Halaqah 68 ~ Landasan Ketiga Ma’rifatul Nabiyyikum Muhammadin – Hukum Hijrah | HSI BA

📘 Silsilah Ilmiyyah Belajar Aqidah
🔊 Halaqah 68 ~ Landasan Ketiga Ma’rifatul Nabiyyikum Muhammadin – Hukum Hijrah

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه

Halaqah yang ke-68 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Penjelasan Kitāb Al Ushūlu AtsTsalātsah wa Adillatuhā yang dikarang oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb At Tamimi rahimahullāh.

Kalau misalnya satu diantara dua syarat melakukan hijrah tidak ada, maka berubah hukumnya menjadi mustahab. Misalnya dia tinggal di negeri kafir, negeri syirik, tapi dia masih bisa menampakkan syiar agamanya. Disana ada beberapa masjid yang besar, orang Islam kalau waktunya shalat mereka datang ke situ melakukan shalat dan tidak dilarang, adzan diperbolehkan meskipun tidak boleh dikeraskan tapi diperbolehkan untuk melaksanakan syiar-syiar agama tersebut.

Meskipun dia memiliki kemampuan untuk hijrah tapi kalau di daerah tersebut dia masih bisa menampakkan syiar agamanya maka dalam keadaan demikian belum wajib hukumnya bagi dia untuk melakukan hijrah. Tapi dianjurkan, dianjurkan bagi dia untuk melakukan hijrah tapi tidak sampai kepada kewajiban.

Atau yang kedua tidak bisa menampakkan syiar agamanya dan dia tidak memiliki kemampuan untuk hijrah, mustahab tadi kalau masih bisa menampakkan agamanya, tapi kalau dia tidak bisa menampakkan syiar agamanya dan di waktu yang sama dia tidak memiliki kemampuan untuk hijrah, mungkin karena dia lemah, sakit fisiknya, atau dia tidak memiliki pengetahuan jalan menuju tempat hijrahnya, maka dalam keadaan demikian dia mendapatkan udzur. Gugur kewajiban dia untuk melakukan hijrah ma’fun, dimaafkan, ma’dzurun, dan dia mendapatkan uzur. Jadi bisa wajib bisa mustahab berarti yang ketiga bisa tidak diwajibkan dan tidak di mustahabkan kalau memang dia tidak memiliki kemampuan untuk hijrah artinya kalau dia tetap disana dia dalam keadaan tidak berdosa.

Berarti disini beliau ingin menyampaikan kepada kita tentang satu diantara hukumnya yaitu faridho dia adalah wajib atas umat ini

من بلد الشرك إلى بلد الإسلام

Dari negeri yang syirik, negeri yang syirik ini adalah negeri yang sebagian besar penduduknya adalah orang-orang musyrikin, meskipun ada disana orang Islam mungkin satu atau dua atau sepuluh tapi sebagian besar penduduknya adalah musyrikin, maka ini dinamakan dengan بلد الشرك dinamakan dengan بلد الكفر negeri yang kufur atau negeri yang syirik, meskipun pemimpinnya adalah seorang muslim. Kalau sebagian besar penduduknya adalah musyrikin maka dia adalah بلد الشرك, بلد الكفر.

Raja Najasyi yang masuk Islam, beriman dengan Rasulullah ﷺ maka Ethiopia meskipun rajanya adalah seorang yang beriman, seorang muslim, tapi dia tidak dinamakan sebagai بلد الإسلام, dia adalah بلد الشرك, بلد الكفر karena sebagian besar penduduknya adalah musyrikin.

إلى بلد الإسلام

ke negeri yang islam yang, sebagian besar penduduknya adalah muslimin, mereka melakukan shalat melaksanakan syiar-syiar Islam, maka kita meninggalkan negeri syirik menuju negeri Al-Islam

وهي باقية إلى أن تقوم الساعة

Dan kewajiban hijrah ini dengan keadaan seperti ini dengan dua syarat ini maka dia akan terus disyariatkan baik hukumnya wajib maupun hukumnya mustahab tadi.

وهي باقية

Maka dia akan terus ada tetap disyariatkan

إلى أن تقوم الساعة

Sampai datangnya الساعة. Syariat hijrah ini akan terus ada terkadang hukumnya wajib dan terkadang hukumnya mustahab, maka ini akan terus ada sampai hari kiamat.

Beliau kemudian mendatangkan dalil, dan dalil yang belum datangkan adalah dalil yang berkaitan dengan masalah yang pertama tentang hukum hijrah bahwasanya dalam satu keadaan hukumnya bisa wajib, akan beliau datangkan dalilnya. Permasalahan yang kedua yang ingin beliau datangkan dalilnya adalah tentang bahwasanya hijrah ini

باقية إلى أن تقوم الساعة

dia akan terus ada sampai datangnya hari kiamat. Jadi dia bukan kewajiban yang dilakukan oleh Nabi ﷺ dan para sahabat kemudian setelah itu tidak ada kewajiban hijrah, tidak, bukan sebuah ibadah yang sudah dilakukan oleh Nabi ﷺ dan para sahabat kemudian tidak disyariatkan untuk umat setelah mereka, tidak, tapi hijrah ini kalau memang di sana ada sebabnya maka terus akan disyariatkan sampai الساعة yang dimaksud dengan الساعة disini maksudnya adalah qobla الساعة waktu menjelang terjadinya الساعة yaitu tiupan sangkakala yang pertama.

Akan terus di syariatkan hijrahnya, jadi dia adalah syariat bukan khusus bagi Rasulullah ﷺ dan juga para sahabatnya. Selama masih ada di sana sebab yang mengharuskan seseorang untuk hijrah maka disyariatkan untuk hijrah, terkadang sampai pada derajat wajib dan terkadang sampai derajat mustahab, ini yang ingin beliau datang kan dalilnya disini.

 

الله تعالى أعلم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته



Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى