Halaqah 01 ~ Biografi, Nama, Gelar, Nasab, Guru, Murid Penulis Kitab

Halaqah 01 ~ Biografi Nama, Gelar, Nasab, Guru, Murid Penulis Kitab

📘 Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah Bagian Pertama

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله


Halaqah yang pertama dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullāh.

Dan pada kesempatan kali ini yang akan kita sampaikan adalah tentang biografi dari Mu’allif yaitu Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah.

Dan ini adalah apa yang sudah kita biasakan selama ini sebelum kita membahas sebuah kitab terlebih dahulu kita mengenal siapa pengarang kitab ini, supaya kita juga mengetahui tentang kedudukan kitab ini. Dan di antara faedah yang lain juga ketika kita mempelajari biografi para ulama, apalagi mereka adalah ulama-ulama yang sudah dikenal ketakwaannya, ilmunya, dan telah diambil faedahnya oleh banyak kaum muslimin, maka tentunya di dalam pembacaan biografi mereka ini akan banyak pelajaran yang bisa kita ambil, yang dengannya seseorang akan semakin semangat didalam menuntut ilmu, semakin bersabar apabila mereka membaca tentang kesabaran para ulama didalam menuntut ilmu, dalam mengajarkan ilmu, didalam berdakwah.

Maka beliau rahimahullāh, nama beliau adalah Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Abdullah bin Al Khadr bin Muhammad bin Al Khadr bin Ali bin Abdullah bin Taimiyyah Al Harani. Ada yang mengatakan bahwasanya kenapa beliau dikenal dengan Ibnu Taimiyyah, siapakah Ibnu Taimiyyah, ada yang mengatakan bahwasanya laqab Taimiyyah bahwa kakek beliau yang kelima yaitu Muhammad Ibnu Khadr pernah beliau melakukan haji melalui sebuah daerah yang dinamakan dengan Taima’. Kemudian di sana beliau melihat seorang anak wanita dan ketika beliau pulang kembali mendapatkan bahwasanya istri beliau sudah melahirkan yaitu melahirkan seorang anak wanita. Kemudian beliau mengatakan “Ya Taimiyah! Ya Taimiyah!” menisbahkan anak tersebut kepada Taima’, dan Taima’ ini adalah sebuah daerah dekat Tabuk sehingga dilaqabi dengan Taimiyah.

Kemudian beliau dilahirkan pada hari Senin, 10 bulan Rabi’ul Awal pada tahun 661 Hijriyah di Harran, dan Harran ini termasuk daerah Syam. Dan laqob beliau adalah Syaikhul Islām, Syaikhul Islām Taqiyuddin, sehingga terkadang dalam penyebutan beliau sebagian ulama mengatakan qāla Syaikhul Islām atau mengatakan qāla taqiyuddin dan semisalnya atau terkadang menyebutkan kunyah beliau yaitu Abul Abbas, lakoqnya Syaikhul Islām Taqiyuddin dan kunyahnya adalah Abul Abbas.

Tentang makna Syaikhul Islām ada yang mengatakan bahwasanya dinamakan Syaikhul Islām, Syaikh itu artinya adalah orang yang sudah tua dan ada yang mengatakan seseorang dinamakan Syaikhul Islām karena dia adalah syaikhun fil islām qad syāba, dia adalah orang yang sudah memasuki waktu tua yaitu sebagai seorang yang sudah syaikh yaitu sudah tua dan beliau beda dengan yang lain yaitu beda dengan orang-orang yang sebaya dengan beliau yang biasanya mungkin yang namanya pemuda ini bergelimang dengan syahwatnya dengan nafsunya adapun beliau maka berbeda dengan pemuda-pemuda yang lain sehingga dinamakan dengan Syaikhul Islām, ada yang mengatakan demikian.

Dan ada yang mengatakan bahwasanya seseorang dinamakan Syaikhul Islām karena dia adalah tempat kembalinya manusia yaitu dalam bertanya, dalam bertanya tentang hukum-hukum Islam, mereka kembalinya kepada orang tersebut tentunya setelah Allāh ﷻ. Kembali kepada Allāh ﷻ kemudian menjadikan beliau-beliau ini yang dilaqobi oleh manusia oleh para ulama dengan Syaikhul Islām karena ketika ada sesuatu mereka kembali kepada para ulama tadi, bertanya kepada mereka dan menjadikan mereka sebagai sandaran di dalam bertanya. Ini di antara sebab kenapa dinamakan seseorang sebagai Syaikhul Islām, dan Al-Imam as Syafi’I, Al-imam Ahmad bin Hanbal dan selain keduanya sudah menggunakan istilah Syaikhul Islām ini sejak dahulu, ini bukan sesuatu yang baru yang ada di zaman Ibnu Tamiyah.

Dan tentang keluarga beliau, ini adalah keluarga yang dikenal dengan keluarga ālu Taimiyyah, ālu artinya adalah keluarga, dan kakek dari Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah yaitu Abdus Salam beliau adalah seorang ulama, beliau adalah Abul Barakat Majduddin, termasuk ulama Hanabilah yang dikenal dan diantara karangan-karangan beliau adalah المنتقى من أخبار مصطفى yang di Syarah dan dijelaskan oleh Asy-Syaukani di dalam kitab beliau Nail al-Authar syarh Muntaqa al-Akhbar, yaitu kakek Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.

Bapak beliau yaitu Abdul Halim, beliau adalah Syihabuddin dan ini laqob beliau, namanya Abdul Halim dan kunyah beliau adalah Abul Mahasin dan beliau menjadi seorang ulama juga setelah bapaknya dan mengajarkan kepada kedua anaknya, kedua anaknya adalah Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah Abul Abbas kemudian saudara beliau yaitu Abu Muhammad. Saudara Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah Abu Muhammad ini, beliau juga seorang ulama yang mempelajari mazhab Hanbali dan dikenal dengan kepandaiannya juga di dalam ilmu agama.

Jadi kalau kita melihat bapaknya, kakeknya, saudaranya, maka keluarga ini adalah keluarga yang berbarokah yaitu keluarga yang memperhatikan tentang masalah agama, masalah ilmu, dan ini yang seharusnya dilakukan oleh seseorang, bagaimana dia menjadikan keluarga dan mendidik keluarganya ini untuk cinta dengan ilmu agama semenjak mereka masih kecil. Dan tentunya ini semuanya bisa dilakukan kalau kita bisa menjadi qudwah, bisa menjadi contoh yang baik bagi anak-anak kita.

Apabila anak-anak kita melihat kita sibuk dengan mendengarkan ceramah, sibuk menulis, sibuk menyampaikan ilmu, maka ini memiliki pengaruh yang besar terhadap anak-anak kita. Tapi kalau kita dilihat oleh anak-anak kita sibuk dengan perkara-perkara yang tidak bermanfaat, menonton sesuatu yang tidak bermanfaat bahkan bersama-sama dengan mereka maka ini mereka akan mencontoh apa yang kita lakukan.

Diantara guru-guru beliau disebutkan oleh murid beliau yaitu Ibnu Abdil Hadi, bahwasanya guru-guru Syaikhul Islām ini lebih dari 200, di antara guru beliau adalah Syamsuddin Abu Muhammad Abdurrahman Ibnu Qudamah al-Maqdisi yang meninggal pada tahun 682 Hijriyah. Kemudian di antara guru beliau adalah Abdus Shomad Ibnu Asyakir ad-Dimasyqi 686 Hijriyah dan disana ada Syamsudin Abu Abdillah Muhammad Ibnul Qawi al-Mardawi yang meninggal pada tahun 703 Hijriyah.

Adapun murid-murid beliau maka telah berguru dari Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah banyak ulama yang kita insyaAllāh mengenal mereka dan nama-nama mereka tidak asing di telinga kita, ternyata mereka ini adalah murid-murid dari Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullāh. Diantaranya adalah Ibnu Abdil Hadi meninggal tahun 744 Hijriyah, disana ada Adz-Dzahabi 748 hijriyah, di sana ada Ibnul Qoyyim yang meninggal 751 Hijriyah, di sana ada Ibnu Muflih yang mengarang الآداب الشرعية yang meninggal pada tahun 763 Hijriyah, dan di sana ada Ibnu Katsir yang memiliki tafsir Ibnu Katsir, ternyata beliau adalah juga murid dari Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah meninggal pada tahun 774 Hijriyah.

Ini menunjukkan tentang keberkahan Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah bagaimana beliau bisa dengan izin Allāh ﷻ, karunia dari Allāh ﷻ mencetak para ulama-ulama yang mereka mutkin, mumpuni di dalam ilmunya dan dikenal dengan ketakwaannya dan kesungguhannya dalam menyebarkan ilmu, tentunya kita khususnya para du’ad dan juga para thulabul ilm ingin memiliki murid-murid yang demikian, murid-murid yang berbarokah yang menyampaikan ilmu setelahnya, maka kita tiru apa yang dilakukan oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah. Tentunya tidaklah keluar ulama-ulama seperti mereka ini kecuali ketika mereka memiliki qudwah yang baik, memiliki guru yang bisa ditiru dari sisi ilmunya, dari sisi ketakwaannya, dari sisi akhlaknya dan juga perlu seorang guru memperhatikan tentang keikhlasannya dalam mengajarkan ilmu kemudian juga memperhatikan kesungguhannya dalam mengajarkan ilmu.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A