dari pahala mereka sedikitpun.”
Kemudian kita juga harus, حليم ketika kita melarang dari kemungkaran, kita melihat sesuatu yang munkar di depan kita, kita larang justru dia malah mengejek kita, justru dia malah mengancam kita, dan seterusnya padahal kita ingin kebaikan untuk mereka.
Maka seorang harus bersabar, dan ini adalah ketika yaitu setelah amar ma’ruf nahi munkar harus bersabar menerima akibat dari amar ma’ruf nahi munkar, karena memang beramar ma’ruf nahi munkar ini ada akibatnya.
Kadang seorang dicela, dikucilkan dan seterusnya dan di dalam Al-Qur’an, Luqman Al-Hakim ketika menasehati putranya beliau mengatakan:
یَـٰبُنَیَّ
Wahai anakku
أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ
Tegakkan shalat,
وَأۡمُرۡ بِٱلۡمَعۡرُوفِ
Perintahlah pada kebaikan
وَٱنۡهَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ
Dan laranglah dari kemungkaran
وَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَاۤ أَصَابَكَۖ
Dan sabarlah terhadap apa yang menimpamu. (QS. Luqman: 17)
Menunjukkan seseorang yang beramar ma’ruf nahi munkar terkadang dia tertimpa sesuatu, ada ujian bagi beliau.
Kemudian beliau mengatakan:
فالعلم قبل الأمر والرفق مع الأمر والحلم مع الأمر
Maka, العلم, ilmu itu diperlukan sebelum kita memerintahkan.
الرفق, kelemahlembutan dilakukan ketika kita memerintahkan.
والحلم , dan hilmu, kesabaran, tidak mudah marah ini di lakukan.
—> Di sini tertulis مع الأمر mungkin maksudnya adalah بعد الأمر yaitu setelah kita beramar ma’ruf nahi munkar kita harus sabar.
فإن لم يكن عالما لم يكن له أن يقفو ما ليس له به علم و إن كان عالما و لم يكن رفيقا كان كا لطبيب الذي لا رفق فيه فيغلظ على المريض فلا يقبل منه والمؤدن الغليظ الذي لا يقبل منه الولد و قد قال ألله تعالى لموسى و هارون {فَقُولَا لَهُۥ قَوۡلࣰا لَّیِّنࣰا لَّعَلَّهُۥ یَتَذَكَّرُ أَوۡ یَخۡشَىٰ} [ طه : ٤٤ ]
Beliau mengatakan: Maka kalau dia bukan orang yang ‘alim, maka tidak boleh bagi dia mengikuti sesuatu yang dia tidak punya ilmu.
Kalau dia adalah seorang yang alim tapi dia bukan orang yang lemah lembut maka ini seperti seorang dokter yang dia tidak punya kelemahlembutan, sehingga dia kasar kepada orang yang sakit. Nah, orang yang sakitnya tidak terima dengan yang demikian, harusnya seorang dokter adalah lemah lembut kepada orang yang sakit, menampakkan kasih sayang begitu. Atau dia seperti seorang مؤدب, yaitu seorang murabbi, seorang muaddib yang mengajarkan adab kepada anak, tetapi dia adalah orang yang ghalil yaitu orang yang kasar, maka anak tidak akan menerima yang demikian.
Demikian pula orang yang beramar ma’ruf nahi munkar harusnya dia berlemah lembut sebagaimana seorang dokter lemah lembut terhadap pasien, seorang muaddib berlemah lembut kepada seorang anak, padahal Allah ﷻ mengatakan kepada Musa dan Harun yang artinya: “Hendaklah kalian berdua berkata kepada Fir’aun ucapan yang lembut, semoga dia ingat atau semoga dia takut (yaitu kepada Allah),” (QS. Thaha: 44).
ثم من أمر أو نهى فلا بد أن يؤذى في العادة
Kemudian orang yang memerintahkan, orang yang melarang maka biasanya dia akan disakiti
فعليه أن يصبر و يحلم كما قال تعالى: وَأْمُرْ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱنْهَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ {لقمان:١٧}
Hendaklah dia bersabar, karena bersabar dan juga hilm yaitu tidak mudah marah, sebagaimana firman Allah di dalam surat Luqman: “Hendaklah engkau beramar ma’ruf nahi munkar, wahai anakku dan bersabarlah atas apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian adalah termasuk عَزْمِ, termasuk tekad yang kuat.” (QS. Luqman: 17)
Kemudian:
و قال أيضا:
Dan beliau juga mengatakan, yaitu Syaikhul Islam:
والواجب على الآمر بالمعروف و الناهي عن المنكر أن يكون أمره ونهيه لله وقصده طاعة الله و أن يكون مقصوده صلاح الأمور وإقامة الحجة عليه وألا يكون مقصوده طلب الرئاسة لنفسه وطائفته أو تنقص غيره
Yang wajib, kata Syaikhul Islam, bagi orang yang sedang beramar ma’ruf nahi munkar adalah hendaklah perintahnya dan larangannya itu lillah bukan karena yang lain, maksudnya ingin taat kepada Allah.
Ingin supaya yang diperintahkan itu menjadi baik, ingin menegakkan hujjah atasnya dan bukan maksudnya ingin mengharapkan kedudukan untuk dirinya supaya dianggap orang yang ‘alim, orang yang senang beramar ma’ruf nahi munkar, atau untuk kelompoknya, atau ingin menghinakan orang lain, karena ada sebagian orang amar ma’ruf nahi munkar tetapi tujuannya adalah ingin تنقص yaitu ingin menghinakan orang lain.
Bukan itu maksud dari amar ma’ruf nahi munkar, kita ingin taat kepada Allah melaksanakan perintah Allah.
وأصل الدين أن يكون الحب لله، والبغض لله، و المو الا ة لله، والمعاداة لله والعبادة لله والاستعانة بالله، و الخوف من الله، والرجاء من الله، والعطاء لله والمنع لله وهذا إنما يكون بمتابعة رسول الله ﷺ الذي أمره أمر الله ونهيه نهي الله، ومعاداته ومعاداة الله و طاعته طاعة الله ومعصيته معصية الله. أه من كلام شيخ الإسلام ابن تيمية باختصار
Maka pokok dari agama ini hendaklah cinta kita adalah karena Allah, benci kita adalah karena Allah, loyalitas kita adalah karena Allah, kita memusuhi juga karena Allah, dan beribadah hanya untuk Allah, isti’anah hanya kepada Allah saja, takut hanya kepada Allah, mengharap hanya kepada Allah, memberi karena Allah dan mencegah juga karena Allah. Berarti kita dalam dakwah pun juga karena Allah, bukan karena yang lain.
Nah ini dengan cara, semua ini adalah dengan cara mengikuti Rasulullah ﷺ. Karena perintah beliau adalah perintah Allah, dan larangan beliau adalah larangan Allah, dan memusuhi beliau sama saja dengan memusuhi Allah, dan taat kepada beliau adalah taat kepada Allah, maksiat kepada beliau adalah maksiat kepada Allah.
Jadi dalam beramar ma’ruf nahi munkar, Ahlus Sunnah wal Jama’ah, As-Salafiyyun mereka melakukan itu lillah bukan karena untuk membesarkan dirinya atau kelompoknya atau ingin menghinakan orang lain, bukan.
والله تعالى أعلم
In sya Allah kita lanjutkan pada kesempatan yang lain.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى