Halaqah 182 ~ Ahlu Sunah Ber-amar Ma’ruf Nahi Mungkar Bag 01

Halaqah 182 ~ Ahlu Sunah Ber-amar Ma’ruf Nahi Mungkar Bag 01

📘 Halaqah Silsilah Ilmiyah – Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله


Halaqah yang ke-182 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh.

Masuk kita pada pembahasan yang baru yang berkaitan dengan bahwa Ahlus Sunnah wal Jamā’ah mereka Beramar ma’ruf nahi mungkar.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, beliau mengatakan:

ثُمَّ هُم

Kemudian mereka, yaitu Ahlus Sunnah wal Jamā’ah, Al-Firqatu An-Najiyyah, Ath-Thaifah Al-Manshurah.

مَّعَ هّذِهِ الأُصُولِ

Bersama dengan pondasi-pondasi ini, karena beliau sebelumnya menyebutkan pondasi-pondasi aqidah Ahlus Sunnah wal Jamā’ah

و من الأُصُولِ، و من الأُصُولِ

Termasuk di antara pondasi, termasuk di antara pokok aqidah Ahlus Sunnah wal Jamā’ah adalah demikian dan demikian. Mereka melaksanakan pondasi-pondasi tersebut, mempraktikkan pokok-pokok tersebut.

Bersamaan dengan itu,

يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ، وَيَنْهَونَ عَنِ الْمُنْكَر

Bersamaan dengan itu mereka memerintahkan yang lain untuk melakukan kebaikan, artinya mereka mendakwahkan aqidah yang mereka pelajari, yang mereka dalami bukan hanya untuk diri mereka sendiri tapi mereka menyuruh orang lain dengan kebaikan, menyuruh mereka untuk berpegang teguh dengan dalīl, menyuruh mereka untuk mengimani sifat Allāh ﷻ, menyuruh mereka untuk meyakini bahwasanya iman adalah bertambah dan juga berkurang.

Mereka يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ memerintahkan kepada kebaikan. Apa yang mereka pelajari mereka sampaikan kepada orang lain bukan hanya untuk dirinya sendiri. Berusaha untuk menyampaikan aqidah dan menyebarkan aqidah tersebut kepada orang lain. Khususnya kepada mereka yang belum mempelajari tentang aqidah tadi.

وَيَنْهَونَ عَنِ الْمُنْكَر

“Dan mereka melarang dari kemungkaran.”

Bukan membiarkan kemungkaran, dan aqidah yang mereka pelajari tadi menuntut mereka untuk melarang orang lain dari kemungkaran.

Ketika mereka belajar dan belajar ternyata di situ ada perintah dari Allāh ﷻ untuk beramar ma’ruf nahi munkar. Mereka melarang dari kemungkaran kalau misalnya di sana ada orang yang beribadah kepada Allāh ﷻ dengan bid’ah maka mereka melarang karena aqidah Ahlus Sunnah wal Jamā’ah di antara pokok-pokok mereka adalah ittibā mengikuti Rasūlullāh ﷺ, mengikuti para sahabat dan menjauhi bid’ah-bid’ah.

Kalau misalnya di sana ada orang yang memiliki sikap yang tidak baik kepada para sahabat radhiyallāhu ‘anhum maka mereka يَنْهَونَ عَنِ الْمُنْكَر melarang dari kemungkaran.

Sebagaimana Allāh ﷻ mengatakan di dalam Al-Qur’ān mensifati orang-orang yang beriman baik laki-laki maupun wanita.

وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ

“Dan laki-laki yang beriman dan wanita yang beriman.”

بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ

“Sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain.”

Sebagian mereka mencintai sebagian yang lain, mencintai karena Allāh ﷻ, mencintai karena iman,

يَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ

“Mereka memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran.”

Menunjukkan bahwasanya sifat orang yang beriman adalah orang yang mengajak kepada kebaikan, melarang dari kemungkaran. Tidak diam dengan apa yang ada disekitarnya dan tentunya orang yang paling berhak kita beramar ma’ruf nahi mungkar kepadanya adalah keluarga kita (orang yang dekat dengan kita).

Maka mereka mengajak, menyuruh dan mendorong kepada kebaikan dan mereka melarang dari kemungkaran, ini sifat dan sikap seorang Ahlus Sunnah wal Jamā’ah, mereka tidak cuek dengan apa yang ada di sekitarnya.

Kemudian mengatakan, “Dia mau melakukan kemaksiatan atau dosa itu urusan dia, ana tidak mau mencampuri urusan dia”, ini bukan demikian sikap seorang Ahlus Sunnah wal Jamā’ah. Kalau memang aqidah yang ada pada dirinya ini adalah aqidah yang kokoh maka in syā Allāh akan membuahkan sikap beramar ma’ruf nahi mungkar.

Karena kalau aqidahnya kokoh berarti di sana ada kecintaan yang sangat kepada Allāh ﷻ dan mau berkorban untuk Allāh ﷻ sehingga dia siap untuk beramar ma’ruf nahi mungkar dan menerima resiko dari amar ma’ruf nahi mungkar, sebagai bukti kecintaan dia yang dalam kepada Allāh ﷻ.

Cinta kepada Allāh ﷻ dan senang apabila Allāh ﷻ ditaati dan benci apabila Allāh ﷻ dimaksiati ini adalah buah dari aqidah yang benar menjadikan seseorang mau beramar ma’ruf nahi mungkar dan mau menanggung risiko dari amar ma’ruf nahi mungkar tersebut. Ini adalah sifat orang yang beriman. Semakin sempurna keimanan seseorang maka semakin dia beramar ma’ruf nahi mungkar.

Dalam ayat lain Allāh ﷻ mengatakan:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ

“Kalian adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia.”

Mengapa umat Islam menyandang gelar sebaik-baik umat? Ini sifatnya تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ karena kalian itu beramar ma’ruf nahi mungkar, itu yang menjadikan kalian menjadi sebaik-baik umat.

Bukan hanya memperhatikan dirinya sendiri tapi juga memperhatikan orang lain. Bukan hanya memperhatikan keselamatan diri sendiri tetapi juga memperhatikan keselamatan orang lain.

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ

Sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri.

Sebagaimana dia senang dan bahagia mendapatkan hidayah kepada tauhid kepada sunnah, maka dia harus senang orang lain juga mendapat hidayah tauhid dan juga hidayah sunnah.

Bagaimana mereka bisa mendapat hidayah di antaranya adalah kita berusaha untuk menyampaikan tauhid dan sunnah ini kepada mereka. Ini sifat dengannya umat ini menyandang gelar خَيْرَ أُمَّةٍ.

Dan mereka وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ dan kalian beriman kepada Allāh ﷻ. Jadi mereka beramar ma’ruf nahi mungkar dan melakukan itu semua karena iman kepada Allāh ﷻ bukan karena ingin dianggap sebagai orang ‘ālim atau orang yang shalih, Masya Allāh dia mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan melarang orang lain untuk melakukan kemungkaran, bukan tujuannya supaya dianggap lebih daripada manusia yang lain.

Oh berarti dia lebih semangat untuk berbuat baik, oh berarti dia lebih meninggalkan kemungkaran, bukan itu niatnya. Niatnya adalah karena iman kepada Allāh ﷻ.

وتَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ

Amar ma’ruf nahi mungkar yang kita lakukan adalah karena Allāh ﷻ, untuk meninggikan kalimat Allāh ﷻ. Bukan untuk meninggikan derajat dirinya sendiri, bukan untuk supaya orang lain mengenal dia, supaya orang lain memuji dia, atau biar dia populer di antara manusia atau supaya mendapatkan pengikut yang banyak, bukan.

Tapi niat dia ketika beramar ma’ruf nahi mungkar adalah untuk meninggikan kalimat Allāh ﷻ karena beriman kepada Allāh ﷻ. Bahagia apabila melihat manusia berbondong-bondong bertauhid, memperlajari tauhid berbahagia ketika manusia mengikuti sunnah Rasūlullāh ﷺ di situ kebahagiaan dia ingin mencari ridha Allāh ﷻ bukan yang lain.

Di dalam ayat yang lain Allāh ﷻ mengatakan:

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌۭ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

“Hendaklah ada di antara kalian segolongan yang mereka mengajak kepada kebaikan, harus ada di antara kita orang yang mau dan menyempatkan dirinya untuk mengajak kepada kebaikan.”

Ini menunjukkan bahwasanya amar ma’ruf nahi mungkar atau berdakwah ini hukumnya adalah Fardhu Kifayyah. Kalau sudah dilakukan oleh sebagian maka gugur bagi yang lain.

Hendaklah ada segolongan kalian yang mengajak kepada kebaikan وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ dan memerintahkan kepada yang ma’ruf وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ dan melarang dari kemungkaran,

وَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

“Dan merekalah orang-orang yang beruntung.”

Yaitu orang-orang yang memiliki sifat ini, yang beramar ma’ruf nahi mungkar. Selama di antara kita ini masih ada orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar maka di situ ada kebaikan. Jangan sampai tersebar kemungkaran di sebuah daerah sementara di sana tidak ada orang yang menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى