Halaqah 23 ~ Simpul 18 – Beradab Ketika Bertanya kepada Guru
📘 Kitab : Khulashah Ta’dzhimul Ilmi
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله
Halaqah yang ke-23 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Khulāshah Ta’dzhimul ‘Ilm yang ditulis oleh Fadhilatu Syaikh Shālih Ibn Abdillāh Ibn Hamad Al-Ushaimi hafidzahullāhu ta’ala.
المعقد الثامن عشر التحفظ في مسألة العالم
Simpul yang ke-18 adalah hendaklah kita berhati-hati / menjaga ketika kita bertanya kepada seorang guru atau seorang yang berilmu, التحفظ artinya kita berusaha untuk menjaga, menjaga lisan menjaga adab kita ketika kita bertanya kepada seorang guru seorang yang berilmu yang dia akan menularkan dan menyampaikan ilmunya kepada kita supaya benar-benar yang sampai kepada kita ini adalah ilmu, kalau kita mengagungkan ilmu maka kita berhati-hati dalam bertanya dan ketika kita ingin mengeluarkan ilmu tersebut dari guru kita
فرارًا من مسائل الشَّغْب، وحفظًا لهيبة العالم؛ فإنَّ من السُّؤال ما يرُاد به التَّشغببُ وإيقاظ الفتنة وإشاعة السُّوء
Usaha untuk lari dari permasalahan-permasalahan yang menimbulkan fitnah (pertanyaan-pertanyaan yang menimbulkan keonaran) dan juga untuk menjaga kewibawaan dari seorang ‘alim
Maka perlu diketahui bahwasanya ada di antara pertanyaan yang diinginkan dibalik itu adalah untuk mengobarkan api fitnah untuk membangunkan fitnah untuk menyebarkan kejelekan maka hati-hati dengan pertanyaan seperti ini.
Sedang banyak peristiwa banyak kejadian viral kemudian ada sengaja seseorang karena ingin menyulut api fitnah akhirnya dia bertanya kepada gurunya dengan pertanyaan yang bisa mengobarkan fitnah tersebut, ini harus kita pahami dan seorang guru harus memahami yang demikian
ومن آنس منه العلماء هٰذه المسائل لقي منهم ما لا يُعجبه
Para ulama mendapatkan bahwasanya pertanyaan-pertanyaan ini adalah sumber dari fitnah, dan para ulama mereka sadar yang demikian, maka seseorang akan melihat dari para ulama tersebut sesuatu yang tidak menakjubkan dia.
Karena para ulama ini sadar sebelum datang fitnah dia sudah tahu ini bisa mengobarkan api fitnah, makanya kalau kita sampai salah dalam bertanya jangan menyalahkan orang lain kalau melihat ulama yang kita tanya dia bersikap kepada kita atau mengucapkan kepada kita sesuatu yang kita tidak senang
كما مرَّ معك في زجر المتعلِّم
sebagaimana telah berlalu tentang memberikan pelajaran kepada seorang murid
فا بدَّ من التَّحفُّظ في مسألة العالم
maka hendaklah kita menjaga dan benar-benar menjaga ketika kita bertanya kepada seorang yang ‘alim
ولا يُفلح في تَحَفُّظه فيها إلَّ من أعمل أربعة أصولٍ
seseorang tidak mungkin sukses dalam menjaga pertanyaannya kecuali apabila dia melaksanakan empat pondasi.
Ini kita harus punya pemahaman punya cara yang benar dalam bertanya kepada seorang guru supaya kita mendapatkan manfaat, kalau kita tidak punya fiqh tidak punya pemahaman tidak paham cara bertanya kepada seorang guru maka akan hilang keberkahan ilmu tadi, bukan manfaat yang kita dapatkan justru malah sesuatu yang tidak kita senangi yang kita dapatkan karena kita tidak belajar tentang bagaimana bertanya.
أوَّلها
Yang pertama
الفكر في سؤاله لماذا يسأل؟
Dia pikirkan dulu tentang pertanyaan yang akan dia tanyakan, kenapa dia bertanya
فيكون قصده من السُّؤال التَّفقُّه والتَّعلُّم، لا التَّعنُّت والتَّهكُّم؛
hendaklah dia perhatikan bahwasanya maksud dia ketika bertanya kepada guru tadi adalah ingin paham ingin belajar.
Jadi dia tanyakan kepada dirinya kenapa ana bertanya tentang pertanyaan ini kalau jawabannya adalah ana ingin lebih paham ana ingin mendapatkan ilmu maka itu sudah poin yang pertama yang bagus, berarti maksud antum adalah ingin memahami agama ini
لا التَّعنُّت والتَّهكُّم
bukan ta’annut (ingin membantah) dan bukan ingin tahakkum (menyempitkan gurunya), sengaja dia bertanya kepada gurunya supaya syaikhnya bingung supaya dia kelihatan sempit, kalau sudah niatnya seperti itu kita harus menahan diri dari pertanyaan tadi tapi kalau niatnya adalah ingin paham tentang agamanya dan sungguh-sungguh dia ingin memahami agamanya, silahkan
فإنَّ من ساء قصده في سؤاله يُحرم بركةَ العلم، ويُمنع منفعته
karena barang siapa yang buruk maksud dia dan niat dia dalam bertanya maka dia tidak akan mendapatkan berkah ilmu.
Kalau maksud dia bukan belajar tapi ingin membantah mungkin sama Syaikh dibantah bisa dijawab pertanyaan tadi, mungkin maksud dia ingin menyempitkan gurunya dan bisa ditangani oleh guru tadi tapi karena niatnya dia dari awal memang ingin sekedar membantah ingin sekedar menunjukkan dia pernah belajar di sana dan di sini, meskipun dijawab oleh gurunya dia tidak akan mendapatkan berkah ilmu tadi.
Mungkin ketika gurunya menyampaikan dia tidak konsen lagi karena tujuan dia bukan ingin paham tapi hanya sekedar ingin membantah, dia sudah anggap gurunya ini tidak bisa jawab, bagaimana orang orang yang demikian dia mendapatkan ilmu
ويُمنع منفعته
dan dia tidak mendapatkan manfaat dari ilmu tersebut, tidak bisa mengamalkan ilmu tadi.
الأصل الثَّاني
Yang kedua yang harus kita perhatikan ketika kita ingin bertanya kepada guru
التَّفطُّنُ إلىٰ ما يَسأل عنه
hendaklah dia memikirkan apa pertanyaan yang dia tanyakan, kalau tadi memperhatikan kenapa dia bertanya niatnya apa kalau yang kedua kita harus meperhatikan pertanyaan apa yang kita tanyakan kepada guru kita, mungkin kita ikhlas ingin paham tapi bagaimana pertanyaan tersebut apakah ada manfaatnya atau tidak
فا تسأل عمَّا لا نفع فيه؛
jangan engkau bertanya tentang suatu yang tidak bermanfaat.
Syaikh menyebutkan contohnya misalnya apakah air banjir yang ada di zaman Nabi Nuh itu air asin atau air tawar, karena seluruh bumi tergenang air itu airnya asin atau air tawar, ini pertanyaan yang tidak ada manfaatnya.
إمَّا بالنَّظر إلىٰ حالك
mungkin dilihat dari keadaan dirimu, artinya antum bertanya tentang sesuatu yang itu seandainya dijawab manfaatnya tidak akan kembali ke antum, suatu yang terjadi di belahan Afrika sana misalnya seandainya dijawab tidak ada manfaatnya bagi antum, politik yang ada di sana misalnya peperangan yang ada di sana
أو بالنَّظر إلىٰ المسألة نفسها
atau dilihat dari pertanyaan itu sendiri tidak ada manfaatnya, seperti yang tadi kita sebutkan contohnya, tidak ada manfaatnya jangan bertanya.
Antum menghabiskan waktu antum dan menghabiskan waktu Syaikh kalau beliau tidak menjawab atau berpaling dari pertanyaan antum jangan salahkan kecuali diri antum sendiri karena yang antum tanyakan memang tidak ada manfaatnya bagi antum atau memang asalnya tidak ada manfaatnya.
ومثله السُّؤال عمَّا لم يقع
Yang seperti itu juga adalah bertanya tentang sesuatu yang belum terjadi, Syaikh seandainya misalnya di sana itu begini dan begini bagaimana Syaikh yang kita lakukan, ini bertanya tentang sesuatu yang belum terjadi dan belum tentu terjadi
أو ما لا يُحدَّث به كلُّ أحدٍ، وإنَّما يُخصُّ به قومٌ دون قومٍ
atau pertanyaan tersebut ini tidak boleh jawabannya didengar kecuali orang-orang khusus saja.
Antum bertanya tentang sebuah pertanyaan yang jawabannya tidak boleh didengar kecuali orang-orang tertentu saja, ini antum jangan bertanya kepada beliau di hadapan orang banyak tentang pertanyaan tersebut, kalau kita tidak memahami pertanyaan yang bermanfaat dan tidak mengetahui pertanyaan yang bermanfaat maka jangan salahkan kalau nanti kita lihat Syaikh berpaling dari ucapan kita atau mengusir kita dari majelis.
Kalau kelihatan antum dari kemarin pertanyaannya seperti ini, yang dibawa adalah syubhat-syubhat padahal di situ ada fulan ada orang yang baru ngaji ada orang yang baru kenal sunnah tapi yang antum bawa syubhat-syubhat tentang masalah masalah takfir masalah ini dan itu, bisa diusir dari majelis, daripada satu orang di sini tapi merusak orang-orang yang ada di majelis maka lebih baik diusir satu orang dan yang lain mengambil ilmu
الأصل الثَّالث
Yang ketiga
الانتباه إلىٰ صلاحية حال الشَّيخ للإجابة عن سؤاله
hendaklah kita memperhatikan keadaan Syaikh bagaimana keadaan beliau ketika beliau akan menjawab pertanyaan tadi
فا يَسألُه في حالٍ تمْنَعُهُ
jangan sampai seseorang bertanya kepada gurunya di dalam keadaan yang mencegah beliau untuk bisa menjawab pertanyaan.
Jadi kita lihat situasi dan kondisi Syaikh jangan sampai kita bertanya kepada beliau dan beliau dalam keadaan yang menghalangi beliau untuk menjawab pertanyaan kita, cari waktu kondisi yang kira-kira beliau dengan leluasa bisa menjawab pertanyaan kita dengan baik, contoh misalnya keadaan yang tidak pas kita bertanya kepada beliau
ككونه مهمومًا
mungkin beliau dalam keadaan mahmum, sedang ada beban yang ada di dalam hati beliau, kalau kita bertanya kepada beliau dalam keadaan seperti itu mungkin beliau akan menjawab pertanyaan kita tapi jawabannya tidak seperti yang kita inginkan, karena di dalam hati beliau ada beban ada suatu yang sangat beliau pikirkan.
Mungkin anaknya sedang dalam keadaan panas yang luar biasa dia memikirkan bagimana dia membawa anaknya rumah sakit, antum bertanya tentang sebuah perkara ini bukan pas bukan waktunya antum bertanya, jangan antum menyangka bahwasanya itu adalah menunjukkan semangat antum dalam menuntut ilmu.
Atau melihat beliau misalnya tidak konsen dalam menjawab pertanyaan kita karena sedang ada beban tadi kemudian kita mengatakan ini bukan seorang ulama seorang ahlul ilmu karena ditanya beliau tidak memperhatikan pertanyaan, antum yang salah dalam memilih kondisi dan juga situasi
أو متفكِّرًا
atau beliau dalam keadaan memikirkan sesuatu, tentang sebuah permasalahan agama masalah fiqih karena itu memang amalan mereka, pekerjaan mereka memikirkan ilmu terkadang mereka sampai beberapa hari memikirkan sebuah permasalahan mana yang lebih kuat, ketika beliau dalam keadaan seperti itu maka tidak pas antum bertanya kepada beliau
أو ماشيًا في طريقٍ
atau beliau dalam keadaan berjalan di jalan, mungkin beliau ada maksud ketika beliau berjalan itu ada tujuan, mungkin mau menjenguk orang atau ada janjian dengan orang lain di sana
أو راكبًا سيَّارَته
atau beliau dalam keadaan menyupir, karena orang yang sedang menyupir maka dia sedang konsentrasi dengan apa yang ada di depannya
بل يتحيَّنُ طيب نفسه
tetapi dia berusaha mencari kapan ketika beliau ini siap dan baik jiwanya untuk ditanya.
Misalnya memang beliau memberikan waktu khusus, beliau menyempatkan waktu memang ini untuk interaktif misalnya untuk pertanyaan silahkan berarti beliau memang siap untuk ditanya dan siap konsentrasi untuk menjawab pertanyaan.
الأصل الرَّابع
Yang keempat yang perlu kita perhatikan
تيقُّظ السَّائل إلىٰ كيفيَّة سؤاله
kalau niat kita sudah bagus pertanyaannya bermanfaat dan waktunya situasi dan kondisinya pas, yang keempat jangan lupa kita harus menyampaikan pertanyaan tadi dengan baik, harus dipikirkan bagaimana supaya pertanyaan tadi bisa disampaikan dengan baik, misalnya
بإخراجه في صورةٍ حسنةٍ متأدِّبةٍ
yaitu dengan memberikan pertanyaan tadi dalam bentuk yang baik dan penuh dengan adab, contoh
فيُقدِّم الدُّعاء للشَّيخ
dia mendahulukan dengan mendoakan, Syaikhuna ahsanallāhu ilaik, Syaikhuna bārakallāhu fīk, itu didahulukan dengan doa, ghafarallāhu lakum wa liwālidaykum, mendoakan kedua orang tuanya mendoakan untuk beliau, ini termasuk adab
ويبجِّله في خطابه
kemudian di dalam pertanyaan kita ada sesuatu yang menunjukkan kita ini menghormati beliau, Syaikhuna, Ustadzuna, Ya Mu’allim, Wahai Guru, ada ucapan yang menunjukkan kita menghormati beliau.
ولا تكون مخاطبته له كمخاطبته أهلَ السُّوق وأخلاطَ العوام
Jangan sampai ketika dia berbicara kepada guru tersebut kepada seorang ulama tersebut sama ketika dia berbicara dengan orang yang ada di pasar tidak ada doa tidak ada penghormatan ini berapa ini sekilo berapa, jangan sampai kita menyamakan ketika kita berbicara kepada guru kita sama ketika kita berbicara dengan orang-orang yang ada di pasar dengan suara yang keras tidak ada adabnya
وأخلاطَ العوام
dan orang-orang awam, kita harus hormati beliau dan menggunakan kalimat-kalimat yang baik yang menunjukkan penghormatan kita terhadap beliau.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى