Ahlus Sunnah Mengajak kepada Akhlak yang Baik | Halaqah 194

Halaqah 194 ~ Ahlus Sunnah Mengajak kepada Akhlak yang Baik

📘 Halaqah Silsilah Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله


Halaqah yang ke-194 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh.

Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, beliau mengatakan,

وَيَدْعُونَ إِلَى مَكَارِمِ الأَخْلاقِ

“Mereka Ahlus Sunnah mengajak kepada akhlak-akhlak yang baik.”

Makārim (مَكَارِمِ) ini adalah jamak dari makrumah (مَكْرُمَة), jamak dari makrumah (مَكْرُمَة).

Mereka yaitu Ahlus Sunnah mengajak, mendakwahkan kepada akhlak yang baik.

Akhlak yang baik mereka secara umum, mereka mengajak manusia untuk berakhlak dengan akhlak yang baik. Karena Nabi ﷺ tidak diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak manusia.

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَق

“Aku diutus oleh Allāh ﷻ untuk menyempurnakan (مَكَارِمَ الأَخْلاَق).”

Akhlak yang mulia itu sudah ada.

Sudah ada orang yang memiliki sifat akhlak yang mulia. Maka Nabi ﷺ diutus untuk menyempurnakan. Yang sebelumnya seseorang sudah pemaaf, lebih sempurna lagi dia memaafkan. Karena sebelumnya mungkin memaafkannya Allāhu a’lam niatnya apa. Tapi setelah turun Al-Qur’ān, maka hendaklah seseorang memaafkan karena Allāh ﷻ

Di antara bentuk akhlak yang baik yang mereka perintahkan adalah dermawan, jujur, amanah, berdasarkan banyak dalīl yang memang mengajak kita untuk memiliki akhlak yang baik.

Dan di dalam sebuah hadīts Nabi ﷺ ketika Beliau ﷺ ditanya oleh sebagian sahabat,

Ya Rasūlullāh,

أَكْثَرُ مَا يُدخلُ الناسَ الْجَنَّةَ

“Apa sesuatu yang paling banyak menjadikan manusia masuk ke dalam Surga?”

Maka Beliau ﷺ mengatakan,

تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ

“Dua perkara yaitu takwa kepada Allāh ﷻ dan juga berakhlak yang baik.”

Berarti di antara hal yang memasukkan seseorang ke dalam Surga adalah akhlak yang baik. Oleh karena itu Ahlus Sunnah wal Jamā’ah mereka mengajak kepada akhlak yang baik.

Lihat bagaimana Ahlus Sunnah wal Jamā’ah di mana-mana, bagaimana mereka menjaga ucapan mereka, mereka menjaga perbuatan mereka, tentunya sesuai dengan kemampuan mereka dan bukan berarti di sini kita menganggap bahwasanya mereka ma’shum dan tidak punya salah.

وَمَحَاسِنِ الأَعْمَالِ

“Dan mereka mengajak kepada amalan-amalan yang baik.”

Seperti shalat, puasa, zakat, dan amalan-amalan shalih yang lain.

وَيَعْتَقِدُونَ مَعْنَى قَوْلِهِ ﷺ

Dan mereka meyakini makna dari ucapan Nabi ﷺ ,

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Orang yang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya.”

Ini diyakini oleh Ahlus Sunnah wal Jamā’ah, mereka ingin mendapatkan derajat keimanan yang tinggi. Dengan cara apa? Dengan cara memperbaiki akhlak. Dan ini menunjukkan bahwasanya Ahlus Sunnah harusnya mereka memang menjadi teladan.

Sebagaimana mereka mempelajari akidah yang benar, maka harusnya terlihat pada diri mereka kesempurnaan akhlak (kebaikan akhlak).

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Orang yang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.”

Dan ini juga menunjukkan bahwasanya sangat erat antara hubungan aqidah dengan akhlak. Kalau seseorang sempurna keimanannya, maka dia akan semakin baik akhlaknya. Dan semakin rendah keimanannya, maka akan semakin jelek akhlaknya.

Mereka Ahlus Sunnah wal Jamā’ah,

وَيَنْدُبُونَ إِلَى أَنْ تَصِلَ مَنْ قَطَعَكَ

Ayo, kita yang merasa dirinya Ahlus Sunnah wal Jamā’ah, lihat bagaimana beliau mensifati Ahlus Sunnah wal Jamā’ah.

وَيَنْدُبُونَ

Mereka menyuruh orang lain, yaitu mengajak orang lain, untuk menyambung orang yang memutusnya.

أَنْ تَصِلَ مَنْ قَطَعَكَ

“Mereka menyuruh untuk menyambung orang yang memutus.”

Meskipun mereka memutus persaudaraan dengan dirimu, menganggap kamu bukan saudaranya dan seterusnya, Ahlus Sunnah mengajak mereka untuk menyambung tali silaturahim.

Betapa banyak ketika kita ditanya atau yang lainnya ditanya tetang terjadi permasalahan antara saya dengan kakak saya, antara saya dengan adik saya dan seterusnya, kemudian dijawab oleh para asatidzah bahwasanya kita harus menjaga tali silaturahim di antara kita, dan kalau memang kita bisa memaafkan, kita maafkan.

Sehingga benar ucapan beliau bahwasanya Ahlus Sunnah wal Jamā’ah, mereka menyuruh kita untuk menyambung orang yang memutus kita.

Lihat di sini,

أَنْ تَصِلَ مَنْ قَطَعَكَ

“Engkau menyambung orang yang memutusmu.”

Dia sudah memutus, dia tidak mau berhubungan dengan kita, dia tidak mau melihat kita. Tapi kita berusaha untuk menyambungnya, dengan cara berziarah, kita datang dan duduk santai dengan beliau, atau memberikan hadiah dan seterusnya. Itu dilakukan oleh Ahlus Sunnah wal Jamā’ah. Mereka berusaha untuk menyambung orang yang memutus diri mereka sendiri.

وَتُعْطِيَ مَنْ حَرَمَكَ

“Dan kita menyuruh orang lain untuk memberi kepada orang yang mengharamkan dirinya.”

Ada sebagian orang berjanji untuk tidak memberikan kepada kita sesuatu. Kalau memang orang tersebut melakukannya, maka justru kita berikan kepada dia. Meskipun dia tidak mau memberikan kepada diri kita.

Dia sudah berjanji mungkin untuk tidak memberikan kepada kita sesuatu. Tapi kita kalau memang melihat dia sangat membutuhkan, maka kita tidak ganti atau dendam kemudian kita tidak memberi kepada orang tersebut. Tetap kita berikan orang yang telah mengharamkan kita.

وَتَعْفُوَ عَمَّنْ ظَلَمَكَ

Dan engkau memberikan maaf kepada orang yang telah menzhalimi dirimu.

Ini tiga perkara, ada yang mengatakan ini adalah kunci dari akhlak yang baik di sini, yaitu:

⑴ Engkau menyambung orang yang memutusmu.
⑵ Memberi orang yang tidak mau memberimu.
⑶ Dan engkau memaafkan orang yang telah menzhalimi dirimu.

Engkau maafkan.

Ini adalah tentunya perkara yang berat.

Antum lihat tiga perkara ini.

√ Dia memutus kita, kita menyambung.
√ Dia tidak mau mengasih kita, kita justru memberikannya.
√ Dia menzhalimi kita, justru kita memaafkan dia.

Ini kalau bukan orang yang sampai derajat yang tinggi dalam keakhlakan, niscaya dia tidak akan bisa melakukan yang demikian.

Ahlus Sunnah mereka menyuruh dan meminta orang lain untuk menyambung apa yang diputus, dan memberi orang yang telah mengharamkan, dan seterusnya.

Dan Allāh ﷻ mengatakan,

وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ

“Dan orang yang mereka suka memaafkan orang lain.” (QS. Al-‘Imrān:134)

Dan orang yang memaafkan orang lain, yaitu orang yang menzhalimi kita khususnya, ini orang yang pertama kali merasakan faidahnya adalah diri kita sendiri sebagai orang yang memaafkan. Karena orang yang memaafkan, maka dia tidak akan ada dendam di dalam dirinya, tidak ada yang dia pikirkan. Dia bisa untuk memikirkan yang lain yang jauh lebih penting daripada hanya sekedar dendam kepada Fulan dan Fulan.

Tapi orang yang di dalam dirinya ada dendam dan tidak mau memaafkan orang lain, maka kita lihat dia dalam keadaan resah, apa yang harus saya lakukan biar dia cepat mati misalnya, karena di dalam dirinya ada dendam terhadap orang lain. Sehingga justru sebagian orang, ketika dia ada dendam, dia tidak bisa tidur, yang dia pikirkan adalah bagaimana dia bisa memudharati, dan seterusnya, atau membuat makar dan seterusnya, maka dia tidak bisa tidur.

Adapun orang yang memaafkan, maka dengan tenangnya dia tidur di malam hari, sudah Ana halalkan si Fulan dan si Fulan.

Perlu diketahui juga bahwasanya akhlak yang baik, yang didorong oleh Ahlus Sunnah wal Jamā’ah, ini termasuk perkara yang berat timbangannya di sisi Allāh ﷻ kelak di hari kiamat.

Sebagaimana sabda Nabi ﷺ ,

مَا مِنْ شَيْءٍ يُوضَعُ فِي مِيزَانِ الْعَبْدِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ

“Tidak ada sesuatu yang diletakkan di timbangan kelak, yang lebih berat daripada akhlak yang baik.”

Maka berusahalah ikhwah, untuk memiliki akhlak yang baik. Kita sebagai Ahlus Sunnah wal Jamā’ah yang mengaku meniru Rasūlullāh dan juga para sahabat, hendaklah kita memiliki akhlak yang baik ini kepada orang lain.

Dan intinya pada tiga perkara tadi:

√ Engkau menyambung orang yang memutusmu.
√ Engkau memberi kepada orang yang mengharamkanmu.
√ Dan memaafkan orang yang menzhalimi dirimu.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى