Halaqah 188 ~ Ahlu Sunah Melaksanakan Haji, Jihad, Sholat Jumat, dan Hari Raya bersama Umara Bag 03

Halaqah 188 ~ Ahlu Sunah Melaksanakan Haji, Jihad, Sholat Jumat, dan Hari Raya bersama Umara Bag 03

📘 Halaqah Silsilah Ilmiyah – Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله


Halaqah yang ke-188 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh.

Nabi ﷺ mengatakan:

لا طاعةَ لمخلوقٍ في معصيةِ الخالقِ

Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam berbuat maksiat terhadap al-khāliq yaitu terhadap Allāh ﷻ.

Tidak ada ketaatan kepada makhluk, pemerintah, penguasa, para suami, kalau itu di dalam perbuatan maksiat kepada Allāh ﷻ. Ketaatan kepada Allāh ﷻ harus didahulukan di atas ketaatan kita kepada orang tua kita, ketaatan kita kepada suami kita ketaatan kita kepada pemerintah kita.

Dan di dalam syariat ini yaitu di dalam perintah untuk mendengar dan tata kepada penguasa ini maslahat untuk kita semua. Kemaslahatan untuk umat muslimin kalau kita mau dan semuanya mau taat kepada penguasanya, pemerintah di dalam kebaikan, maka di sana ada amal shalih, maslahat-maslahat yang banyak yang bisa kita dapatkan.

Bisa bayangkan ketika rakyat mereka melaksanakan kewajiban mendengar dan taat kepada penguasa dan tidak memberontak kepada penguasa. Maka akan terjadi ketenangan kenyamanan di negeri tersebut sehingga mereka bisa melaksanakan banyak hal mulai dari pendidikan ekonomi kesehatan bisnis semuanya jalan ketika negeri tersebut aman.

Tapi ketika kita diuji dengan ketidak amanan karena sebab sebagian rakyat mereka membangkang, pemberontak. Apa yang terjadi? Ekonomi jadi mandek. Siapa di antara kita yang berani untuk keluar ke pasar membeli atau menjual, ketika kita mengetahui bahwasanya di pasar atau di dekat pasar terjadi saling tembak menembak antara pemberontak dengan penguasa. Kita akan lebih memilih diam di rumah daripada kita termudharati daripada kita terbunuh.

Siapa di antara kita yang berani ke kantornya atau ke sekolahnya ketika dia tahu bahwa di perjalanan banyak terjadi huru hara. Terkadang seseorang di pukul dan dia tidak tahu kenapa dia dipukul, terkadang seseorang dibunuh dan dia tidak tahu siapa yang membunuhnya dan kenapa dia dibunuh.

Nah, ini ketika terjadi ketidak amanan karena ulah sebagian orang yang dia melakukan itu di atas kebodohan di atas hawa nafsu makanya yang terjadi adalah kerusakan. Bukan hanya masalah itu saja bahkan yang namanya ibadah juga terganggu dengan sebab ketidak amanan.

Bagaimana kita bisa melakukan muhadharah tablik akbar, daurah di sebuah masjid, kita belajar sama-sama di situ kalau perjalanan atau jalan menuju ke masjid tersebut atau di luar masjid terjadi keributan. Seandainya kita di dalam halaqah dia tidak akan konsentrasi dan tidak merasa nyaman. Apalagi memikirkan keluarga yang di rumah. Bagaimana mualim bisa mendatangi tempat tersebut? Bagaimana dia bisa berdakwah? Bagaimana kita bisa belajar? Sehingga sebenarnya syariat ini adalah untuk kemaslahatan kita sendiri.

Jadi jangan dibayangkan ketika Allāh ﷻ menyuruh kita untuk mendengar dan taat kepada penguasa dan Nabi ﷺ menyuruh kita untuk mendengar dan taat kepada penguasa, berarti ini memberikan hawa atau memberikan nafas untuk penguasa tersebut.
Bukan untuk kepentingan diri kita sendiri bukan untuk maslahat penguasa tersebut, kemudian dia mengatakan enak dong jadi penguasa karena di dalam Islām diperintahkan kita untuk mendengar dan taat kepada penguasa. Bukan itu, yang pertama kali merasakan manfaatnya adalah kita sendiri sebagai rakyat sehingga Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu di dalam ucapan beliau dan meskipun sebagian menyebutkan bahwasanya ucapan beliau adalah di dalam sanadnya ada kelemahan tapi maknanya shahih.

Beliau mengatakan:

لا إسلام إلا بجماعة

“Tidak ada Islām kecuali kalau kita bersatu”

Bersatu antara kaum muslimin dengan penguasanya, rakyatnya dengan penguasanya. Bersatu di antara kaum muslimin

ولا جماعة إلا بإمارة

Tidak ada jama’ah kecuali dengan adanya kepemimpinan.

Tidak mungkin seseorang atau sebuah kelompok sekecil apapun kalau tidak ada pemimpin maka segera bubar. Keluarga kelompok yang terkecil harus ada pemimpinnya kalau di situ ada bapaknya berarti bapaknya menjadi yang menjadi pemimpin kalau tidak ada ibunya untuk memimpin anak-anak.

Harus ada pemimpin apalagi kelompok yang besar sebuah negara, harus ada pemimpinnya yang keputusan di tangan beliau karena kalau tidak ada pemimpin maka masing-masing memberikan pendapat masing-masing memberikan usulan semaunya sendiri, karena merasa tidak ada yang menguasai dia.

Tapi kalau ada pemimpin maka dialah yang mengambil keputusan, akan berjalan urusan tapi kalau ribut dan tidak ada yang menengahi maka yang terjadi adalah kehancuran akhirnya terpecah-pecah mungkin terbagi menjadi dua setelah itu yang ini juga terpecah menjadi dua yang ini juga terpecah dan seterusnya ini karena tidak ada pemimpin.

Kemudian beliau mengatakan,

ولا إمارة إلا بسمع بطاعة

“Dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan mendengar dan taat.”

Kalau pemimpin ada tapi kita tidak mendengar dan taat, tidak ada manfaatnya. Ada pemimpin tapi kita tidak mau mendengarkan peraturannya, sama saja, sama saja tidak ada pemimpin. Fungsi dan faedah diangkatnya pemimpin adalah untuk didengar dan ditaati. Lihat hubungan antara tegaknya Islām dengan mendengar dan taat kepada penguasa.

Pertama beliau mengatakan:

لا إسلام إلا بجماعة ، ولا جماعة إلا بإمارة ، ولا إمارة إلا بسمع بطاعة

Tegaknya Islām sangat erat hubungannya dengan mendengar dan taatnya kita kepada penguasa kita, jangan diremehkan tentang masalah mendengar dan taat kepada penguasa. Ini adalah untuk kepentingan kita sendiri.

Makanya sebagian mengatakan:

ستون سنة من إمام جائر خير من ليلة واحدة بلا إمامة

“Enam puluh tahun bersama seorang pemimpin yang zhalim itu lebih baik daripada satu malam tapi tidak ada pemimpin.”

Enam puluh tahun waktu yang lama kita dipimpin oleh seorang pemimpin yang zhalim, muslim tapi dia zhalim maka itu lebih baik daripada satu malam tidak ada pemimpin (tidak ada penguasa).

Karena ketika tidak ada penguasa meskipun hanya satu malam kehancuran dan kerusakan yang akan terjadi tapi kalau kita memiliki pemimpin meskipun dia adalah seorang bukan orang shalih tapi dia adalah orang yang zhalim maka maslahat banyak yang akan kita dapatkan.

Kemudian Al-Hasan Al-Basri beliau mengatakan tentang pemimpin.

هم يلُونَ من أمورِنا خمسًا: الجمعةُ والجماعةُ والعيدُ والثغُو والحدود

“Mereka mengurus dari urusan kita lima perkara, mereka mengurus shalat jumat kita, mengurus shalat jamaah kita, mengurus hari raya kita, mengurus perbatasan kita dan mengurus penegakan hukuman di antara kita.”

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى