Halaqah 82 ~ Dalil yang Menunjukkan Sifat Kalam Bagi Allah ﷻ Bag 03

Halaqah 82 ~ Dalil yang Menunjukkan Sifat Kalam Bagi Allah ﷻ Bag 03

📘 Halaqah Silsilah Ilmiyah – Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله


Halaqah yang ke-82 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh.

Pembahasan tentang sifat kalam bagi Allāh ﷻ, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh membawakan banyak ayat yang berkaitan atau yang menetapkan tentang sifat kalam bagi Allāh ﷻ

وَقَوْلُـهُ : وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا

Dan Firman Allāh ﷻ; Dan Allāh ﷻ berbicara kepada Musa تَكْلِيمًا, ini juga termasuk dalil yang menunjukkan bahwasanya Allāh ﷻ memiliki sifat kalam, memiliki sifat taklīm, dan Allāh ﷻ berbicara kepada Musa dengan sebenar-benar pembicaraan, تَكْلِيمًا disini adalah untuk menguatkan, dia adalah mashdar yang didatangkan untuk menguatkan seperti kita mengatakan

ضرب زيد عمرا ضربا

Maksudnya adalah benar-benar memukul

وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا

Allāh ﷻ berbicara kepada Musa dengan sebenar-benarnya, dan yang seperti ini dalam bahasa Arab itu untuk menegaskan bahwasanya ini bukan majas, dan diantara faedahnya didalam bahasa Arab seandainya kita menerima apa yang dinamakan dengan majas maka kalau sudah ada penguat (taukid) seperti ini menunjukkan bahwasanya ini tidak mungkin dibawa kemakna yang majas, bahkan orang-orang yang mereka menyatakan adanya majas ketika mereka melihat yang seperti ini mereka memahami bahwasanya ini adalah menafikan adanya majas, ketika ada taukid seperti ini.

Seperti dalam ucapan kita misalnya

جاء زيد زيد

Diulang kata Zaid dua kali, dan ini adalah menunjukkan taukid (menguatkan) berarti di sini tidak ada majas, yang datang itu ya benar-benar Zaid bukan utusannya bukan suratnya tapi yang datang benar-benar Zaid tidak ada majas disini, atau kita mengatakan

جاء زيد نفسه

Datang Zaidun dirinya sendiri, berarti di sini ada taukid juga dan maknanya adalah penguatan tidak menerima di sini yang dinamakan dengan majas, dan disini Allāh ﷻ mengatakan

وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا

Dan Allāh ﷻ berbicara kepada Musa dengan sebenar-benarnya, menunjukkan bahwa Allāh ﷻ benar-benar berbicara kepada Musa.

Ada sebagian ahlu bid’ah mentahrif dengan tahrif yang lafdziy, lafadznya diubah oleh dia karena dia sudah punya akidah meyakini bahwasanya Allāh ﷻ itu tidak berbicara sehingga ketika membaca Firman Allāh ﷻ

وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا

Syaithan berbisik dan membisikkan kepadanya bahwasanya ini bacanya bukan وَكَلَّمَ اللَّهُ tapi membacanya adalah وَكَلَّمَ اللَّهَ karena dia mungkin sudah belajar nahwu dan sudah belajar tentang fa’il dan juga maf’ul dan tanda i’rabnya maka dia menggunakan ilmu ini tapi ternyata dia mengikuti hawa nafsunya, jadi ilmu yang dia pelajari digunakan untuk menguatkan kebid’ahannya, menguatkan hawa nafsunya, jadilah yang berbicara adalah Musa, Musa berbicara kepada Allāh ﷻ dengan sesungguhnya, dengan sebenar-benarnya, ini adalah termasuk tahrif terhadap kalāmullāh, mengubah-ngubah Al-Qur’an supaya sesuai dengan hawa nafsunya, dan orang yang demikian tidak akan beruntung, pasti di sana ada dalil yang membantah, dalil yang menentang apa yang dia ucapkan, karena dia mengikuti hawa nafsu, dan itu qa’idah, tidaklah seorang ahlu bid’ah mendatangkan syubhat merubah-rubah makna Al-Qur’an dan juga hadits kecuali di sana ada dalil yang membantah syubhat tadi.

Kalau memang ini dibaca وَكَلَّمَ اللَّه مُوسَى تَكْلِيمًا bagaimana dia membaca Firman Allāh ﷻ yang nanti akan disampaikan dan didatangkan oleh beliau

وَلَمَّا جَاء مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ

Dan ketika Musa datang sesuai dengan perjanjian dengan kami dan Rabb nya berbicara kepadanya, silakan dia mendatangkan seluruh qa’idah yang dia tahu di dalam bahasa Arab bagaimana cara membaca وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ, tidak ada yang benar kecuali sebagaimana yang Allāh ﷻ sebutkan وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ, Rabb nya Musa berbicara kepada Musa, tidak mungkin dia akan merubah sebagaimana dalam ayat yang pertama dan membacanya وَكَلَّمَهُ رَبّهُ, kalau dia merubahnya menunjukkan bahwasanya dia tidak bisa bahasa Arab, itu menunjukkan tentang kebodohan dia, ini akibat orang yang mengikuti hawa nafsu pasti di sana akan terbantahkan dengan dalil yang lain, ini menunjukkan tentang kesempurnaan Al-Qur’an Kitābullah

مَا فَرَّطنَا فِى الكِتَبِ مِن شَيءٍ

kami tidak meninggalkan sedikitpun, artinya seluruhnya dijelaskan oleh Allāh ﷻ.

Oleh karena itu orang yang benar-benar mempelajari Al-Qur’an sunnah, mempelajari lebih dalam tentang agama ini semakin yakin tentang kebenaran agama ini, dan semuanya bisa dibantah dengan dalil yang shahih dengan pemahaman yang shahih kalau kita benar-benar mempelajari agama ini dengan baik, sebagaimana para ulama mereka mempelajari agama ini dengan baik sehingga setiap syubhat yang datang mereka tahu bagaimana cara membantahnya dan mengetahui letak kesalahan dari syubhat tadi.

Dan membantah syubhat ini pernah terjadi di zaman dahulu ketika terjadi perdebatan antara seorang yang menafikan sifat Kalam bagi Allāh ﷻ dan seorang Ahlussunnah Wal Jama’ah, ahlu bid’ah tadi mengatakan seandainya engkau membaca Firman Allāh وَكَلَّمَ اللَّه مُوسَى تَكْلِيمًا, kemudian Ahlussunnah ini mengatakan seandainya aku membaca demikian apa yang aku lakukan terhadap Firman Allāh وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ maka seorang mu’tazilah ini dia tidak bisa berbicara karena memang tidak bisa dibaca kecuali dengan bacaan ini وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ yaitu Rabb nya Musa berbicara kepada Musa ‘alaihissalam.

وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا

Ini adalah kelebihan Nabi Musa ‘alaihissalam, keutamaannya Allāh ﷻ berbicara kepada beliau, dan ini tidak semua yang demikian, bahkan para nabi sekalipun tidak semuanya Allāh ﷻ berikan kelebihan kepada mereka Allāh ﷻ berbicara langsung kepada mereka, ini hanya sebagian nabi saja, makanya setelahnya beliau mendatangkan Firman Allāh ﷻ

وَقَوْلُـهُ
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۘ مِّنْهُم مَّن كَلَّمَ اللَّهُ

Itu adalah para rasul kami mengangkat sebagian mereka di atas sebagian yang lain di antara mereka ada yang Allāh ﷻ berbicara kepadanya, berarti disini adalah kelebihan keutamaan yang Allāh ﷻ berikan kepada sebagai Rasul, ada diantara mereka yang diajak bicara oleh Allāh ﷻ secara langsung dan ada yang tidak, di antaranya adalah Nabi Musa ‘alaihissalam sehingga beliau adalah Kalimullah orang yang pernah diajak bicara oleh Allāh ﷻ, dan nabi kita Muhammad ﷺ  juga termasuk yang pernah diajak bicara oleh Allāh ﷻ, demikian pula Nabi Adam ‘alaihissalam berdasarkan dalil-dalil maka beliau yaitu Nabi Adam ‘alaihissalam kemudian Nabi Musa ‘alaihissalam dan Nabi kita Muhammad ﷺ  ini termasuk yang pernah diajak bicara oleh Allāh ﷻ secara langsung.

Kalau misalnya maksudnya adalah seperti ucapan mereka Musa berbicara kepada Allāh ﷻ maka hamba-hamba Allāh ﷻ mereka berbicara kepada Allāh ﷻ bukan hanya Nabi Musa ‘alaihissalam, ketika seseorang berdoa kepada Allāh ﷻ dan mengatakan Ya Rabb, Allahumma ya Allāh ﷻ berbicara kepada Allāh ﷻ, semua hamba-hamba Allāh ﷻ mereka berdoa kepada Allāh ﷻ berbicara kepada Allāh ﷻ, jadi banyak diantara mereka yang berbicara kepada Allāh ﷻ, seandainya maksudnya adalah Musa berbicara kepada Allāh ﷻ maka ini bukan kelebihan bukan keutamaan yang hanya beliau miliki saja tapi ini banyak dimiliki oleh hamba-hamba Allāh ﷻ. Sehingga ucapan mereka bahwasanya Musa yang berbicara kepada Allāh ﷻ ini adalah ucapan yang bathil, ini adalah mengikuti hawa nafsu karena mereka ingin menafikan sifat kalam dari Allāh ﷻ

مِّنْهُم مَّن كَلَّمَ اللَّهُ ۖ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ

Dan Allāh ﷻ mengangkat sebagian mereka beberapa derajat.

Semua nabi dan para rasul mereka adalah sebaik-baik manusia, diantara seluruh manusia ini yang paling baik adalah para nabi dan juga para rasul dan diantara mereka sendiri bertingkat-tingkat

تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ

Sebagian mereka kami utamakan di atas sebagian yang lain.

Meyakini tentang hal ini tidak masalah, inilah yang ditunjukkan oleh dalil yaitu menyakini bahwa hanya sebagian nabi itu lebih afdhal daripada sebagian yang lain, yang paling afdhal adalah Ulul Azmi, mereka adalah Nabi Nuh Ibrahim Musa ‘Isa dan juga Nabi kita Muhammad ﷺ, dan yang paling afdhal di antara para Ulul Azmi adalah Nabi Ibrahim dan juga Nabi Muhammad ﷺ  karena keduanya adalah kekasih Allāh ﷻ, dan yang paling afdhal diantara keduanya adalah Nabi kita Muhammad ﷺ, yang dilarang adalah beriman dengan sebagian Rasul dan kufur kepada sebagian yang lain, ini yang dilarang, inilah yang dimaksud dengan Firman Allāh ﷻ

لَا نُفَرِّقُ بَيۡنَ أَحَدٖ مِّن رُّسُلِهِ

Kami tidak membeda-bedakan diantara para Rasul

Maksudnya tidak membeda-bedakan adalah kami tidak seperti Ahlu kitab yang mereka beriman dengan sebagai Rasul dan kufur dengan sebagai yang lain, beriman kepada Nabi Musa kufur kepada Nabi Muhammad ﷺ, beriman kepada Nabi Musa kufur kepada Nabi ‘Isa seperti orang-orang Yahudi, atau seperti orang-orang nashara beriman dengan Nabi Musa Nabi ‘Isa tapi tidak beriman dengan Nabi Muhammad ﷺ, ini tidak boleh, ini termasuk tafriq (membeda-bedakan) antara para rasul, adapun meyakini bahwasanya sebagian mereka lebih afdhal daripada sebagian yang lain maka inilah yang ditunjukkan oleh dalil.

وَلَمَّا جَاء مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ

Dan ketika datang Musa, لِمِيقَاتِنَا mendatangi mīqat Kami yaitu tempat perjanjian antara Allāh ﷻ dengan Musa ‘alaihissalam, dan Rabb nya berbicara kepadanya.

Ini jelas menunjukkan bahwasanya Allāh ﷻ berbicara kepada Nabi Musa ‘alaihissalam dan menunjukkan bahwasanya Allāh ﷻ berbicara kapan saja Allāh ﷻ menghendaki, disini Allāh ﷻ berbicara waktunya adalah ketika Musa datang dan Allāh ﷻ berbicara kepada siapa yang Dia kehendaki, dan dengan cara yang Allāh ﷻ kehendaki dengan suara yang keras atau dengan suara yang rendah, dan isinya juga sesuai dengan kehendak Allāh ﷻ.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى