Halaqah 110 ~ Al-Qur’an adalah Kalamullah dan Bukan Makhluk (Bag 02)

Halaqah 110 ~ Al-Qur’an adalah Kalamullah dan Bukan Makhluk (Bag 02)

📘 Halaqah Silsilah Ilmiyah – Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله


Halaqah yang ke-110 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh.

Beliau mengatakan

وَأَنَّ اللهَ تَكَلَّمَ بِهِ حَقِيقَةً

Dan bahwasanya Allāh ﷻ mengucapkan Al-Qur’an dengan hakikat, bukan majas dan bukan Allāh ﷻ menciptakan kalam tapi Allāh ﷻ mengucapkan Al-Qur’an, Dia-lah yang pertama kali mengatakan

الٓمٓ  ١
ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ   ٢

Allāh ﷻ mengucapkan Al-Qur’an dari Al-Fatihah sampai An-Nās dengan hakikat bukan majas

وَأَنَّ هَذَا الْقُرْآنَ الَّذِي أَنْزَلَهُ عَلَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم هُوَ كَلامُ اللهِ حَقِيقَةً، لاَ كَلامَ غَيْرِهِ

dan termasuk keimanan kita terhadap Allāh ﷻ dan kitab kitab-Nya bahwasanya Al-Qur’an yang Allāh ﷻ turunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ ini adalah Kalāmullāh secara hakikat dan bukan ucapan selain Allāh ﷻ.

Bukan ucapan Jibril bukan ucapan Muhammad ﷺ, beliau berdua ‘alaihimassalam baik Nabi Muhammad ﷺ maupun Jibril hanya menyampaikan Firman Allāh ﷻ, itu bukan ucapan Jibril dan bukan ucapan Nabi Muhammad ﷺ, Allāh ﷻ mengatakan

إِنَّهُۥ لَقَوۡلُ رَسُولٖ كَرِيمٖ

ada dua ayat di dalam Al-Qur’an dengan lafadz seperti ini, ayat yang pertama yang dimaksud Rasul disini adalah Muhammad ﷺ karena beliau adalah Rasulun basyariyyun kemudian ayat yang kedua yang dimaksud Rasul adalah malaikat jibril karena beliau adalah Rasul yang berasal dari kalangan malaikat. Disandarkan di sini qaūl kepada Nabi Muhammad ﷺ dan juga Malaikat Jibril karena keduanya yang menyampaikan Kalāmullāh

إِنَّهُۥ لَقَوۡلُ رَسُولٖ كَرِيمٖ

sesungguhnya itu adalah ucapan Rasul (utusan yang menyampaikan), yang namanya Rasul adalah menyampaikan adapun asal dari ucapan tadi maka itu adalah Kalāmullāh.

Sehingga ketika kita membaca al-Qur’an yang kita baca adalah Kalāmullāh, ketika kita menghafal Al-Qur’an yang kita hafal adalah Kalāmullāh, ketika kita mendengar ada orang yang membaca Al-Qur’an maka yang kita dengar adalah Kalāmullāh, itu bukan ucapan qari’ yang kita dengar adalah Kalāmullāh tapi suaranya bukan suara Allāh ﷻ suaranya adalah suara qari’nya, yang dia baca adalah Kalāmullāh yang kita dengar adalah Kalāmullāh, kertasnya makhluk tintanya makhluk tapi yang tertulis adalah Kalāmullāh, yang diucapkan oleh qāri’ adalah kalamullah yang kita dengar adalah Kalāmullāh kalau suaranya adalah suara qāri’ dan dia adalah makhluk.

وَلا يَجُوزُ إِطْلاقُ الْقَوْلِ بِأَنَّهُ حِكَايَةٌ عَنْ كَلاَمِ اللهِ، أَوْ عِبَارَةٌ

Dan tidak boleh mengithlaqkan ucapan bahwasanya Al-Qur’an adalah ḥikāyah an Kalāmillāh, tidak boleh karena ini bertentangan dengan dalil, yang benar Al-Qur’an adalah Kalāmullāh sebagaimana dalam ayat-ayat yang telah berlalu, Al-Qur’an Kalāmullāh itu aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Sebagian ada yang tidak langsung mengatakan Kalāmullāh tapi mengatakan ḥikāyah an Kalāmillāh atau ‘ibārah an Kalāmullāh, ḥikāyah artinya yang semisal, dia menghikayatkan Kalāmullāh. Menurut mereka yang namanya Kalāmullāh itu adalah ucapan yang ada di dalam diri Allāh ﷻ dan itu senantiasa ada pada Dzat Allāh ﷻ, inilah menurut mereka, Al-Qur’an menurut mereka ḥikāyah an Kalāmillāh, ini adalah sesuatu yang menghikayahkan apa yang ada dalam diri Allāh ﷻ, Kalāmullāh ada di dalam diri Allāh ﷻ.

Ḥikāyah artinya adalah yang menghikayatkan yaitu yang semisal, menyerupai atau semisal dengan sesuatu yang lain, jadi menurut mereka ini apa yang ada dalam Al-Qur’an itu persis dengan apa yang ada dalam diri Allāh ﷻ, menurut mereka Kalāmullāh yang ada dalam diri Allāh ﷻ adapun Al-Qur’an maka ini tidak dinamakan Kalāmullāh tapi dinamakan dengan ḥikāyah an Kalāmillāh, dia adalah hikayat dari Kalāmullāh bukan Kalāmullāh.

Jadi kalau mereka ditanya apakah mereka beriman dengan Kalāmullāh mungkin jawabannya Iya tapi maksud mereka Kalāmullāh yang ada di dalam diri Allāh ﷻ, ini adalah kelompok namanya al-kullabiyah, mereka mengatakan demikian karena berpegang kepada akal bukan kepada dalil. Dalil menunjukkan Al-Qur’an itu Kalāmullāh, Allāh ﷻ mengatakan

حَتَّىٰ يَسۡمَعَ كَلَٰمَ ٱللَّهِ

Allāh ﷻ tidak mengatakan

حَتَّىٰ يَسۡمَعَ حِكَايَةٌ عَنْ كَلاَمِ اللهِ

Nabi ﷺ mengatakan

فإن قريشا منعوني أن أبلغ كلام ربي

tidak mengatakan

أن أبلغ حِكَايَةٌ كَلاَمِ ربي

Ini ucapan kullabiyah.

Disana ada yang mengatakan

عِبَارَةٌ عَنْه

Ibarat (ungkapan) dari Kalāmullāh, jadi mereka tidak setuju dengan kullabiyah dan yang mengatakan ini adalah al-asya’irah, mereka tidak setuju kalau dikatakan Al-Qur’an ini adalah ḥikāyah an Kalāmillāh karena kalau hikayat berarti sama tapi yang shahih menurut mereka ‘ibārah (ungkapan), dia ungkapan saja dan yang namanya ungkapan tidak harus sama, semakna tetapi tidak harus sama, sehingga mereka menganggap Al-Qur’an ini adalah ibarat, yaitu ungkapan dari Kalāmullāh yang ada di dalam diri Allāh ﷻ. Kullabiyah mengatakan hikayat dan asya’irah mengatakan ibarat, dua-duanya bathil.

Yang benar adalah apa yang ada dalam Al-Qur’an dan hadits dan bahwasanya Al-Qur’an adalah Kalāmullāh bukan hikayah bukan ibarah, dan kalau kita dalami lebih lanjut ucapan mereka ini akan kembali kepada ucapan mu’tazilah atau jahmiyah yang mengatakan bahwasanya Al-Qur’an adalah makhluk, karena sifatnya ada di dalam diri Allāh ﷻ yang ada di luar makhluk, meskipun mereka mungkin tidak meyakini yang demikian tapi kelaziman dari keyakinan mereka ini adalah bahwasanya Al-Qur’an adalah makhluk karena menurut mereka sifatnya adalah yang ada dalam diri Allāh ﷻ yang diluar ini bukan sifat Allāh ﷻ, ini adalah makhluk kalau kita mendalami dari konsekuensi ucapan mereka tadi.

بَلْ إِذَا قَرَأَهُ النَّاسُ أَوْ كَتَبُوهُ فِي الْمَصَاحِفِ؛ لَمْ يَخْرُجْ بِذَلِكَ عَنْ أَنْ يَكُونَ كَلامَ اللهِ تَعَالَى حَقِيقَةً

Bahkan ketika dibaca oleh manusia, dibaca oleh kaum muslimin ketika mereka membaca alhamdulillahirobbilalamin arrohmanirrohim, apa yang mereka baca, Apakah ucapan Nabi Muhammad ﷺ Apakah ucapan Jibril, kita katakan yang mereka baca adalah Kalāmullāh

أَوْ كَتَبُوهُ فِي الْمَصَاحِفِ

atau yang mereka tulis dalam mashāḥif, kalau kita menulis alhamdulillahirobbilalamin yang kita tulis adalah Kalāmullāh, fulan sedang menulis Kalāmullāh bukan menulis ucapan Muhammad ﷺ atau sahabah

لَمْ يَخْرُجْ بِذَلِكَ عَنْ أَنْ يَكُونَ كَلامَ اللهِ تَعَالَى حَقِيقَةً

Itu semua tidak mengeluarkan bahwa Al-Qur’an adalah Kalāmullāh, sebab kalau dibaca berulang kali tetap Kalāmullāh ditulis berulang kali tetap Kalāmullāh yang dia tulis yang dia baca adalah Kalāmullāh dengan hakekatnya, kenapa dia dinamakan Kalāmullāh meskipun dibaca oleh manusia dan ditulis oleh manusia

فَإِنَّ الْكَلاَمَ إِنَّمَا يُضَافُ حَقِيقَةً إِلَى مَنْ قَالَهُ مُبْتَدِئًا، لاَ إلَى مَنْ قَالَهُ مُبَلِّغًا مُؤَدِّيًا

Karena yang namanya ucapan itu disandarkan secara hakekat kepada yang pertama kali mengucapkan, hakikat kalamnya demikian, dinamakan kalam seseorang karena dia yang pertama kali mengucapkan. Contoh misalnya kita mengatakan di depan orang

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ

Barangsiapa yang beriman kepada Allāh ﷻ dan hari akhir maka hendaklah dia mengucapkan ucapan yang baik atau dia diam, ini ucapan Rasulullāh ﷺ karena beliau yang pertama kali mengucapkan ucapan ini, kita hanya membacakan ucapan Beliau ﷺ sehingga jangan ada yang mengatakan ini adalah ucapan ustadz fulan, tidak, ini ucapan Rasulullāh ﷺ, Beliau ﷺ yang pertama kali mengucapkan ucapan ini, disandarkan ucapan itu kepada yang mengucapkan pertama kali bukan yang menyampaikan setelahnya

لاَ إلَى مَنْ قَالَهُ مُبَلِّغًا مُؤَدِّيًا

bukan disandarkan kepada yang mengucapkan sebagai seorang yang menyampaikan atau orang yang sedang membacakan, مُبَلِّغًا berarti dia menyampaikan kepada yang lain, مُؤَدِّيًا membaca untuk dirinya sendiri. Kita membacakan kepada orang lain Firman Allāh ﷻ ini muballigh (menyampaikan kepada orang lain), atau seseorang membaca sendiri bukan menyampaikan kepada orang lain maka dia dinamakan muaddiy, sedang membaca sendiri.

Bukan disandarkan kepada yang sedang menyampaikan atau orang yang sedang membacanya, maka dia hakikat dan ini bukan majas, yang kita sampaikan ini adalah hakikat dan bukan majaz, memang dalam bahasa Arab demikian yang namanya kalam itu disandarkan kepada yang pertama kali mengucapkan.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى