Halaqah 21 ~ Simpul 16 – Menghormati Majelis Ilmu dan Memuliakan Wadah-Wadah Ilmu (2)
📘 Kitab : Khulashah Ta’dzhimul Ilmi
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله
Halaqah yang ke-21 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Khulāshah Ta’dzhimul ‘Ilm yang ditulis oleh Fadhilatu Syaikh Shālih Ibn Abdillāh Ibn Hamad Al-Ushaimi hafidzahullāhu ta’ala.
Beliau mengatakan
وينضم إلىٰ توقير مجالس العلم إجالُ أوعيته الَّتي يُحفظ فيها
Dan dimasukkan di dalam mengagungkan majelis ilmu adalah mengagungkan tempat-tempat yang digunakan untuk menyimpan ilmu, ini dijadikan satu simpul disini oleh Syaikh karena disitu sama-sama ada tauqirnya (penghargaannya/pengagungannya), menghargai dan menghormati segala sesuatu yang digunakan untuk menyimpan ilmu.
وعمادها الكتب
Yang paling penting di antara sarana-sarana untuk menjaga ilmu dan menyimpan ilmu adalah kitab-kitab, itu yang utama, disana ada yang tidak utama seperti yang ada di zaman sekarang mungkin CD atau di sana ada kaset disitu disimpan ilmu atau seseorang mungkin punya flash disk disitu juga disimpan ilmu.
فاللَّئق بطالب العلم: صونُ كتابه وحفظُه وإجلالُه، والاعتناءُ به
Maka yang pantas bagi seorang penuntut ilmu adalah menjaga kitabnya, kalau dia menghargai dan menghormati ilmu maka tempat yang digunakan untuk menyimpan ilmu harus dia jaga.
Kitabnya dijaga mungkin ditaruh di tempat yang aman bagaimana tidak dimakan tikus bagaimana tidak dimakan rayap bagaimana tidak kena air hujan atau dikasih sampul bagaimana dia awet, ditaruh di tempat yang disitu bisa terjaga kitab tersebut, bukan ditaruh di sembarangan yang mungkin terinjak orang mungkin ketindihan orang atau terkena air hujan
وحفظُه وإجلالُه
dan juga menjaganya serta menghargainya, harus beda ketika dia melihat disitu kitab dia yang berisi tentang ilmu dengan kitab-kitab yang lain, dia harus punya ijlal (penghormatan dan pengagungan) terhadap kitab-kitab tersebut
والاعتناءُ به
dan memiliki perhatian terhadap kitab tersebut.
فا يجعلْهُ صندوقًا يحشوه بودائعه
Maka jangan dia menjadikan kitab tersebut sebagai shunduq (kotak/gudang) di mana dia menaruh di dalamnya barang-barangnya.
Mungkin menaruh kertas surat yang berharga misalnya faktur atau disitu ada kartu ATM misalnya dia taruh di bukunya atau kartu nama dia taruh di bukunya maka berarti ini menjadikan buku yang itu adalah ilmu digunakan sebagai gudang, ini tidak pantas dilakukan oleh seorang penuntut ilmu apalagi yang demikian bisa merusak buku tadi.
ولا يجعلْهُ بوقًا
Dan jangan dia menjadikan buku tersebut sebagai بوق yaitu dilipat akhirnya seperti trompet, ini maksudnya adalah seperti buku atau majalah misalnya atau seperti buku tulis yang tipis dia selesai kajian misalnya kemudian dia lipat kemudian dia taruh di mobilnya atau ditaruh di bawah motornya misal di joknya misalnya, tidak pantas yang demikian.
وإذا وضعه وضعه بلطفٍ وعنايةٍ
Kalau dia meletakkan kitab tersebut maka hendaklah dia meletakkan dengan penuh kelembutan dan perhatian.
Kalau memang ingin meletakkan dia maka jangan pulang dari kajian masuk kamar kemudian dilempar di atas mejanya hendaklah dia taruh dengan pelan-pelan dan dengan perhatian, ini menunjukkan pengagungan kita terhadap ilmu
رمىٰ إسخاق بن راهَوَيْه يومًا بكتابٍ كان في يده، فرآه أبو عبد الله أحمد بن حنبلٍ فغضب
Suatu saat Ishaq Ibn Rahawaih melempar sebuah kitab yang ada di tangannya, Ishaq Ibn Rahawaih ini seorang ulama tapi beliau bukan seorang yang ma’sum mungkin saja suatu saat ada sedikit kesalahan sedikit khilaf, suatu saat beliau melempar sebuah kitab yang ada di tangannya, mungkin diletakkan di meja tapi dengan agak keras dilempar
فرآه أبو عبد الله أحمد بن حنبلٍ فغضب
maka Ahmad Bin Hanbal Abu Abdillah yaitu Al-Imam Ahmad melihat pemandangan yang demikian maka beliau pun marah, marahnya karena Allāh ﷻ, ini adalah ilmu yang sangat kita hormati sangat kita hargai kenapa kamu melempar sebuah kitab yang disitu ada ilmu
وقال
beliau marah kemudian beliau mengatakan
أهكذا يُفعل بكلام الأبرار؟
Apakah demikian sikap kita terhadap ucapan-ucapan orang-orang yang shalih?
Mungkin disitu ada atsar dari seorang sahabat atau atsar seorang tabi’in atau bahkan disitu ada ucapan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam apakah demikian kita bersikap, ini adalah pertanyaan yang isinya adalah pengingkaran, meskipun Ishaq Ibn Rahawaih adalah seorang ulama besar seorang muhadits tapi tidak menghalangi untuk dinasihati apalagi Ahmad bin Hanbal juga seorang ulama.
ولا يتَّكئُ علىٰ الكتاب، أو يضعُهُ عند قدميه
Janganlah dia bersandar di atas kitabnya (ada tumpukan kitab kemudian kita bersandar di atasnya tidak pantas yang demikian) atau janganlah dia meletakkan kitab tersebut di kedua kakinya, ada kitab di depan kita kemudian kita menyelonjorkan kaki kita sampai mendekati kitab tersebut, ini tidak pantas juga.
وإذا كان يقرأ فيه علىٰ شيخٍ رفعه عنِ الأرض، وحَمَلَهُ بيديه
Diantara adabnya termasuk pengagungan dia terhadap kitab adalah apabila seseorang membaca kepada seorang guru, ini cara para ulama dulu mereka bawa kitab kemudian belajar di hadapan gurunya membaca kitab di hadapan guru
رفعه عنِ الأرض
maka dia mengangkatnya dari bumi, maksudnya jangan sampai diletakkan di bumi (tanah) tapi dia berusaha mengangkatnya, diangkat jangan sampai rata dengan tanah
وحَمَلَهُ بيديه
kemudian dia membawa kitab tersebut dengan kedua tangannya, supaya tidak rata dengan tanah tapi dia angkat dengan kedua tangannya, kalau memang di sana ada seperti kayu misalnya sebagai landasan bagi kitab tersebut maka tentunya itu lebih mudah bagi kita dan kalau kita menulis mungkin lebih enak.
Ini adalah termasuk bagian dari penghargaan terhadap kitab yang itu adalah bagian dari pengagungan terhadap ilmu.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى