Halaqah 73 ~ Dalil yang Menunjukkan Sifat Istiwa Allah ﷻ

Halaqah 73 ~ Dalil yang Menunjukkan Sifat Istiwa Allah ﷻ

📘 Halaqah Silsilah Ilmiyah – Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله


Halaqah yang ke-73 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh.

Masuk insyā Allāh pada pembahasan sifat Istiwa bagi Allāh ﷻ, beliau mengatakan

وَقَوْلُهُ

Dan Firman Allāh ﷻ

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

Ar-Rahman diatas arsy Dia beristiwa.

Ini adalah ayat diantara tujuh ayat di dalam Al-Qur’an yang menunjukkan tentang sifat istiwa bagi Allāh ﷻ. Al-Istiwa secara bahasa maknanya adalah Al-‘Ulū wa Irtifa’ wa Shu’ud wa Istaqrar, disana ada empat makna yang dimiliki oleh Al-Istiwa secara bahasa, yang pertama adalah adalah Al-‘Ulū yang kedua adalah Irtifa’ dan yang ketiga adalah Ash- Shu’ud yang maknanya adalah hampir sama yaitu meninggi, adapun yang keempat Al-Istaqrar yang artinya adalah menetap, ini adalah makna istiwa secara bahasa Arab, maknanya adalah ma’lūm yaitu kita ketahui maknanya, orang yang memahami dan mempelajari bahasa Arab maka dia memahami makna istiwa ini.

Di dalam Al-Qur’an Allāh ﷻ mengatakan

لِتَسْتَوُۥاْ عَلَىٰ ظُهُورِهِۦ ثُمَّ تَذْكُرُواْ نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا ٱسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ

لِتَسْتَوُۥاْ عَلَىٰ ظُهُورِهِ

Supaya kalian beristiwa di atas punggungnya, Allāh ﷻ berbicara tentang hewan yang Allāh ﷻ ciptakan dia untuk ditunggangi oleh manusia dijadikan kendaraan, makna istiwa di dalam bahasa Arab suatu yang diketahui yaitu meninggi dan didalam ayat yang lain ketika Allāh ﷻ berbicara tentang safīnatun Nuh (kapalnya nabi Nuh Alaihissalam) Allāh ﷻ mengatakan

وَٱسۡتَوَتۡ عَلَى ٱلۡجُودِيِّۖ

Dan dia beristiwa di atas Al-Judi (nama sebuah gunung).

Inilah makna Al-Istiwa, sesuatu yang maklum, jangan seperti madzhab al-mufawwidhah (ahlut tafwidh) yang mereka mengatakan bahwasanya makna istiwa kita serahkan kepada Allāh ﷻ, kita tidak mengetahui maknanya tapi kita serahkan makna istiwa ini kepada Allāh ﷻ, kita beriman bahwasanya Allāh ﷻ beristiwa tapi makna istiwa kita serahkan kepada Allāh ﷻ, ini madzhabnya al-mufawwidhah yang mereka menyerahkan maknanya kepada Allāh ﷻ.

Harus kita bedakan antara madzhab al-mufawwidhah dengan madzhab Ahlul Sunnah Wal Jamaah, kalau Ahlul Sunnah Wal Jamaah yang mereka serahkan bukan maknanya tapi yang mereka serahkan adalah ‘ilmu al-kaifiyah yaitu ilmu tentang bagaimananya, yaitu bagaimana Allāh ﷻ beristiwa itulah yang mereka serahkan ilmunya kepada Allāh ﷻ. Kenapa mereka tidak menentukan? Karena Allāh ﷻ tidak bahkan Allāh ﷻ mengatakan لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ tidak ada yang serupa dengan-Nya, inilah madzhab Ahlul Sunnah Wal Jamaah, maka kita tetapkan istiwa bagi Allāh ﷻ sesuai dengan keagungan Allāh ﷻ tidak sama dengan istiwa yang dimiliki oleh makhluk.

Seorang raja beristiwa, seorang pengendara beristiwa di atas kendaraannya, kapan beristiwa seperti yang disebutkan di dalam ayat yaitu kapal nabi Nuh beristiwa di atas gunung Al-Judi maka, makhluk beristiwa sesuai dengan keadaannya sebagai makhluk dan Allāh ﷻ dia beristiwa sesuai dengan keagungan-Nya dan kesempurnaan-Nya, tidak ada di sana tasybih (penyerupaan) Allāh ﷻ dengan makhluk.

Adapun Al-Arsy maka maknanya secara bahasa kita juga mengetahuinya, Al-Arsy secara bahasa adalah sarīru al-malik yaitu singgasana seorang raja, ini adalah Al-Arsy maka secara bahasa Al-Arsy ini adalah ma’lum kita mengetahuinya. Dan di dalam Al-Qur’an ketika Allāh ﷻ menceritakan tentang nabi Sulaiman ‘Alaihissalam dan juga ratu Bilqis, Allāh ﷻ mengatakan

فَلَمَّا جَآءَتۡ قِيلَ أَهَٰكَذَا عَرۡشُكِۖ

فَلَمَّا جَآءَتۡ

Yaitu ketika ratu Bilqis beliau datang kepada nabi Sulaiman dikatakan kepadanya

أَهَٰكَذَا عَرۡشُكِۖ

Apakah seperti ini singgasanamu, karena saat itu dengan qudratullah (kekuasaan) Allāh ﷻ nabi Sulaiman mendatangkan arsynya (singgasananya) Bilqis sehingga datang Arsy tersebut yaitu singgasana Bilqis ke kerajaan Sulaiman ‘Alaihissalam sebelum datangnya Ratu Bilqis, maka ini menunjukkkan tentang kekuasaan Allāh ﷻ sehingga saat itu Sulaiman Alaihissalam mengatakan

أَهَٰكَذَا عَرۡشُكِۖ قَالَتۡ كَأَنَّهُۥ هُوَۚ

Maka diapun (Bilqis) mengatakan sepertinya dia adalah singgasanaku.

Kalau dia mengatakan iya dia tidak percaya karena bagaimana jarak yang demikian jauhnya dan Sulaiman juga belum pernah datang ke Bilqis bagaimana singgasananya bisa datang ke sini atau dia bisa membuat singgasana yang serupa dengan singgasana Bilqis sehingga dia mengatakan كَأَنَّهُۥ هُو sepertinya ini adalah Arsy ku (singgasanaku). Syahidnya di sini bahwasanya arsy ini maknanya adalah sarīru al-malik (singgasana raja).

Maka Allāh ﷻ mengabarkan di dalam ayat yang mulia ini bahwasanya Allāh ﷻ beristiwa diatas Arsy dan Arsy Allāh ﷻ ini adalah makhluk di antara makhluk-makhluk Allāh ﷻ dan disifati oleh Allāh ﷻ di dalam Al-Qur’an bahwasanya Arsy Allāh ﷻ ini adalah Arsy yang besar, Allāh ﷻ mengatakan

فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَقُلۡ حَسۡبِيَ ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۖ عَلَيۡهِ تَوَكَّلۡتُۖ وَهُوَ رَبُّ ٱلۡعَرۡشِ ٱلۡعَظِيمِ ١٢٩

Dan Dia adalah Robb dari arsy yang besar, رَبُّ ٱلۡعَرۡشِ berarti arsy ini adalah makhluk diciptakan oleh Allāh ﷻ dan bahwasanya Robbnya adalah Allāh ﷻ

وَهُوَ رَبُّ ٱلۡعَرۡشِ ٱلۡعَظِيمِ

Dan Dia adalah Robb bagi Arsy yang adzhīm yaitu yang sangat besar

Dan dia adalah makhluk Allāh ﷻ yang paling besar lebih besar daripada kursiy Allāh ﷻ, dan disebutkan di dalam hadits bahwasanya perbandingan kursiy Allāh ﷻ dengan Arsy Allāh ﷻ ini adalah seperti sebuah cincin yang dilemparkan di tengah-tengah padang pasir, ini menunjukkan betapa besarnya Arsy Allāh ﷻ dan Allāh ﷻ Dia adalah رَبُّ ٱلۡعَرۡشِ ٱلۡعَظِيمِ Dia adalah Robb bagi Arsy yang besar ini.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى