Halaqah 92 ~ Hadits-Hadits Yang Berkaitan Dengan Penjelasan Nama dan Sifat Allah ﷻ ~ Muqoddimah

Halaqah 92 ~ Hadits-Hadits Yang Berkaitan Dengan Penjelasan Nama dan Sifat Allah ﷻ ~ Muqoddimah

📘 Halaqah Silsilah Ilmiyah – Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله


Halaqah yang ke-92 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh.

Masuk kita Insya Allāh pada pasti kita masalah pada penyebutan hadits-hadits yang merupakan hadits-hadits tentang sifat-sifat Allāh ﷻ. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh

ثُمَّ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَالسُّنَّةُ تُفَسِّرُ الْقُرآنَ، وتُبَيِّنُهُ، وتَدُلُّ عَلَيْهِ، وتُعَبِّرُ عَنْهُ

Kemudian (setelah Al-Qur’an) sunnah Rasulullāh ﷺ, dan kalimat as-sunnah diantara maknanya adalah hadits, as-sunnah secara bahasa adalah jalan (tharīqah) dan terkadang maknanya adalah al-hadits, seseorang mengatakan dalilnya adalah dari Al-Qur’an dan Sunah maksudnya adalah Al-Qur’an dan juga Hadits Nabi ﷺ.

Menurut fuqaha terkadang maknanya adalah mandub atau mustahab (sesuatu yang dianjurkan) dan ini adalah istilah yang sering dipakai oleh fuqaha, mereka mengatakan bahwasanya amalan ini adalah sunnah bukan wajib, maka yang dimaksud adalah mustahab yaitu dianjurkan. Dan terkadang makna sunnah bukan hanya hadits tapi lebih umum dari itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits, Al-Qur’an dan Hadits ini adalah sunnah Rasulullāh ﷺ

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ

maknanya adalah hendaklah kalian berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan hadits, sunnah disini adalah jalan, jalan Rasulullāh ﷺ tertuang di dalam Al-Qur’an dan juga hadits. Jadi makna sunnah terkadang hadits, terkadang maknanya adalah mustahab, terkadang maknanya Al-Qur’an dan hadits.

Tentunya makna sunnah disini adalah hadits karena sebelumnya disebutkan tentang Al-Qur’an, dan sebagaimana seseorang mengatakan ini berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah, makna as-sunnah disini adalah hadits karena dia menyebutkan Al-Qur’an sebelumnya.

ثُمَّ سُنَّةِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم

kemudian sunnah Rasulullāh ﷺ, dan ini menjelaskan kepada kita bahwasanya yang namanya nama dan juga sifat Allāh ﷻ kita tetapkan berdasarkan dalil, ini adalah tauqifiyyah artinya terima jadi berdasarkan dalil dari Al-Qur’an dan juga sunnah, sehingga setelah beliau menyebutkan dalil-dalil dari Al-Qur’an beliau menyebutkan di sini dalil-dalil dari hadits Nabi ﷺ, inilah manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah didalam masalah nama dan sifat Allāh ﷻ, karena Allāh ﷻ Dia-lah yang lebih tahu tentang diri-Nya daripada makhluk, kita mengambil sunnah karena Nabi ﷺ lebih tahu tentang diri Allāh ﷻ daripada yang lain sehingga tidak boleh dalam menetapkan nama dan juga sifat Allāh ﷻ tidak berdasarkan Al-Qur’an dan juga hadits Nabi ﷺ.

Dan ini ingin menjelaskan kepada kita bahwasanya salah orang yang tidak berdalil dengan sunnah seperti Qur’aniyyun, orang-orang yang mengaku bahwa mereka mengikuti Al-Qur’an saja dan mengatakan Al-Qur’an ini pasti benar adapun hadits mungkin salah mungkin benar sehingga mereka tidak menggunakan hadits hanya menggunakan Qur’an saja baik dalam masalah aqidah dalam masalah ibadah maupun yang lain.

Kemudian disana ada orang yang mengikuti Al-Qur’an kemudian dia beriman dengan hadits tapi ketika ada Hadits yang Shahih dari Nabi ﷺ maka mereka menta’wilnya, mereka beriman dan menetapkan hadits tersebut tetapi mereka menta’wil sesuai pemahaman mereka, dan nanti akan kita sebutkan bagaimana mereka mentakwil sifat nuzul (turun) bagi Allāh ﷻ, bagaimana mereka menta’wil sifat Al-Farah (bahagia) bagi Allāh ﷻ dan mereka beriman dengan hadits-hadits Nabi ﷺ, sama dengan kita Al-Qur’an dan hadits tapi hadits nya di ta’wil oleh mereka, disimpangkan maknanya.

Dan ada diantara mereka yang mengatakan kalau untuk mutawatir mereka terima tapi kalau haditsnya adalah hadits yang ahad mereka menolaknya, dalam masalah aqidah mereka tidak beriman dengan hadits-hadits ahad.

Maka ini semua adalah penyimpangan dan yang benar adalah yang dilakukan oleh Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, mereka beriman dengan hadits-hadits Nabi ﷺ sebagaimana mereka beriman dengan Al-Qur’an, meyakini bahwasanya hadits adalah wahyu sebagaimana Al-Qur’an adalah wahyu dan bahwasanya hadits Nabi ﷺ apabila datang kepada kita dalam keadaan shahih sesuai dengan syarat-syaratnya maka dia menghasilkan ilmu dan juga keyakinan sebagaimana Al-Qur’an juga menghasilkan ilmu dan juga keyakinan. Sehingga Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sebagaimana mereka berdalil dengan Al-Qur’an mereka juga berdalil dengan hadits Nabi ﷺ, dia adalah wahyu, Allāh ﷻ mengatakan

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ ٣

إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ ٤

[An-Najm]

Dan tidaklah dia (Muhammad ﷺ) berbicara dengan hawa nafsunya (bukan dari dirinya sendiri akal-akalan dia sendiri), tidaklah apa yang keluar dari Beliau ﷺ ini kecuali wahyu yang di wahyukan kepada Beliau ﷺ.

Maka ayat ini sharih bahwasanya apa yang datang dari Nabi ﷺ adalah wahyu sebagaimana Al-Qur’an adalah wahyu, cuma bedanya kalau Al-Qur’an seseorang dianggap beribadah ketika dia membacanya, dan satu huruf dari Al-Qur’an seorang mendapatkan pahala adapun hadits maka tidak demikian, seseorang memang mendapatkan pahala ketika dia mempelajari hadits karena ini thalabul ‘ilm tapi bukan karena membaca huruf per huruf dari hadits Nabi ﷺ. Jadi hadits Nabi ﷺ ini adalah wahyu, didalam sebuah hadits Nabi ﷺ mengatakan

أَلاَ إِنِّي أُوْتِيْتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ

Ketahuilah bahwasanya aku diberikan Al-Kitab, aku diberikan Al-Qur’an yang merupakan Wahyu, bukan hanya itu

الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ

Dan aku diberikan yang semisalnya, yang semisal dengan Al-Qur’an bersama Al-Qur’an, yaitu hadits Nabi ﷺ, yang semisal dengan Al-Qur’an adalah hadits Nabi ﷺ yaitu sebagai wahyu Allāh ﷻ sebagaimana Al-Qur’an juga wahyu Allāh ﷻ, adalah sama-sama wahyu yang Allāh ﷻ wahyukan kepada Rasulullāh ﷺ. Didalam ayat Allāh ﷻ menyebutkan tentang ucapan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam ketika beliau berdoa

رَبَّنَا وَٱبۡعَثۡ فِيهِمۡ رَسُولٗا مِّنۡهُمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَيُزَكِّيهِمۡۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ  ١٢٩

[Al-Baqarah]

Wahai Rabb kami utuslah diantara mereka seorang rasul dari mereka yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan kepada mereka ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ, yang dimaksud dengan hikmah disini adalah hadits. Dan didalam ayat yang lain ﷺ

وَأَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمۡ تَكُن تَعۡلَمُۚ وَكَانَ فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكَ عَظِيمٗا   ١١٣

[An-Nisa’]

Dan Allāh ﷻ menurunkan kepadamu ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ dan mengajarkan kepada mu apa yang sebelumnya engkau tidak tahu dan keutamaan Allāh ﷻ atasmu adalah keutamaan yang besar. Maka diturunkan kepada Nabi ﷺ dua ini ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ, al-hikmah disini adalah hadits. Didalam ayat yang lain Allāh ﷻ mengatakan kepada istri-istri Nabi ﷺ

وَٱذۡكُرۡنَ مَا يُتۡلَىٰ فِي بُيُوتِكُنَّ مِنۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ وَٱلۡحِكۡمَةِۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا  ٣٤

[Al-Ahzab]

Dan hendaklah kalian yaitu wahai istri-istri Nabi ﷺ mengingat apa yang sudah dibacakan di rumah-rumah kalian dari ayat-ayat Allāh ﷻ (Al-Qur’an) dan juga al-hikmah (hadits Nabi ﷺ), karena Beliau ﷺ tinggal di rumah-rumah istrinya secara bergantian dan di sana Beliau ﷺ membaca Al-Qur’an dan di sana beliau mungkin menyebutkan sebuah perkataan (hadits) didengar oleh istrinya, dan ini adalah keutamaan yang Allāh ﷻ berikan kepada para istri Nabi ﷺ, sehingga Allāh ﷻ menyuruh mereka untuk membaca dan mengingat apa yang sudah dibacakan di rumah-rumah mereka berupa Al-Qur’an dan juga hadits Nabi ﷺ.

Maka jelas di sini kebenaran manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di mana mereka bersandar kepada Al-Qur’an dan juga hadits-hadits Nabi ﷺ didalam beragama.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى