Halaqah 13 ~ Simpul 10 – Melazimi Adab-Adab dalam Ilmu

Halaqah 13 ~ Simpul 10 – Melazimi Adab-Adab dalam Ilmu

📘 Kitab : Khulashah Ta’dzhimul Ilmi


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-13 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Khulāshah Ta’dzhimul ‘Ilm yang ditulis oleh Fadhilatu Syaikh Shālih Ibn Abdillāh Ibn Hamad Al-Ushaimi hafidzahullāhu ta’ala.

المعقد العاشر

Simpul yang ke 10, prinsip yang ke-10 yang dengannya kita bisa mewujudkan pengagungan kita terhadap ilmu adalah

ملازمة آداب العلم

yaitu kita melazimi adab-adab dalam ilmu, kita harus memperhatikan ketika kita ingin mendapatkan ilmu maka kita harus dapatkan ilmu tadi dengan menjaga adab-adabnya.

Adab di sini adab bersama diri Antum sendiri sebagai seorang penuntut ilmu harus memiliki sifat ini dan sifat itu, kemudian juga adab terhadap guru Antum ini harus diperhatikan, adab terhadap teman Antum satu angkatan atau satu halaqah dengan Antum ini juga harus diperhatikan. Kalau kita memperhatikan adab-adab dalam menuntut ilmu maka ini adalah bentuk pengagungan kita terhadap ilmu itu sendiri.

Tapi kalau kita katanya ingin menuntut ilmu tapi tidak memperhatikan adab-adabnya, memperlakukan gurunya sebagaimana dia memperlakukan temannya dia bergaul dengan teman-temannya yang satu halaqah satu guru seperti ketika dia bergaul dengan seorang bawahannya tidak ada penghormatan terhadap teman tidak ada penghormatan terhadap guru, maka orang yang demikian tidak akan mendapatkan ilmu agama.

Orang yang demikian berarti dia tidak mengagungkan ilmu ketika dia tidak menggunakan adab-adab dalam menuntut ilmu maka berarti dia tidak mengagungkan ilmu dan orang yang demikian maka dia tidak akan mendapatkan ilmu.

قال ابن القيم في كتابه مدارج السَّالكين

Berkata Ibnul Qayyim di dalam kitab beliau Madarijus Salikin

أدبُ المرء عنوان سعادته وفلاحه

Adab seseorang itu adalah ciri dari kebahagiaan dia dan kesuksesan dia.

Ciri orang bahagia itu ketika kita lihat dia beradab dan orang yang beradab maka dia akan sukses, orang yang menjaga adabnya dalam menuntut ilmu maka dia akan sukses di dalam menuntut ilmu. Ini bukan ucapan orang biasa ini ucapan Ibnul Qayyim murid dari Syaikhul Islam, orang yang beradab maka itu menunjukkan kebahagiaan dia dan menunjukkan tentang kesuksesan dia itu akan membawa kepada kesuksesan dia.

وقِلَّةُ أدبه عنوان شقاوته و بَوَاره

Dan tidak beradabnya seseorang atau sedikitnya adab seseorang itu adalah ciri kecelakaan dia dan kebinasaan dia, orang yang sedikit adabnya itu menunjukkan tentang kecelakaan apalagi orang yang tidak punya adab.

فما ٱستُجْلِبَ خير الدُّنيا والآخرة بمثل الأدب

Maka tidak didapatkan kebaikan dunia dan akhirat seperti adab, maksudnya adalah kebaikan dunia dan akhirat itu didapatkan dengan adab.

Orang yang beradab ketika di dunia, dia sopan dia rajin biasanya ini lebih disenangi oleh orang, kita memberikan kepadanya itu tidak ragu-ragu orangnya dikenal baik orangnya dikenal beradab orangnya dikenal menghormati sama kita, kasih dan berikan kepada orang tersebut dan kita tidak akan ragu-ragu memberikan kepada orang tersebut, ini kebaikan dunia.

Kebaikan akhirat termasuk di antara ilmu agama kalau seorang murid dia beradab kepada gurunya sopan kepada gurunya menjaga adab-adab sebagai seorang murid maka dengan mudahnya guru tadi akan memberi apa yang dia miliki.

ولا ٱستُجْلِبَ حرمانهما بمثل قِلَّة الأدب

Dan tidak diharamkan dari kebaikan dunia dan akhirat dengan sebab seperti kurangnya adab, yaitu dengan sebab kekurangan adab seseorang akhirnya dia diharamkan dari kebaikan dunia dan juga kebaikan akhirat, karena dia tidak sopan karena dia tidak menjaga adab sehingga kebaikan dunia tidak dia dapatkan dan dalam masalah akhirat juga tidak dia dapatkan.

والمرء لا يسمو بغير الأدبِ
وإن يكن ذا حَسَبٍ و نسبٍ

Seseorang itu tidak akan tinggi derajatnya tanpa adab (dia bisa tinggi derajatnya kalau dengan adab) meskipun dia adalah orang yang punya kedudukan dan dia punya nasab.

Dia punya kedudukan tapi kalau dia tidak punya adab rendah di hadapan manusia, orang kaya tapi dia ucapannya tidak sopan dia pejabat tapi dia tidak sopan tidak menghormati orang lain maka dia menjadi rendah derajatnya di hadapan manusia.

Meskipun dia punya nasab yang bagus, itu keluarga bapak Fulan bin Fulan tapi dia seperti itu, rendah di hadapan orang lain karena dia tidak memiliki adab. Tapi sebaliknya seorang anak orang yang miskin orang yang tidak punya kedudukan tapi dia dikenal sopan di hadapan manusia, tindak-tanduknya ucapannya terhadap yang lebih tua terhadap gurunya maka dia memiliki derajat yang tinggi, anak ini sopan anak ini beradab.

وإنَّما يصلُح للعلم من تأدَّب بآدابه في نفسه ودرسه، ومع شيخه وقريبه

Sesungguhnya pantas untuk mendapatkan ilmu orang yang beradab dengan adab-adab ilmu baik adab dia terhadap dirinya sendiri, dia menjaga muruah dia menjaga kehormatan dia sebagai seorang penuntut ilmu jangan dia samakan dia dengan orang lain dia sebagai seorang penuntut ilmu yang dia bawa adalah ilmu yang dia pelajari adalah ilmu, harusnya berbeda antara sikap dia dengan orang lain, harus nampak pengaruh dari ilmu tersebut pada dirinya.

Demikian pula adab dia ketika dars ketika di dalam halaqah ilmu dia harus nampakkan adab-adab ilmu konsentrasi terhadap ilmu menghadap kepada gurunya mencatat tidak menyibukkan diri dengan yang lain

ومع شيخه

dan juga adab ketika bersama gurunya

وقريبه

dan adab dia bersama teman-temannya.

Yang berhak mendapatkan ilmu yang bisa mendapatkan ilmu adalah orang-orang yang mereka menjaga adab-adab tersebut.

قال يوسف بن الحسين

Berkata Yusuf Ibnul Husain

بالأدب تفهم العم

Dengan adab kamu bisa memahami ilmu.

Ini ucapan yang agung, dengan adab Antum bisa memahami ilmu kalau kita tidak beradab maka kita tidak bisa memahami ilmu berarti harusnya belajar adab dulu baru kita bisa mendapatkan ilmu, mempelajari adab-adab sebagai seorang penuntut ilmu barulah kita bisa mendapatkan ilmu sebagaimana nanti ada ucapan para Salaf yang menunjukkan tentang pentingnya mempelajari adab.

لأنَّ المتأدِّب يرُىٰ أهاً للعلم فَيُبذلُ له

Karena orang yang beradab berarti dia dilihat orang yang pantas untuk mendapatkan ilmu tadi maka diberikan kepadanya.

Ada seorang murid misalnya datang kepada gurunya dia mengatakan Syaikhuna semoga Allāh ﷻ menjagamu semoga Allāh ﷻ memberikan kebaikan kepadamu, tadi ada yang Ana permasalahkan ada satu yang Ana kurang paham  tentang masalah ini, dia beradab dalam bertanya maka dengan senang hati guru tadi akan memberikan apa yang dia miliki.

Tapi ketika datang yang kedua dia mengatakan Syaikh atau Ustadz tadi Antum bilang dalam majelis demikian demikian itu kan bertentangan dengan Firman Allāh ﷻ itu bertentangan dengan hadits, kan Imam Nawawi mengatakan demikian tapi Ustadz Fulan kemarin mengatakan demikian Ustadz, ini tidak beradab. Kalau terlihat murid tadi tidak beradab maka guru tadi dia tidak akan mau menjawab dan akan tidak rela untuk memberikan ilmunya kepada murid tadi, yang seperti ini tidak berhak untuk mendapatkan ilmu.

Yang pertama karena dia beradab maka dia mendapatkan ilmu tapi yang kedua sama-sama bertanya tapi tanpa adab maka dia pun tidak akan mendapatkan ilmu, dia mau belajar sama siapa saja kalau demikian caranya maka dia tidak akan diberikan.

وقليل الأدب يُعزُّ العلمُ أن يُضيَّعَ عنده

Orang yang beradab maka dia akan pantas untuk mendapatkan ilmu tadi maka diberikan, tapi orang yang tidak beradab sayang diberikan kepada orang tadi karena dia tidak punya adab, seandainya itu diberikan kepadanya maka ini akan disia-siakan oleh orang tersebut makanya

بالأدب تفهم العم

dengan adab engkau bisa memahami ilmu.

ومن هنا كان السَّلف – رحمهم الله – يعتنون بتعلُّم الأدب، كما يعتنوون بتعلُّم العلم

Dari sinilah para Salaf dahulu mereka memperhatikan tentang masalah mempelajari adab sebagaimana mereka memperhatikan dalam masalah mempelajari ilmu, jadi sebagaimana mereka punya perhatian besar mempelajari  ilmu demikian pula mereka punya perhatian besar dalam masalah mempelajari adab, belajar adab dulu baru mempelajari ilmu

قال ابن سيرينَ كانوا يتعلَّمون الهدى كما يتعلَّمون العلم

Dahulu mereka mempelajari adab sebagaimana mereka dahulu mempelajari ilmu.

Jadi kadang dalam majelis ilmu dia melihat dulu bagaimana adab guru tersebut bagaimana adab murid-murid yang ada di sekitarnya kepada gurunya, kalau baca kitab itu seperti itu awalnya demikian dan demikian  kalau mau bertanya kepada guru caranya seperti itu kalau mau meminta izin kepada guru caranya seperti itu, dia belajar dulu mereka mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu.

بل إنَّ طائفةً منهم يُقدِّمون تعلُّمه علىٰ تعلُّم العلم

Bahkan sebagian mereka mendahulukan untuk mempelajari adab terlebih dahulu sebelum mempelajari ilmu.

Karena seperti tadi kalau kita tidak belajar adab dulu langsung kita menuntut ilmu, bertanya tidak beradab mengoreksi kesalahan guru tidak beradab ketika dia murajaah dengan teman-temannya juga tidak beradab akhirnya hancur rusak semuanya, tapi kalau dia mempelajari adab terlebih dahulu maka dia bisa mendapatkan ilmu InsyaAllāh.

قال مالك بن أنسٍ لفتًى من قريشٍ

Berkata Malik ibn Anas kepada seorang pemuda dari Quraisy

يا ابن أخي، تعلَّمِ الأدب قبل أن تتعلَّمَ العلم

Wahai anak saudaraku hendaklah engkau mempelajari adab sebelum engkau mempelajari ilmu.

و كانوا يُظهِرون حاجتهم إليه

Dan mereka dahulu (para Salaf) menampakkan kebutuhan mereka dan keperluan mereka terhadap adab. Mereka menampakkan bahwasanya mereka sangat membutuhkan dan sangat memerlukan adab ini.

قال مَخْلَد بنُ الحسين لابنِ المبارك يومًا

Pada suatu hari Makhlad Ibn Husein berkata kepada Ibnul Mubarak

نحن إلىٰ كثيرٍ من الأدب أحوج منَّا إلىٰ كثيرٍ من العلم

padahal ini sama-sama ulama Ibnul Mubarak dengan Makhlad Ibnu Husein, mereka menampakkan kebutuhan mereka terhadap ilmu.

“Kita ini lebih butuh untuk mempelajari adab dari pada mempelajari banyak ilmu”

Kita ini masih perlu banyak belajar tentang masalah adab, padahal ini para ulama mereka mengatakan demikian, karena dengan adab ini maka mereka bisa mendapatkan ilmu kalau tidak punya adab maka tidak mendapatkan ilmu.

و كانوا يُوصون به، و يُرشدون إليه

Bahkan mereka dahulu mewasiatkan untuk mempelajari adab dan menunjukkan orang lain supaya mempelajari adab.

قال مالكٌ

Berkata Malik

كانت أُمِّي تعَمِّمُني، وتقول لي: ٱذهبْ إلىٰ ربعيةَ – تعني ابنَ أبي عبد الرَّحمن فقيهَ أهلِ المدينة في زمنه – فتعلَّم من أدبه قبل علمه

Imam Malik mengatakan dahulu ibunya mendandani beliau memakaikan imamah (sorban) pada beliau, dipakaikan Sorban supaya menghadiri majelis ilmu berarti dia masih kecil tapi sudah mulai belajar.

Ketika ibunya sambil memakaikan sorban maka ibunya berkata kepada Imam Malik, pergi kamu ke majelisnya Rabi’ah, ini menunjukkan bagaimana seorang ibu karena anaknya mau berjuang mau menuntut ilmu agama demikian dia menghormati dan menyayangi anaknya, didandani rapi dan disuruh untuk pergi ke majelisnya Rabi’ah.

Rabi’ah ini adalah Ibnu Abdirrahman seorang ahli fiqih di kota Madinah di zamannya, gurunya Imam Malik, kemudian kata ibunya tadi, belajarlah darinya adab sebelum ilmunya. Kamu pergi ke sana sebelum belajar ilmunya pelajari dulu tentang adab-adab beliau, bagaimana beliau mengajar bagaimana beliau bermuamalah dengan murid-muridnya bagaimana beliau duduk bersama yang lain bagaimana tawadhu’nya beliau dan seterusnya, sebelum kamu mencari ilmunya pelajari dulu adab beliau. Ini menunjukkan bagaimana dahulu ibunda para ulama mereka menekankan tentang masalah adab ini kepada anak-anaknya sebelum ilmu.

فإنما حُرِم كثيرٌ من طلبة العصر العلمَ بتضييع الأدب

Sesungguhnya banyak di antara penuntut ilmu di zaman sekarang mereka tidak mendapatkan ilmu karena mereka menyia-nyiakan adab, menyia-nyiakan adab dalam bermajelis menyia-nyiakan adab bersama gurunya bersama dirinya.

أشرفَ اللَّيث بن سعدٍ علىٰ أصحاب الحديث

Al-Laits Ibn Sa’ad rahimahullāh beliau datang kepada orang-orang yang mereka adalah penuntut ilmu Hadits (murid-muridnya), orang-orang yang mereka datang dari tempat yang jauh untuk mencari ilmu hadits. Al-Laits Ibn Sa’ad termasuk ulama hadits, ketika beliau datang melihat mereka

فرأىٰ منهم شيئًا كأنَّه كرهه

ketika melihat mereka beliau melihat ada sesuatu yang beliau benci, ada sikap dan adab yang beliau benci tidak beradab ketika ada seorang gurunya

فقال: ما هٰذا؟

Beliau mengatakan; Apa ini?

أنتم إلىٰ يسيرٍ من الأدب، أحوج إلى كثيرٍ من العلم

Kalian ini lebih butuh kepada sedikit adab daripada banyak ilmu.

Artinya sebelum kalian mempelajari ilmu dari para ulama hadits hendaklah kalian ini belajar sedikit tentang adab, bagaimana adab ketika bertemu guru bagaimana adab misalnya ketemu beliau di jalan apa yang harus dilakukan, ketika beliau datang apa yang harus dilakukan, apakah ketika bermajelis termasuk adab seseorang meninggalkan majelis sebelum gurunya, ini disampaikan oleh para ulama ada adabnya, jangan sampai gurunya masih ada disitu kita bubar duluan meninggalkan gurunya dalam keadaan sendiri, harusnya biarkan beliau pergi dulu baru setelah itu kita meninggalkan majelis.

Syaikh Ushaimi pernah beliau marah-marah di majelis karena beliau belum pergi dari majelisnya sudah ada yang bubar duluan sudah meninggalkan majelis, akhirnya beliau berbicara panjang lebar menyampaikan tentang harusnya apa yang dilakukan, adab apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang penuntut ilmu.

Makanya di sini Al-Laits Ibn Sa’ad beliau mengatakan Apa ini? kalian kepada sedikit adab itu lebih kalian butuhkan daripada banyak ilmu, sedikit adab maka kalian akan mendapatkan ilmu tapi kalau kalian tidak punya adab maka tidak akan mendapatkan ilmu.

فماذا يقول اللَّيث لو رأىٰ حال كثيرٍ من طاَّب العلم في هٰذا العصر؟

Lalu bagaimana seandainya Al-Laits Ibn Sa’ad Al-Misriy beliau melihat keadaan kebanyakan para penuntut ilmu di masa kita sekarang ini.

Mungkin saat itu yang beliau lihat adalah sesuatu yang ringan tidak beradab tapi masih ringan dan sekarang lebih parah lagi, terkadang dalam majelis ilmu dia tersenyum sendirian ternyata di depannya ada HP di depannya ada komputer, sementara gurunya sedang mengajar dia senyum dan yang lebih parah lagi ada yang tertawa terbahak-bahak.

Ini pemandangan yang sangat tidak mengenakkan dan tidak beradab, atau dia sibuk bicara dengan orang lain di dalam bermajelis ilmu ini juga suatu yang tidak beradab, lalu bagaimana seandainya Al-Laits Ibn Sa’ad melihat keadaan yang seperti itu.

Semoga Allāh subhanahu wa ta’ala membimbing kita semuanya kepada jalan yang lurus.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى