Halaqah 32 ~ Cara Mewujudkan Beriman Dengan Takdir Allah Bag 5

Halaqah 32 ~ Cara Mewujudkan Beriman Dengan Takdir Allah (Bag 5)

📘 Halaqah Silsilah Ushulus Sunnah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله


Berkata Al Imam Ahmad bin Hambal

وَأَنْ لَا يُخَاصِمَ أَحَدًا وَلَا يُنَاظِرَهُ، وَلَا يَتَعَلَّمَ اَلْجِدَالَ.

Dan janganlah seseorang dia berdebat dengan orang lain atau bermunadhoroh/sama maknanya berdebat,

وَلَا يَتَعَلَّمَ اَلْجِدَالَ.

Dan juga mempelajari bagaimana dia berdebat.

Ini bukan termasuk manhaj dan cara ahlu Sunnah wal jama’ah, kebiasaan mereka adalah menyerahkan diri, adapun suka membangkang ini menampakkan bahwasanya dia lebih paham bermunadhoroh, sedikit² dia menantang, dia belajar/membaca tujuannya bukan mencari kebenaran tetapi ingin mencari letak kesalahan/ingin mencari subhat. Membaca Al-Qur’an atau mendengarkan ceramah dia ingin mencari subhat apa yang kira² bisa sebarkan kepada orang tersebut ini kebiasaan Ahlu bid’ah, beliau mengingatkan bahwa seseorang jangan sampai berdebat berjidal tujuannya bukan untuk mencari kebenaran tetapi sekedar hanya debat kusir, ini bukan kebiasaan Ahlu Sunnah, maka hati² berdebat tentang masalah takdir, debat tentang masalah sifat Allāh ﷻ.

Sehingga dahulu para Imam, bukan kebiasaan mereka berdebat dengan ahlu bid’ah. Ada sebagian ahlu bid’ah yang datang kepada Imam Malik ada yang datang kepada salaf yang lain seperti Ayyub Astiani, mengatakan kepadanya dengarkan kepadaku meskipun satu kali, maka Ayyub Astiani mengatakan aku tidak akan mendengar darimu meskipun hanya separuh kali, kita adalah orang² yang yakin aqidah sami’na wa athona, ini adalah Al-Qur’an, ini adalah hadits pemahaman para salaf, itulah yang Haq, tidak butuh dengan jidalnya Ahlu bid’ah.

فَإِنَّ اَلْكَلَامَ فِي اَلْقَدَرِ وَالرُّؤْيَةِ وَالْقُرْآنِ وَغَيْرِهَا مِنْ اَلسُّنَنِ مَكْرُوهٌ

Karena sesungguhnya berbicara tentang masalah takdir (berdalam²an) masalah takdir dan juga masalah rukyah/melihat Allāh dan juga Al-Qur’an adalah Kalamullah, dan juga syari’at² yang lain,

مَكْرُوهٌ وَمَنْهِيٌّ عَنْهُ

Ini adalah perkara yang makruh/yang diharamkan.

Karena para salaf ketika mereka mengatakan itu makruh maksudnya adalah diharamkan.

وَمَنْهِيٌّ عَنْهُ،

Dan ini dilarang.

Maksudnya adalah berdebat didalam masalah² Ini, maksudnya bukan ingin mencari kebenaran, kita dilarang untuk berdalam²an dan melakukan perdebatan didalam masalah takdir ini. Kita lakukan adalah beriman dan menyerahkan diri.

لَا يَكُونُ صَاحِبُهُ -وَإِنْ أَصَابَ بِكَلَامِهِ اَلسُّنَّةَ- مِنْ أَهْلِ اَلسُّنَّةِ حَتَّى يَدَعَ اَلْجِدَالَ وَيُسَلِّمَ وَيُؤْمِنَ بِالْآثَارِ

Tidaklah seseorang meskipun yaitu orang yang berjidal/berdebat tadi, meskipun ucapannya sesuai dengan Sunnah/benar tapi dia tidak menjadi ahlu Sunnah sampai dia meninggalkan Jidal dan menjadi orang yang menyerahkan diri dan beriman dengan Al Atsar/hadits-hadits Nabi ﷺ.

Ini peringatan yang sangat penting dari Al Imam Ahmad bin Hambal menunjukkan kepada kita tentang pentingnya kita menyerahkan diri kepada Allāh dan beriman dan seseorang tidak melakukan Jidal/munadhoroh/debat yang tercela yang tidak terpenuhi didalamnya syarat² yang mu’tabar yang telah disampaikan oleh para ulama. Allāhu ta’ala alam.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى