Halaqah 14 ~ Simpul 11 – Menjaga Kemuliaan Ilmu dari Perkara yang Membuatnya Tampak Jelek Di Hadapan Manusia

Halaqah 14 ~ Simpul 11 – Menjaga Kemuliaan Ilmu dari Perkara yang Membuatnya Tampak Jelek Di Hadapan Manusia

📘 Kitab : Khulashah Ta’dzhimul Ilmi


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-14 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Khulāshah Ta’dzhimul ‘Ilm yang ditulis oleh Fadhilatu Syaikh Shālih Ibn Abdillāh Ibn Hamad Al-Ushaimi hafidzahullāhu ta’ala.

Masuk kita pada al-ma’qid yang ke-11, simpul yang ke-11 di antara 20 simpul yang dengannya InsyaAllāh kita bisa mewujudkan pengagungan terhadap ilmu dan kalau kita sudah mengagungkan ilmu maka InsyaAllāh itu adalah sebab kita mendapatkan ilmu itu sendiri.

Beliau mengatakan

المعقد الحادي عشر

Simpul yang ke-11 adalah

صيانة العلم عما يشين مما يُخالف المروءة ويخرمها

Menjaga ilmu dari perkara-perkara yang menjadikan dia jelek, termasuk pengagungan kita terhadap ilmu adalah kita harus menjaga ilmu menjaga dia tetap mulia menjaganya dari seluruh perkara yang menjadikan dia itu jelek menjadikan dia nampak jelek di hadapan manusia

مما يُخالف المروءة ويخرمها

Dari segala sesuatu yang menyelisihi muru’ah (kehormatan atau kewibawaan) atau memecahkan kewibawaan tersebut.

Jadi harusnya ilmu yang kita cari maka hendaklah kita perindah dengan cara kita memperbaiki diri kita yaitu dengan menjaga muru’ah seseorang, sebagaimana ilmu itu indah sebagaimana ilmu itu mulia maka hendaklah kita sebagai pembawa ilmu tersebut harus menghiasi diri kita ini dengan muru’ah.

Segala sesuatu yang menyelisihi muru’ah menyelisihi kehormatan menyelisihi kewibawaan maka jangan kita lakukan karena itu nanti akan memperjelek ilmu yang kita bawa, kalau memang kita ingin mengagungkan ilmu maka hendaklah kita menjaga ilmu dari segala sesuatu yang menjelekkannya.

Beliau mengatakan

من لم يَصُنِ العلمَ لم يَصُنْهُ العلمُ

Barang siapa yang tidak menjaga ilmu (dari segala sesuatu yang menjelekkannya) maka ilmu tidak akan menjaganya. Kalau kita tidak menjaga dia menjaga kehormatan dia menjaga kemuliaan dia dengan cara kita menjaga kemuliaan kita sebagai seorang yang membawa ilmu maka ilmu tidak akan menjaga kita.

كما قال الشَّافعيُّ

Sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam Asy-Syafi’iy

ومن أخلَّ بالمروءة بالوقوع فيما يَشين فقد ٱستخفَّ بالعلم

Barang siapa yang merusak muru’ahnya sendiri merusak kewibawaannya sendiri dengan menjerumuskan dirinya di dalam perkara yang menjadikan dia buruk menjadikan dia jelek maka sungguh dia telah menganggap remeh ilmu.

Kalau kita bermudah-mudahan sebagai seorang penuntut ilmu kemudian kita menyamakan diri kita dengan orang-orang awam biasa atau orang-orang yang pengangguran atau orang-orang yang mereka memang tidak tahu malu, kita samakan diri kita dengan mereka ini berarti kita sebenarnya telah meremehkan ilmu kita. Kita tidak menjaga diri kita tidak menjaga adab kita tidak menjaga muru’ah kita berarti kita tidak menghormati ilmu yang kita maka

فلم يُعظِّمْه فوقع في البطَالة

Maka berarti dia tidak mengagungkan ilmu dan terjatuhlah dia ke dalam kerusakan

فتُفضي به الحال إلى زوال ٱسم العلم عنه

akhirnya ketika kita tidak peduli dengan kehormatan kita dan muru’ah kita padahal kita orang yang menisbahkan dirinya pada ilmu, kita bangga sebagai seorang penuntut ilmu tapi kita tidak menjaga diri kita kemudian kita terjerumus ke dalam perkara-perkara yang itu sebenarnya tidak pantas dilakukan oleh seorang penuntut ilmu karena biasanya yang melakukan adalah seorang yang pengangguran atau seorang preman atau orang yang nakal akhirnya keadaan yang seperti ini akan menyebabkan hilangnya nama ilmu dari kita.

Ketika kita sudah tidak mempedulikan lagi kewibawaan kita muru’ah kita sebagai seorang  penuntut ilmu mungkin dari sisi pakaian, dari sisi pakaian tidak mencerminkan dia seorang penuntut ilmu, seorang penuntut ilmu maka mereka memiliki pakaian yang menunjukkan bahwasanya dia adalah seorang penuntut ilmu.

Adapun memakai pakaian yang tidak mencerminkan dia sebagai seorang penuntut ilmu maka ini bisa menghilangkan nama ilmu darinya sehingga orang sudah tidak lagi menyebut dia sebagai seorang santri tidak menyebut dia sebagai seorang penuntut ilmu lagi, karena dilihat dari sisi gerak-geriknya dari sisi akhlaknya dari sisi pakaiannya sama dengan yang lain tidak ada bedanya, ini akibat dari orang yang tidak menjaga ilmu.

قال وهب بن منبِّه

Berkata Wahab Ibn Munabbih rahimahullah

لا يكون البطَّال من الحكماء

Orang yang rusak (yang dia sudah tidak memperhatikan dirinya) maka dia tidak mungkin menjadi seorang yang berilmu (orang yang memiliki hikmah).

Kemudian beliau menjelaskan apa yang dimaksud dengan muru’ah

و جِماع المروءة – كما قاله ابن تيميَّة الجدُّ في المحرَّر، وتبعه حفيده في بعض فتاويه -: استعمال ما يُجمِّله ويَزِينه، و تجنُّبُ ما يُدنِّسه ويَشِينه

Yang dimaksud dengan muru’ah itu terkumpul dalam ucapan ini sebagaimana diucapkan oleh Ibnu Taimiyah kakeknya, karena di sana ada Ibnu Taimiyah kakek ada Ibnu Taimiyah cucu, kalau Ibnu Taimiyah kakek ini adalah kakeknya Ibnu Taimiyah guru dari Ibnul Qayyim, kalau Syaikhul Islam gurunya Ibnul Qayyim maka ini adalah cucunya, kakek maupun cucu dikenal dengan Ibnu Taimiyah.

Sebagaimana ini diucapkan oleh Ibnu Taimiyah aljad (kakek) di dalam Kitab beliau Al-Muharrar dan diikuti oleh cucunya di dalam sebagian fatwa beliau, yang dimaksud dengan muru’ah adalah menggunakan apa yang memperindah dan menjadikan dia lebih bagus dan menjauhi apa yang bisa merusaknya dan menjadikan dia lebih jelek.

Jadi sebagaimana ilmu itu adalah indah maka kita iringi dengan perbuatan kita yang indah, perbuatan kita yang menjaga adab perbuatan kita dan tingkah laku kita dan perilaku kita yang memperindah ilmu tadi, dan kita menjauhi segala hal yang mengotori ilmu tadi dan juga justru memperjelek dan memperburuk ilmu tadi.

Ini yang dimaksud dengan al-muru’ah, segala sesuatu yang memperindah ilmu baik berupa pakaian misalnya atau berupa gerak-gerik dan akhlak maka hendaklah kita lakukan, dan segala sesuatu yang memperburuk dan memperjelek ilmu tadi maka hendaklah kita jauhi, ini semua adalah bentuk pengagungan kita terhadap ilmu.

قيل لأبي محمَّدٍ سفيانَ بن عُيَيْنةَ

Dikatakan kepada Abu Muhammad Sufyan Ibn ‘Uyainah, ditanyakan kepada beliau

قدِ ٱستنبطتَ من القرآن كلَّ شيءٍ، فأين المروءةُ فيه؟

Engkau telah beristinbath dari Al-Qur’an segala sesuatu, artinya Sufyan Ibn ‘Uyainah segala sesuatu beliau bisa mendatangkan dalilnya dari Al-Qur’an, akhirnya beliau ditanya

فأين المروءةُ فيه؟

mana dalil yang menunjukkan tentang pentingnya menjaga muru’ah

فقال

maka Sufyan Ibn ‘Uyainah mengatakan

في قوله تعالىٰ: ﴿خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِلْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ﴾ الأعراف: الآية 199

Beliau mengatakan di dalam Firman Allāh ﷻ yang artinya ambillah al-‘afwa (maafkanlah) dan perintahkanlah dengan yang baik dan berpalinglah dari orang-orang yang jahil.

Beliau mengatakan

ففيه المروءة، وحسن الأدب، ومكارم الأخاق

maka di dalam ayat ini ada muru’ah, kita sebagai seorang penuntut ilmu misalnya terjadi ada orang yang mendzhalimi kita perindahlah ilmu yang Antum miliki dengan cara kita memaafkan orang tersebut, ini muru’ah bagi seseorang dan itu memperindah ilmu yang ada pada diri kita ketika Antum memaafkan dia.

Tapi coba ketika Antum didzhalimi oleh orang lain kemudian Antum marah-marah dan Antum banting apa yang ada disekitar Antum tidak memaafkan orang tersebut bukankah ini memperjelek ilmu yang Antum bawa, kalau memang kita ingin mendapatkan ilmu kita agungkan ilmu kita jaga dia dari perkara-perkara yang memperjeleknya, kita perindah dia dengan gerak-gerik kita yang indah juga, kita maafkan maka ini termasuk bentuk muru’ah menjaga kehormatan kita sebagai seorang penuntut ilmu.

Demikian pula memerintahkan kepada kebaikan dan berpaling dari orang-orang yang jahil, ini semua adalah bentuk muru’ah dan ini adalah menunjukkan baiknya adab dan dia termasuk akhlak yang mulia.

Ini dalil didalam Al-Qur’an yang menunjukkan tentang muru’ah, memaafkan orang lain mengajak kepada kebaikan kemudian berpaling dari orang-orang yang jahil.

Ketika ada orang yang mencela Antum misal menjelek-jelekkan Antum maka ingat Antum sedang membawa ilmu maka Antum harus menjaga ilmu tadi supaya jangan sampai diperjelek yaitu dengan cara kita membalas atau dengan cara kita berpaling dari orang-orang yang jahil, kita maafkan dan kita berpaling dari orang-orang yang jahil.

Kemudian beliau mengatakan

ومِن ألْزَمِ أدبِ النَّفس للطَّالب: تحلِّيه بالمروءة

Dan termasuk di antara adab terhadap diri sendiri yang seharusnya dipegang oleh seorang penuntut ilmu adalah menghiasi dirinya dengan muru’ah.

Sebagaimana telah berlalu ada adab terhadap diri sendiri ada adab terhadap teman ada adab terhadap guru, termasuk di antara adab terhadap diri sendiri bagi seorang penuntut ilmu adalah dia menghiasi dirinya dengan muru’ah, jangan dia samakan dia sebagai seorang penuntut ilmu dengan orang lain

وما يحمل عليها

dan apa yang membawa kepada muru’ah

وتنكُّبُه خوارمها الَّتي تخلُّ بها؛

Demikian pula dia berusaha untuk menjauhi segala hal yang bisa merusak muru’ah dia, kemudian beliau memberikan contoh di antara contoh yang bisa merusak kehormatan seorang penuntut ilmu

كحلق لحيته

seperti memotong jenggotnya

Artinya seorang penuntut ilmu adalah orang yang tentunya memiliki ilmu tidak seperti manusia yang lain di antara ilmu yang dia dapat adalah memanjangkan atau membiarkan jenggot, ketika dia mencukur jenggotnya maka ini merusak muru’ah dia, harusnya dia menghiasi dirinya dengan sunnah Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam dari sisi pakaiannya dari sisi jenggotnya, dzhahirnya seharusnya dihiasi dengan sunah Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam

أو كثرةٍ الالتفات في الطريق

Di antara yang merusak kehormatan seseorang, kalau memotong jenggot ini adalah kemaksiatan dan seluruh kemaksiatan memperburuk seorang penuntut ilmu, demikian pula kata beliau terlalu banyak menoleh ketika di jalan maka ini juga bisa merusak kewibawaan seseorang.

Kalau Antum melihat ada orang lain ketika dia berjalan melihat kekanan melihat kekiri keatas kebawah bagaimana pandangan Antum terhadap orang tersebut dengan orang lain yang dia berjalan dan terlihat bahwasanya dia konsentrasi terhadap satu tujuan, dia tidak banyak menoleh kecuali kalau memang diperlukan ketika akan menyeberang misalnya memang harus menoleh, tapi ketika dia tidak diperlukan dia sering menoleh dan melihat tidak menjaga pandangan maka ini akan merusak kehormatan seseorang.

Harusnya dia menghiasi ilmu yang ada pada dirinya dengan adab yang baik, jangan dia seperti pengangguran yang berjalan di jalan tidak tahu tujuannya tidak tahu kemana hanya ingin melihat aurat manusia, seorang penuntut ilmu berjalan di jalan dan dia memiliki tujuan, Ana mau ke pasar Ana mau ke toko Ana ingin ke kuliah itu tujuannya bukan melihat kekanan dan kekiri, ini termasuk kewibawaan yang hendaknya dijaga oleh seseorang penuntut ilmu.

أو مدِّ الرِّجلين في مَجْمَعِ النَّاس من غير حاجةٍ ولا ضرورةٍ داعيةٍ

Atau menjulurkan kedua kakinya diperkumpulan manusia, banyak orang sedang kumpul kemudian dia menjulurkan kedua kakinya ini sesuatu yang merusak kewibawaan seseorang.

Seharusnya dalam perkumpulan-perkumpulan seperti itu seorang penuntut ilmu menjaga adabnya, adab dalam bermajelis adab duduk bersama orang lain itu bagaimana, karena ketika dia menjulurkan kedua kakinya maka ini seperti menghinakan orang yang ada di depannya

من غير حاجةٍ ولا ضرورةٍ داعيةٍ

padahal itu tidak ada keperluan dan bukan sesuatu yang darurat, kalau memang dia capek silakan dia menjulurkan kakinya kalau memang dia sakit silahkan dia menjulurkan kakinya tapi kalau tidak ada keperluan dan dia bukan orang yang sakit maka termasuk adab yang indah adalah kita menjaga adab dalam duduk kita bersama orang lain di antaranya adalah tidak menjulurkan kedua kaki

أو صحبةِ الأراذل والفسَّاق والمُجَّان والبطَّالين

Diantara yang merusak muru’ah seseorang adalah bersahabat dengan orang-orang yang rendah, maksudnya adalah ahli maksiat, bukan maksudnya orang miskin orang fakir.

Bersahabat dengan الأراذل yaitu orang-orang yang kerjanya adalah bermaksiat siang dan malam والفسَّاق dan juga orang-orang fasik والمُجَّان hampir sama maknanya والبطَّالين dan orang-orang yang rusak. Seorang penuntut ilmu hendaklah dia menjaga ilmunya dengan cara jangan dia berteman dengan orang-orang yang senang bermaksiat kepada Allāh ﷻ.

أو مصارعةِ الأحداث والصِّغار

atau diantara yang merusak muru’ah adalah seseorang gulat dengan anak-anak kecil, dia seorang penuntut ilmu sudah dewasa kemudian dia gulat dengan anak-anak kecil maka ini diantara yang merusak muru’ah dan kehormatan seseorang.

Ini hanya sekedar contoh dan kita kembali kepada kaidah yang pertama tadi segala sesuatu yang memperindah ilmu maka hendaklah kita menjaganya dan segala sesuatu yang bisa memperjelek ilmu dan merusak nama baik ilmu maka hendaklah kita menjauhinya, ini termasuk bentuk penganggungan kita terhadap ilmu.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى