Larangan Memberontak kepada Penguasa yang Sah | Halaqah 86

Halaqah 86 ~ Larangan Memberontak kepada Penguasa yang Sah

📘 Halaqah Silsilah Ushulus Sunnah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله


Beliau rahimahullah mengatakan,

وَمَنْ خَرَجَ عَلَى إِمَامٍ مِنْ أَئِمَّةِ اَلْمُسْلِمِينَ,

Barang siapa yang memberontak kepada seorang penguasa diantara penguasa² kaum muslimin

وَقَدْ كَانَ اَلنَّاسُ اِجْتَمَعُوا عَلَيْهِ وَأَقَرُّوا لَهُ بِالْخِلَافَةِ،

Padahal manusia sudah bersepakat berkumpul atas Imam tersebut, artinya semua sudah sepakat mengangkat orang tersebut sebagai penguasa mereka.

وَأَقَرُّوا لَهُ بِالْخِلَافَةِ،

Dan mereka mengakui beliau adalah pemimpin, beliau adalah seorang khalifah

بِأَيِّ وَجْهٍ كَانَ،

Dia menjadi seorang khalifah.

Menjadi seorang pemimpin dengan cara apa saja

بِالرِّضَا أَوْ بِالْغَلَبَةِ –

Baik dengan keridhoan ataupun dengan mengalahkan.

Terkadang seorang menjadi pemimpin dengan keridhaan artinya dia diangkat oleh pemimpin sebelumnya atau dipilih oleh ahli, atau dia menjadi pemimpin karena memberontak, tapi setelah itu oleh kaum muslimin mereka sepakat untuk mengangkat pemberontak tadi jadi pemimpin kemudian rasa aman dan negara aman tidak ada peperangan lagi maka

فَقَدْ شَقَّ هَذَا اَلْخَارِجُ عَصَا اَلْمُسْلِمِينَ،

Jika dalam keadaan demikian, dia tetap memberontak kepada penguasa tadi padahal manusia sudah merasa sepakat meskipun penguasa tadi menjadi seorang penguasa dengan cara memberontak tapi setelah itu manusia sepakat untuk mengangkat beliau menjadi penguasa, maka orang yang memberontak tadi sungguh dia telah memecah tongkat kaum muslimin, maksudnya adalah memecah belah kaum muslim, kaum muslimin sudah bersatu di atas penguasa mendengar dan taat kepada seorang penguasa kemudian ada orang yang memberontak maka dia telah memecah tongkat kaum muslimin menjadi terbelah,

وَخَالَفَ اَلْآثَارَ عَنْ

Selain Dia memecah belah kaum muslimin dia juga telah menyelisihi dalil-dalil

رَسُولِ اَللَّهِ ﷺ

Dari Rasulullah ﷺ.

Seperti dalam Hadits Ubadah bin As-samit dimana Nabi ﷺ membaiat para sahabat diantaranya adalah supaya kami tidak mengambil urusan ini dari yang memiliki yaitu maksudnya adalah supaya kami tidak mengambil kekuasaan dari penguasa, memberontak.

Ini isi baiat para sahabat radhiyallahu ta’ala anhu kepada penguasanya menunjukkan tentang haramnya memberontak dan Allāh ﷻ mengatakan

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ

Wahai orang-orang beriman Taatlah kepada Allāh dan taat kepada Rasul dan Ulil Amri kalian,

Dan memberontak kepada kaum muslimin adalah bentuk ketidaktaatan, menyelisihi Al-Qur’an menyelisihi as-sunah, bahkan menyelisihi Ijma kaum muslimin dari berbagai madzhab, semuanya sepakat tentang haramnya pemberontak kepada pemerintah yang sah.

Al Imam An Nawawi rahimahullah beliau mengatakan

وَأَمَّا الْخُرُوج عَلَيْهِمْ وَقِتَالهمْ فَحَرَام بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ ،

Beliau rahimahullah mengatakan,

وَمَنْ خَرَجَ عَلَى إِمَامٍ مِنْ أَئِمَّةِ اَلْمُسْلِمِينَ,

Barang siapa yang memberontak kepada seorang penguasa diantara penguasa² kaum muslimin

وَقَدْ كَانَ اَلنَّاسُ اِجْتَمَعُوا عَلَيْهِ وَأَقَرُّوا لَهُ بِالْخِلَافَةِ،

Padahal manusia sudah bersepakat berkumpul atas Imam tersebut, artinya semua sudah sepakat mengangkat orang tersebut sebagai penguasa mereka.

وَأَقَرُّوا لَهُ بِالْخِلَافَةِ،

Dan mereka mengakui beliau adalah pemimpin, beliau adalah seorang khalifah

بِأَيِّ وَجْهٍ كَانَ،

Dia menjadi seorang khalifah.

Menjadi seorang pemimpin dengan cara apa saja

بِالرِّضَا أَوْ بِالْغَلَبَةِ –

Baik dengan keridhoan ataupun dengan mengalahkan.

Terkadang seorang menjadi pemimpin dengan keridhaan artinya dia diangkat oleh pemimpin sebelumnya atau dipilih oleh ahli, atau dia menjadi pemimpin karena memberontak, tapi setelah itu oleh kaum muslimin mereka sepakat untuk mengangkat pemberontak tadi jadi pemimpin kemudian rasa aman dan negara aman tidak ada peperangan lagi maka

فَقَدْ شَقَّ هَذَا اَلْخَارِجُ عَصَا اَلْمُسْلِمِينَ،

Jika dalam keadaan demikian, dia tetap memberontak kepada penguasa tadi padahal manusia sudah merasa sepakat meskipun penguasa tadi menjadi seorang penguasa dengan cara memberontak tapi setelah itu manusia sepakat untuk mengangkat beliau menjadi penguasa, maka orang yang memberontak tadi sungguh dia telah memecah tongkat kaum muslimin, maksudnya adalah memecah belah kaum muslim, kaum muslimin sudah bersatu di atas penguasa mendengar dan taat kepada seorang penguasa kemudian ada orang yang memberontak maka dia telah memecah tongkat kaum muslimin menjadi terbelah,

وَخَالَفَ اَلْآثَارَ عَنْ

Selain Dia memecah belah kaum muslimin dia juga telah menyelisihi dalil-dalil

رَسُولِ اَللَّهِ ﷺ

Dari Rasulullah ﷺ.

Seperti dalam Hadits Ubadah bin As-samit dimana Nabi ﷺ membaiat para sahabat diantaranya adalah supaya kami tidak mengambil urusan ini dari yang memiliki yaitu maksudnya adalah supaya kami tidak mengambil kekuasaan dari penguasa, memberontak.

Ini isi baiat para sahabat radhiyallahu ta’ala anhu kepada penguasanya menunjukkan tentang haramnya memberontak dan Allāh ﷻ mengatakan

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ

Wahai orang-orang beriman Taatlah kepada Allāh dan taat kepada Rasul dan Ulil Amri kalian,

Dan memberontak kepada kaum muslimin adalah bentuk ketidaktaatan, menyelisihi Al-Qur’an menyelisihi as-sunah, bahkan menyelisihi Ijma kaum muslimin dari berbagai madzhab, semuanya sepakat tentang haramnya pemberontak kepada pemerintah yang sah.

Al Imam An Nawawi rahimahullah beliau mengatakan

وَأَمَّا الْخُرُوج عَلَيْهِمْ وَقِتَالهمْ فَحَرَام بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ ،

Adapun memberontak kepada kepada mereka dan memerangi mereka ini adalah haram dengan kesepakatan kaum muslimin.

وَإِنْ كَانُوا فَسَقَة ظَالِمِينَ

Meskipun mereka ini (pemimpin² tsb) orang yang fasik lagi dholim.

Maka ini diharamkan dengan ijma kaum muslimin

Oleh karena itu Al Imam Ahmad mengatakan

وَخَالَفَ اَلْآثَارَ عَنْ رَسُولِ اَللَّهِ

Telah menyelisihi Sunnah dari Rasulullah ﷺ

فَإِنْ مَاتَ اَلْخَارِجُ عَلَيْهِ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً.

Dan kalau dia meninggal orang yang memberontak tadi meninggal, maka meninggalnya dia adalah seperti meninggalnya orang yang ada di zaman jahiliyah.

Kenapa demikian bukan karena dia kafir tapi orang jahiliyah dahulu orang yang hidup di zaman jahiliyah, di zaman jahiliyah dahulu tidak ada yang namanya penguasa tertinggi itu tidak, yang ada adalah qobilah² ketika datang Islam baru ada, yang namanya penguasa tertinggi nah kalau seseorang muslim dia mau keluar dari ketaatan kepada seorang pemimpin yang sah, berarti dia kembali kepada zaman jahiliyah hidupnya hidup ,tanpa adanya penguasa atau tanpa adanya pemimpin yang tertinggi dalam sebuah negara, nah kalau dia meninggal berarti kalau dia meninggalkan jahiliyah

مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

dia meninggal seperti meninggalnya orang di zaman ya ini yaitu meninggal tanpa adanya pemimpin.

Dalam sebuah hadis Nabi ﷺ mengatakan,

فإنَّه مَن خَرَجَ مِنَ السُّلْطانِ شِبْرًا ماتَ مِيتَةً جاهِلِيَّةً.

karena sesungguhnya barang siapa yang keluar dari ketaatan kepada penguasa meskipun hanya satu jengkal maka dia meninggal dengan cara atau dengan sifat meninggalnya orang di zaman jahiliyah.

Yaitu mereka tidak mengenal yang namanya ketaatan terhadap penguasa.

Kemudian beliau mengatakan,

وَلَا يَحِلُّ قِتَالُ اَلسُّلْطَانِ وَلَا اَلْخُرُوجُ عَلَيْهِ لِأَحَدٍ مِنْ اَلنَّاسِ،

Tidak halal memerangi Penguasa dan tidak boleh keluar memberontak kepada penguasa dari

لِأَحَدٍ مِنْ اَلنَّاسِ،

Untuk siapapun kepada siapapun, baik dia adalah seorang ulama seorang ustadz atau seorang tokoh di masyarakat atau siapa saja enggak halal bagi mereka untuk memerangi penguasa, memerangi yaitu dengan senjata mengangkat senjata enggak boleh atau tanpa senjata dia meyakini bahwasanya penguasanya Ini tidak sah akhirnya dia membatalkan baiatnya dia keluar dari ketaatan kepada beliau meskipun dia tidak mengangkat pedang maka ini masuk dalam khuruj masuk dalam keluar dari ketaatan kepada penguasa.

فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ

Maka barangsiapa yang melakukan demikian,

Dia mengangkat pedang memberontak ataupun dia sekedar keluar dari ketaatan tidak menganggap itu sebagai penguasanya,

فَهُوَ مُبْتَدِعٌ عَلَى غَيْرِ اَلسُّنَّةِ وَالطَّرِيقِ

Maka dia adalah seorang ahli bid’ah tidak berada di atas sunnah dan jalan yang lurus,

Jadi kalau ada atau melihat jamaah jamaah tertentu ya mengangkat Imam sendiri membaiat imam sendiri mereka tidak mengakui pemerintah kita sebagai pemerintah yang sah maka itu sudah ciri, ciri kesesatan mereka dan bahwasanya mereka bukan di atas sunnah dan bukan berada di atas jalan yang lurus.

Adapun memberontak kepada kepada mereka dan memerangi mereka ini adalah haram dengan kesepakatan kaum muslimin.

وَإِنْ كَانُوا فَسَقَة ظَالِمِينَ

Meskipun mereka ini (pemimpin² tsb) orang yang fasik lagi dholim.

Maka ini diharamkan dengan ijma kaum muslimin

Oleh karena itu Al Imam Ahmad mengatakan

وَخَالَفَ اَلْآثَارَ عَنْ رَسُولِ اَللَّهِ

Telah menyelisihi Sunnah dari Rasulullah ﷺ

فَإِنْ مَاتَ اَلْخَارِجُ عَلَيْهِ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً.

Dan kalau dia meninggal orang yang memberontak tadi meninggal, maka meninggalnya dia adalah seperti meninggalnya orang yang ada di zaman jahiliyah.

Kenapa demikian bukan karena dia kafir tapi orang jahiliyah dahulu orang yang hidup di zaman jahiliyah, di zaman jahiliyah dahulu tidak ada yang namanya penguasa tertinggi itu tidak, yang ada adalah qobilah² ketika datang Islam baru ada, yang namanya penguasa tertinggi nah kalau seseorang muslim dia mau keluar dari ketaatan kepada seorang pemimpin yang sah, berarti dia kembali kepada zaman jahiliyah hidupnya hidup ,tanpa adanya penguasa atau tanpa adanya pemimpin yang tertinggi dalam sebuah negara, nah kalau dia meninggal berarti kalau dia meninggalkan jahiliyah

مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

dia meninggal seperti meninggalnya orang di zaman ya ini yaitu meninggal tanpa adanya pemimpin.

Dalam sebuah hadis Nabi ﷺ mengatakan,

فإنَّه مَن خَرَجَ مِنَ السُّلْطانِ شِبْرًا ماتَ مِيتَةً جاهِلِيَّةً.

karena sesungguhnya barang siapa yang keluar dari ketaatan kepada penguasa meskipun hanya satu jengkal maka dia meninggal dengan cara atau dengan sifat meninggalnya orang di zaman jahiliyah.

Yaitu mereka tidak mengenal yang namanya ketaatan terhadap penguasa.

Kemudian beliau mengatakan,

وَلَا يَحِلُّ قِتَالُ اَلسُّلْطَانِ وَلَا اَلْخُرُوجُ عَلَيْهِ لِأَحَدٍ مِنْ اَلنَّاسِ،

Tidak halal memerangi Penguasa dan tidak boleh keluar memberontak kepada penguasa dari

لِأَحَدٍ مِنْ اَلنَّاسِ،

Untuk siapapun kepada siapapun, baik dia adalah seorang ulama seorang ustadz atau seorang tokoh di masyarakat atau siapa saja enggak halal bagi mereka untuk memerangi penguasa, memerangi yaitu dengan senjata mengangkat senjata enggak boleh atau tanpa senjata dia meyakini bahwasanya penguasanya Ini tidak sah akhirnya dia membatalkan baiatnya dia keluar dari ketaatan kepada beliau meskipun dia tidak mengangkat pedang maka ini masuk dalam khuruj masuk dalam keluar dari ketaatan kepada penguasa.

فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ

Maka barangsiapa yang melakukan demikian,

Dia mengangkat pedang memberontak ataupun dia sekedar keluar dari ketaatan tidak menganggap itu sebagai penguasanya,

فَهُوَ مُبْتَدِعٌ عَلَى غَيْرِ اَلسُّنَّةِ وَالطَّرِيقِ

Maka dia adalah seorang ahli bid’ah tidak berada di atas sunnah dan jalan yang lurus,

Jadi kalau ada atau melihat jamaah jamaah tertentu ya mengangkat Imam sendiri membaiat imam sendiri mereka tidak mengakui pemerintah kita sebagai pemerintah yang sah maka itu sudah ciri, ciri kesesatan mereka dan bahwasanya mereka bukan di atas sunnah dan bukan berada di atas jalan yang lurus.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى