Halaqah 08 ~ Syahadat dan Sholawat

Halaqah 08 ~ Syahadat dan Sholawat

📘 Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah Bagian Pertama


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله


Halaqah yang ke-8 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh.

Kemudian setelahnya, setelah mengucapkan pujian kepada Allāh ﷻ maka beliau mengucapkan dua kalimat syahadat dan ini yang biasa dilakukan oleh para penulis kitab, para ulama yang menulis kitab biasanya disebutkan basmalah kemudian hamdalah kemudian dua kalimat syahadat dan shalawat dan salam untuk Nabi ﷺ. Beliau mengatakan

وأَشْهَدُ أَن لاَّ إلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ

Dan aku bersaksi, dan kalimat syahadah (bersaksi) ini memiliki beberapa makna dan terkumpul dalam kalimat asyhadu ini beberapa makna tersebut. Maknanya adalah diantaranya a’lamu (saya tahu), kemudian di antara maknanya adalah ukhbir (saya mengabarkan) kepada orang, kemudian diantara maknanya adalah aḥlif (saya bersumpah), ini semuanya ada di dalam makna asyhadu

وأَشْهَدُ أَن لاَّ إلَهَ إِلاَّ اللهُ

Dan aku bersaksi, yaitu saya tahu makna لاَّ إلَهَ إِلاَّ اللهُ dan juga konsekuensinya, dan saya kabarkan ini kepada orang lain dan saya bersumpah bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh ﷻ. Berarti di sini ada sumpah, janji dari seseorang untuk tidak menyembah kecuali hanya kepada Allāh ﷻ semata. Kemudian

وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ

Waḥdah ini adalah penguat dari kalimat sebelumnya yaitu إِلاَّ اللهُ, hanya Allāh ﷻ saja dikuatkan dengan kalimat wahdahu, hanya Allāh ﷻ saja. Kemudian juga لا شَرِيكَ لَهُ tidak ada sekutu baginya ini adalah penguat dari kalimat لاَّ إلَهَ yaitu nafī, di dalam kalimat لاَّ إلَهَ إِلاَّ اللهُ ini ada itsbat dan juga nafī (ada penetapan dan juga penafian), penetapan pada إِلاَّ اللهُ dikuatkan dengan وَحْدَهُ hanya Allāh ﷻ saja, dan penafian pada kalimat لاَّ إلَهَ dikuatkan dengan لا شَرِيكَ لَهُ

إِقْرَارًا بِهِ وَتَوْحِيدًا

إِقْرَارًا بِهِ ini menguatkan kalimat أَشْهَدُ karena makna إِقْرَار menetapkan, dan ini juga terkandung didalam kalimat asyhadu, إِقْرَارًا بِهِ ini menguatkan kalimat asyhadu,وَتَوْحِيدًا ini menguatkan kalimat لاَّ إلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ

Kemudian beliau menyebutkan syahadat yang kedua dan mengatakan

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad ﷺ adalah hamba Allāh ﷻ dan juga Rasul-Nya

Ini adalah syahadat yang kedua dan ini adalah satu kesatuan dengan syahadat yang pertama, orang yang mengikrarkan syahadat yang pertama melazimkan dia untuk mengikrarkan syahadat yang kedua demikian pula sebaliknya, tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain dan barangsiapa yang mengingkari satu diantara dua syahadat ini dia telah keluar dari agama Islam, dia adalah satu kesatuan dan keduanya adalah rukun Islam yang pertama, dua kalimat syahadat.

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا

Aku bersaksi bahwasanya Muhammad ﷺ adalah hamba Allāh ﷻ dan juga Rasul-Nya

Maka beliau menyebutkan عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ini juga mengambil dari hadits Nabi ﷺ, dan dalam sebuah hadits

مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

Dan juga dalam hadits yang lain

إِنَّمَا أَنَا عَبْد فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

Dan yang dimaksud dengan persaksian bahwasanya Muhammad ﷺ adalah hamba Allāh ﷻ artinya beliau adalah hamba yang menyembah kepada Allāh ﷻ, menyembah bukan di sembah, sehingga disini ada isyarat larangan kita untuk ghuluw terhadap Rasulullāh ﷺ dan diantara bentuk ghuluw adalah menyerahkan sebagian ibadah kepada Beliau ﷺ baik doa misalnya atau meminta syafaat kepada Beliau ﷺ.

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ

Kita bersaksi bahwasanya Muhammad ﷺ adalah hamba artinya bukan Tuhan dan bukan sesembahan, dia adalah seorang hamba Allāh ﷻ sebagaimana kita وَرَسُولُهُ dan Beliau ﷺ adalah seorang rasul yang diutus yang harus kita muliakan, yang harus kita imani. Berarti di sini ada bantahan terhadap orang yang ghuluw terhadap Rasul dan juga orang yang menyepelekan Rasulullāh ﷺ, orang yang ghuluw terhadap Rasul ﷺ sampai menyifati Rasulullāh ﷺ dengan sifat-sifat uluhiyah maka ini terbantahkan dengan وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ. Adapun orang yang menyepelekan Rasulullāh ﷺ maka ini terbantahkan dengan وَرَسُولُهُ (dan Beliau ﷺ adalah seorang rasul), karena kalau kita yakin Beliau ﷺ adalah seorang rasul kewajiban kita adalah menghormati Beliau ﷺ.

Kemudian setelahnya disebutkan nama Nabi Muhammad ﷺ, setelah nya beliau mengucapkan shalawat dan salam untuk Beliau ﷺ

صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ

Semoga shalawat Allāh ﷻ atas Beliau ﷺ, yang dimaksud dengan shalawat adalah

ثناء الله عليه عِنْدَ الملأ الاعلى

Pujian Allāh ﷻ kepada Beliau ﷺ di depan para malaikat. Al-Mala’ artinya adalah kumpulan, Al-A’la adalah yang paling tinggi. Di sini ada juga perkumpulan, ada perkumpulan thulab, ada perkumpulan petani, dan seterusnya, perkumpulan yang paling tinggi adalah perkumpulan para malaikat, menunjukkan tentang banyaknya mereka dan mereka berada di atas. Allāh ﷻ memuji Nabi ﷺ yaitu memuji Beliau ﷺ di hadapan para malaikat-Nya, inilah makna shalawat Allāh ﷻ untuk Nabi Muhammad ﷺ, sehingga ketika kita mengatakan صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ maka maksudnya adalah semoga Allāh ﷻ memuji Beliau ﷺ di depan para malaikat.

Berarti kita mendoakan dan balasannya kalau kita mengucapkan shalawat untuk Nabi ﷺ, Allāh ﷻ akan bershalawat atas kita sepuluh kali artinya menyebut nama kita di hadapan para malaikatnya sepuluh kali atau memuji kita dihadapan para malaikatnya sepuluh kali. Siapa diantara kita yang tidak ingin dipuji Allāh ﷻ di hadapan para malaikatnya, maka kalau kita ingin dipuji oleh Allāh ﷻ dan banyak dipuji Allāh ﷻ dihadapan para malaikat adalah kita banyak mengucapkan shalawat untuk Nabi ﷺ, tentunya dengan sholawat-sholawat yang disyariatkan dan sholawat yang paling baik adalah shalawat ibrahimiyah yang disebutkan disitu nama Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan boleh membaca sholawat-sholawat yang lain dengan syarat tidak ada didalamnya ghuluw terhadap Rasulullāh ﷺ.

صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ

Dan juga para keluarganya yaitu ahlul bait, mereka memiliki kedudukan didalam agama Islam sehingga Nabi ﷺ pernah mengatakan

أُذَكِّرُكُمُ اللهَ أَهْلِ بَيْتِيْ أُذَكِّرُكُمُ اللهَ أَهْلِ بَيْتِيْ

Aku ingatkah kalian kepada Allāh ﷻ (takutlah kalian kepada Allāh ﷻ) tentang keluargaku, artinya Beliau ﷺ berpesan, karena Beliau ﷺ akan segera meninggal dunia dan meninggalkan keluarga maka Beliau ﷺ memberikan pesan kepada kita untuk hormat terhadap keluarga Beliau ﷺ, termasuk di antara cara penghormatannya adalah dengan kita mendoakan untuk keluarga Beliau ﷺ.

Dan yang dimaksud dengan ahlut bait adalah setiap muslim dan juga muslimah yang mereka merupakan keturunan dari Abdul Muthalib termasuk diantaranya adalah anak-anaknya Abu Tholib yang mereka masuk ke dalam agama Islam seperti Ali, Ja’far kemudian Aqīl, mereka adalah anak-anak Abu Tholib dan mereka masuk ke dalam agama Islam. Mereka dan juga keturunan mereka, muslim dan juga muslimah, adalah ahlul bait termasuk diantaranya adalah anak-anaknya Abbas, keluarganya Abbas, kemudian Hasan dan Husein karena mereka adalah anak dari Ali bin Abi Thalib dan mereka ahlul bait diharamkan untuk memakan dari zakat yang wajib adapun shadaqoh maka Wallāhu A’lam masih diperbolehkan, yang dilarang adalah zakat yang wajib maka tidak boleh mereka memakan dari harta zakat yang wajib.

Demikian ahlul sunnah wal jama’ah mereka memiliki kecintaan terhadap keluarga Nabi ﷺ. Syaikhul Islam ibnu Taimiyah adalah orang yang sangat mencintai para keluarga Nabi ﷺ dan ini bantahan kepada orang-orang rafidhah yang mereka menuduh ahlussunnah wal jama’ah bahwasanya mereka adalah nawāsib, orang yang menegakkan permusuhan kepada keluarga Nabi ﷺ, tidak cinta kepada keluarga Nabi ﷺ, tidak. Antum mendengarkan sendiri bagaimana para masyaikh, para ulama ahlussunnah, para asatidzah senantiasa mereka mengulang-ulang kalimat صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ mendoakan untuk keluarga Nabi ﷺ.

Adapun mereka misalnya dalam ketika disebutkan Nabi ﷺ mengatakan shallallāhu ‘alaihi wasallam tidak menyebutkan keluarga Nabi ﷺ bukan menunjukkan bahwasanya mereka benci dengan keluarga Nabi ﷺ, mereka juga mendoakan kebaikan untuk keluarga Nabi ﷺ tapi bukan merupakan kewajiban ketika di sebutkan nama Nabi ﷺ kemudian harus disebutkan juga keluarga Nabi ﷺ. Sehingga orang yang tidak menyebutkan keluarga Nabi ﷺ dianggap adalah ciri-ciri orang yang nawasib orang-orang yang memusuhi keluarga Nabi ﷺ, bukan demikian. Boleh silahkan seandainya kita mengatakan shallallāhu ‘alaihi wa ‘ala ālihi wa sallam, tidak masalah, jangan sampai dikatakan itu adalah sebuah kewajiban atau bahkan dikatakan itu adalah syiar diantara syiar-syiar agama.

وَسَلَّمَ تسليمًا مَزِيدًا

Dan semoga salam dengan keselamatan yang bertambah untuk Nabi kita Muhammad ﷺ, dan yang dimaksud dengan salam adalah keselamatan yaitu selamat dari berbagai kejelekan baik di dunia maupun di akhirat, dan bukan berarti bahwasanya Nabi ﷺ tidak selamat tapi makna dari meminta kepada Allāh ﷻ semoga Allāh ﷻ memberikan keselamatan kepada Beliau ﷺ adalah tambahan, tambahan keselamatan atau ditetapkan di atas keselamatan artinya diselamatkan oleh Allāh ﷻ dan terus dijaga oleh Allāh ﷻ di dunia maupun di akhirat.

Jadi bukan berarti bahwasanya Nabi ﷺ tidak selamat sehingga harus didoakan oleh umatnya, tidak, kita meminta kepada Allāh ﷻ semoga Allāh ﷻ terus menjaga Beliau ﷺ terus memberikan keselamatan kepada Beliau ﷺ dan penyebutan shalawat dan salam, yaitu dua perkara ini, mengikuti apa yang disebutkan oleh Allāh ﷻ di dalam Al-Qur’an, karena Allāh ﷻ mengatakan

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيۡهِ وَسَلِّمُواْ تَسۡلِيمًا
(QS. Al-Ahzab:56)

Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kalian bersholawat untuknya, yaitu untuk Nabi Muhammad ﷺ, dan hendaklah kalian mengucapkan salam untuk Beliau ﷺ dengan sebenar-benar salam.

Jadi Allāh ﷻ memerintahkan dengan 2 perkara dari sini beliau mendatangkan dua-duanya, bersholawat dengan mengatakan صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ dan beliau juga mengucapkan salam dengan mengatakan وَسَلَّمَ تسليمًا مَزِيدًا

Disini beliau menggunakan sajak, awalnya beliau mengatakan وَكَفَى بِاللهِ شَهِيدًا kemudian mengatakan إِقْرَارًا بِهِ وَتَوْحِيدًا kemudian وَسَلَّمَ تسليمًا مَزِيدًا. Boleh seseorang menggunakan sajak dan ini keindahan di dalam berbahasa, cuma tidak boleh seseorang takalluf, membebani diri diluar kemampuannya. Kalau memang itu datang begitu saja dan dengan mudah dia mendatangkan sajak tidak masalah, dan sampai sekarang para masyaikh ketika mereka berkhotbah dan ini adalah keindahan di dalam bahasa Arab mereka juga sering menggunakan sajak ini.

Boleh-boleh saja yang penting jangan takalluf bahkan terkadang sampai takallufnya sehingga maknanya menjadi rusak hanya karena ingin sajak tadi, kalau demikian maka tidak diperbolehkan. Terkadang dalam doa pun dia takalluf, kalau memang doa tadi ada dari Nabi ﷺ maka tidak masalah seperti misalnya

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ, وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَ مِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا

“Ya Allah, Aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim:2722, an-Nasa’i VIII/260).

Ini ada sajak tidak masalah, tapi kalau kita pas membuat doa sendiri dan kemudian kita takalluf sehingga keluar dari makna yang sebenarnya dan menjauhkan kita dari kekhusyukan maka dihindari yang demikian.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A