Halaqah 154 ~ Ikhtilaf tentang Siapa yang lebih utama antara Utsman bin Affan dengan Ali bin Abi Thalib radhiyallāhu ‘anhum Bag 02

Halaqah 154 ~ Ikhtilaf tentang Siapa yang lebih utama antara Utsman bin Affan dengan Ali bin Abi Thalib radhiyallāhu ‘anhum Bag 02

📘 Halaqah Silsilah Ilmiyah – Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله


Halaqah yang ke-154 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh.

Beliau menyebutkan sebuah permasalahan yang penting diketahui oleh seorang muslim yaitu tentang masalah ikhtilaf Ahlussunnah Wal Jama’ah tentang siapa yang lebih afdhal Utsman atau Ali.

وَإِنْ كَانَتْ هَذِه الْمَسْأَلَةُ ـ مَسْأَلَةُ عُثْمَانَ وَعَلِيٍّ ـ لَيْسَتْ مِنَ الأُصُولِ الَّتِي يُضَلَّلُ الْمُخَالِفُ فِيهَا عِنْدَ جُمْهُورِ أَهْلِ السُّنَّةِ

Setelah kita mengetahui tentang akhir dari pendapat Ahlussunnah Wal Jama’ah setelah khilaf mereka sebelumnya perlu diketahui bahwasanya permasalahan ini yaitu permasalahan Utsman dan juga Ali siapa yang lebih afdhal di antara keduanya, kata beliau

لَيْسَتْ مِنَ الأُصُولِ

permasalahan ini bukan termasuk pokok, karena beliau di sini dalam aqidah Al-Washithiyyah ini menyebutkan tentang ushul (pondasinya) aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah, dan beliau mengingatkan di sini bahwasanya permasalahan ini bukan termasuk ushul, karena kalau masalah ushul diselisihi maka yang menyelisihi bisa menjadi ahlul bida dan apa yang dia yakini termasuk kebid’ahan di dalam agama ini, tapi ini bukan termasuk ushul, masalah siapa yang lebih afdhal Ali atau Utsman maka ini bukan termasuk ushul

الَّتِي يُضَلَّلُ الْمُخَالِفُ فِيهَا

yang disesatkan orang yang menyelisihi di dalam permasalahan ini, orang yang mengatakan Utsman itu lebih afdhal daripada Ali maka orang yang menguatkan pendapat Ali lebih afdhal tidak boleh mengatakan mereka ini sesat dan sebaliknya juga orang yang mengatakan bahwasanya Utsman itu lebih afdhal daripada Ali tidak boleh dia mengatakan bahwasanya orang yang mengatakan Ali lebih afdhal daripada Utsman ini adalah orang yang sesat, makanya beliau mengatakan

لَيْسَتْ مِنَ الأُصُولِ الَّتِي يُضَلَّلُ الْمُخَالِفُ فِيهَا

ini bukan termasuk pondasi yang disesatkan orang yang menyelisihi di dalam masalah ini, jadi jangan kita tergesa-gesa kalau misalnya di sana ada ahlussunnah yang mengatakan bahwasanya Ali lebih afdha daripada Utsman jangan kita tergesa-gesa mengatakan ini Syiah, ini permasalahan qodim terjadi khilaf memang di antara ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah. Seandainya di sana dan sekarang ternyata masih ada di antara Ahlussunnah Wal Jama’ah yang mendahulukan Ali di atas Utsman maka tidak boleh dikatakan dia adalah orang yang sesat, kalau memang dia berdasarkan ilmu bukan berdasarkan hawa nafsu

عِنْدَ جُمْهُورِ أَهْلِ السُّنَّةِ

menurut mayoritas ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah. Jadi menurut mayoritas ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah ini bukan termasuk ushul (pondasi) yang kalau ada yang menyelisi kita di dalam permasalahan ini dia dikatakan sebagai orang yang sesat, ini perlu dipahami. Yang menjadikan seseorang sesat

لَكِنِ الَّتِي يُضَلَّلُ فِيهَا: مَسْأَلَةُ الْخِلاَفَةِ

akan tetapi permasalahan yang menjadikan orang yang menyelisihi di dalamnya adalah dikatakan dia adalah orang yang sesat itu adalah permasalahan khilafah.

Jadi di sana ada dua permasalahan yang harus kita pahami, masalah khilafah (kekhilafahan) dengan masalah tafdhil (keutamaan), kalau masalah keutamaan maka sudah kita katakan tadi yang paling utama adalah Abu Bakar kemudian Umar kemudian Utsman dan juga Ali dan di sana ada perselisihan diantara ahlussunnah dulunya tentang siapa yang lebih afdhal antara Utsman dengan Ali, adapun masalah khilafah maka tentang masalah siapa yang berhak menjadi khalifah setelah Rasulullāh ﷺ Ahlussunnah Wal Jama’ah mengatakan Abu Bakar, kalau ada di sana yang mengatakan bahwasanya yang menjadi khalifah setelah Rasulullāh ﷺ yang berhak adalah Ali misalnya maka kita katakan dengan tegas bahwasanya orang yang mengatakan demikian adalah orang yang sesat, atau lebih khusus lagi ucapan beliau

لَكِنِ الَّتِي يُضَلَّلُ فِيهَا: مَسْأَلَةُ الْخِلاَفَةِ

maksudnya adalah siapa yang berhak menjadi khalifah setelah Umar apakah Utsman atau Ali, itu maksudnya karena ini yang dibicarakan tentang masalah Utsman dan juga Ali, masalah siapa yang lebih afdhal ini khilaf tapi tentang masalah khilafah siapa yang berhak menjadi khalifah setelah Umar maka ahlussunnah mengatakan Utsman bin Affan, tidak ada diantara mereka yang mengatakan Ali Bin Abi Thalib, kalau misalnya ada diantara orang atau diantara manusia yang mengatakan Ali yang lebih berhak daripada Utsman maka dia dianggap orang yang sesat.

Berarti di sini lebih khusus lagi yaitu tentang siapa yang berhak menjadi khalifah setelah Umar apakah dia Usman atau Ali, ahlussunnah semuanya sepakat yang berhak adalah Utsman bin Affan sebagaimana ini adalah ijma para sahabat dan juga para tabi’in membaiat Utsman radhiyallāhu ta’ala ‘anhu menunjukkan bahwasanya beliaulah yang lebih berhak dengan kekhilafahan daripada Ali Bin Abi Thalib radhiyallāhu ta’ala ‘anhu.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى