Halaqah 109 ~ Al-Quran Adalah Kalamullah Dan Bukan Makhluk (Bag 01)

Halaqah 109 ~ Al-Quran Adalah Kalamullah Dan Bukan Makhluk (Bag 01)

📘 Halaqah Silsilah Ilmiyah – Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله


Halaqah yang ke-109 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh.

Masuk kita pada pembahasan yang baru yaitu tentang diantara konsekuensi beriman dengan kitab Allāh ﷻ. Beliau mengatakan

وَمِنَ الإِيمَانِ باللهِ

Termasuk beriman kepada Allāh ﷻ

وَكُتُبِهِ

dan beriman dengan kitab kitab-Nya.

Karena sebelumnya beliau dalam beberapa halaman beliau berbicara tentang beriman kepada Allāh ﷻ termasuk di antara beriman kepada Allāh ﷻ adalah beriman dengan nama-nama dan juga sifat yang disebutkan oleh Allāh ﷻ di dalam Al-Qur’an dan juga Hadits, itu adalah rukun iman yang pertama, setelah itu beliau akan berbicara tentang rukun iman yang kedua, karena diawal sudah beliau sampaikan bahwasanya aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah itu adalah pada rukun iman yang enam, dan beliau dalam kitab ini tidak membahas seluruh perkara yang merupakan bagian dari beriman kepada Allāh ﷻ tapi mengonsentrasikan tentang masalah beriman dengan nama dan juga sifat Allāh ﷻ.

Allāhua’lam karena beliau melihat hājah, karena kitab ini adalah permintaan dari seorang qadhi yang dia menceritakan tentang daerahnya kemungkinan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah melihat banyaknya penyimpangan di sana tentang masalah nama dan juga sifat Allāh ﷻ sehingga itulah yang di prioritaskan oleh beliau rahimahullāh, dan ini menunjukkan bahwasanya seorang dai melihat kebutuhan mad’u nya apa yang mereka butuhkan dan mendahulukan mana yang lebih penting kemudian yang penting, apa mukhalafah dan kesalahan yang paling banyak terjadi di daerah tersebut bukan hanya keinginannya adalah yang penting banyak tulisannya yang penting banyak artikelnya tapi dia melihat kepentingan dari mad’u nya apa yang sebenarnya mereka butuhkan.

Kemudian setelahnya beliau akan berbicara tentang beriman dengan kitab, ketika beliau berbicara tentang beriman dengan kitab pun beli hubungkan dengan sebuah permasalahan yang kemungkinan besar ini termasuk permasalahan yang mereka terjerumus di dalam kesalahan yaitu tentang masalah Kalāmullāh, mungkin di daerah tersebut banyak yang salah paham di dalam memahami sifat Kalām bagi Allāh ﷻ, ketika beliau berbicara dan masuk di dalam masalah beriman dengan kitab-kitab Allāh ﷻ maka beliau membahas tentang masalah Kalāmullāh kembali.

Dan dalil-dalil tentang bahwasanya Allāh ﷻ memiliki sifat Kalām sudah berlalu dan dalil-dalil tentang bahwasanya Al-Qur’an adalah termasuk Kalāmullāh ini juga sudah berlalu, disini beliau tekankan kembali dan di sini ada pengulangan yang menunjukkan penguatan, kalau yang sebelumnya disebutkan dalilnya saja disini lebih beliau syarah (jelaskan) karena mungkin melihat banyak diantara mereka yang terjerumus ke dalam penyimpangan dalam masalah Kalāmullāh ini.

Ini juga termasuk fiqih di dalam dakwah bukan sebuah aib seseorang mengulang-ulang sebuah permasalahan karena melihat bahwasanya hājah dan kebutuhan manusia atau masyarakat di dalam memahami masalah ini adalah sangat sehingga perlu dia ulang-ulang, dan ini bukan sebuah aib bagi seorang da’i. Terkadang seseorang mungkin berkali-kali datang kepada kita tapi pas dia mengikuti pelajaran kita dia agak lalai agak lengah sehingga dia tidak memahami tapi pada pertemuan yang selanjutnya dia lebih paham karena pas dalam keadaan konsen.

وَمِنَ الإِيمَانِ باللهِ وَكُتُبِهِ الإيمانُ بِأَنَّ الْقُرْآنَ كَلامُ اللهِ

Dan termasuk beriman kepada Allāh ﷻ dan beriman dengan kitab kitab-Nya adalah beriman bahwasanya Al-Qur’an adalah termasuk Firman Allāh ﷻ (Kalāmullāh).

Menunjukkan bahwasanya beriman bahwasanya Al-Qur’an adalah Kalāmullāh ini masuk dalam iman kepada Allāh ﷻ dan masuk di dalam iman terhadap kitab masuk dalam dua-duanya, sehingga Syaikhul Islam mengatakan termasuk beriman kepada Allāh ﷻ. Beriman bahwa Al-Qur’an adalah Kalāmullāh termasuk beriman kepada Allāh ﷻ karena Allāh ﷻ telah mengabarkan dan telah mensifati Al-Qur’an bahwa dia adalah Kalāmullāh, Allāh ﷻ mengabarkan di dalam Al-Qur’an bahwasanya Al-Qur’an adalah kalam-Nya

وَإِنۡ أَحَدٞ مِّنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ٱسۡتَجَارَكَ فَأَجِرۡهُ حَتَّىٰ يَسۡمَعَ كَلَٰمَ ٱللَّهِ
[At-Taubah:6]

Maka kalau kita beriman kepada Allāh ﷻ percaya kepada Allāh ﷻ kita harus menetapkan bahwa Al-Qur’an adalah kalam-Nya, berarti meyakini bahwa Al-Qur’an adalah Kalāmullāh ini termasuk beriman terhadap Allāh ﷻ, dan beriman kepada Allāh ﷻ masuk diantaranya adalah beriman dengan nama dan juga sifat-Nya dan termasuk sifat Allāh ﷻ adalah Kalām dan bahwasanya Al-Qur’an adalah termasuk kalām-Nya.

Karena Allāh ﷻ mengabarkan bahwa Al-Qur’an adalah kalam-Nya maka karena kita sudah mengaku beriman kepada Allāh ﷻ kita harus meyakini bahwa Al-Qur’an adalah kalam-Nya karena iman artinya percaya membenarkan. Dan termasuk beriman dengan kitab-kitab Allāh ﷻ adalah beriman bahwasanya Al-Qur’an adalah Kalāmullāh juga, jadi dia termasuk beriman dengan kitab karena di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Al-Qur’an ini adalah Kalāmullāh dan Al-Qur’an termasuk kitab-kitab Allāh ﷻ

بِأَنَّ الْقُرْآنَ كَلامُ اللهِ

Bahwasanya Al-Qur’an adalah Kalāmullāh, diantara dalilnya adalah ayat tadi (At-Taubah:6), disana banyak dalil yang menunjukkan tentang bahwasanya Al-Qur’an adalah Kalāmullāh selain dari ayat yang tadi kita sebutkan, adapun dari hadits Nabi ﷺ maka disebutkan di dalam hadits bahwasanya Nabi ﷺ ketika di ganggu oleh orang-orang musyrikin Quraisy dan dilarang untuk menyampaikan Al-Qur’an, Beliau ﷺ mengatakan

ألا رجل يحملني إلى قومه فإن قريشا قد منعوني أن أبلغ كلام ربي

Apakah ada salah seorang diantara kalian yang membawa diriku kepada kaumnya karena sesungguhnya orang-orang Quraisy melarang diriku untuk menyampaikan ucapan Rabb ku.

Kemudian beliau mengatakan

مُنَزَّلٌ، غَيْرُ مَخْلُوقٍ

Diturunkan, Al-Qur’an diturunkan karena dia berasal dari Allāh ﷻ sehingga banyak di dalam Al-Qur’an Allāh ﷻ mengatakan tanzil

وَإِنَّهُۥ لَتَنزِيلُ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ  ١٩٢

Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan oleh Robbul ‘alamīn

نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلۡأَمِينُ  ١٩٣
عَلَىٰ قَلۡبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلۡمُنذِرِينَ  ١٩٤
[Asy-Syu’ara’:192-194]

Telah turun dengannya Rūhul Amin (Jibril) kepada hatimu supaya engkau termasuk orang-orang yang mengingatkan, dan ini sudah berlalu juga dalilnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan beberapa ayat yang isinya bahwa Al-Qur’an ini diturunkan dari Robbul ‘alamīn. Dan Allāh ﷻ mengatakan

قُلۡ نَزَّلَهُۥ رُوحُ ٱلۡقُدُسِ مِن رَّبِّكَ

Katakanlah telah menurunkan Al-Qur’an Rūhul Qudus (Malaikat Jibril) dari Rabb mu. Dan Firman Allāh ﷻ

إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ  ٩

إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ ١

semuanya menunjukkan bahwasanya Al-Qur’an ini diturunkan oleh Allāh ﷻ, berarti ini juga menunjukkan bahwasanya Allāh ﷻ berada di atas, Allāh ﷻ berbicara didengar oleh malaikat Jibril ‘Alaihissalam kemudian ucapan Allāh ﷻ tadi dibawa oleh malaikat Jibril turun untuk disampaikan kepada seorang Rasul dengan amanah tidak ada yang ditambah tidak ada yang dikurangi.

مُنَزَّلٌ، غَيْرُ مَخْلُوقٍ

bukan makhluk, Al-Qur’an adalah Kalāmullāh dan Kalām adalah sifat Allāh ﷻ dan sifat Allāh ﷻ bukan makhluk, diantara yang menunjukkan bahwasanya Al-Qur’an adalah bukan makhluk adalah Firman Allāh ﷻ

أَلَا لَهُ ٱلۡخَلۡقُ وَٱلۡأَمۡرُۗ
[Al-A’raf:54]

Ketahuilah hanya milik Allāh ﷻ penciptaan dan perintah (wahyu), Allāh ﷻ Dia-lah yang menciptakan semuanya dan Wahyu adalah dari Allāh ﷻ, disini dibedakan antara al-amr dan juga al-khalq dan Al-Qur’an adalah termasuk amrullāh berarti Al-Qur’an bukan makhluk karena و disini asalnya adalah menunjukkan perbedaan antara sebelum و dengan setelah و. Itu Dalil dari Al-Qur’an yang menunjukkan bahwasanya Al-Qur’an ini bukan makhluk.

مِنْهُ بَدَأَ

Dari Allāh ﷻ mulai, dan ada yang membaca minhu badā (muncul) sama saja artinya, minhu bada’a berasal dari Allāh ﷻ yaitu Allāh ﷻ yang mengucapkan pertama kali atau minhu badā dari-Nya lah muncul yaitu dari Allāh ﷻ muncul pertamakali ucapan ini, bukan dari Jibril bukan dari Nabi Muhammad ﷺ, Malaikat Jibril hanya menyampaikan dan Nabi Muhammad ﷺ hanya menyampaikan sehingga tetap disandarkan ucapan tadi kepada Dzat yang pertama kali mengucapkan ucapan tadi

مِنْهُ بَدَأَ

dari Allāh ﷻ mulai, sehingga dinamakan Kalāmullāh, disandarkan kalam kepada Allāh ﷻ karena Allāh ﷻ yang mengucapkannya pertama kali.

وَإِلَيْهِ يَعُودُ

dan kepada Allāh ﷻ Al-Qur’an akan kembali.

Ada yang mengartikan / memaknai (ini adalah aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah) Al-Qur’an itu berasal dari Allāh ﷻ dan akan kembali kepada Allāh ﷻ bahwasanya kelak di akhir zaman Allāh ﷻ akan mengambil Al-Qur’an kembali sehingga tidak tersisa di dunia ini satu ayatpun di dalam mushaf ataupun yang dihafal oleh manusia, tidak ada manusia yang hafal satu ayat pun dari Al-Qur’an demikian pula di dalam mushaf tidak akan kita temukan satu ayatpun dalam Al-Qur’an meskipun hanya alif lam mim shad qaf.

Didalam sebuah atsar Abdullah bin Mas’ud mengatakan

لَيُسْرَيَنَّ عَلَى الْقُرْآنِ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَلا يُتْرَكُ آيَةٌ فِي مُصْحَفٍ وَلا فِي قَلْبِ أَحَدٍ إِلا رُفِعَتْ

Akan diambil Al-Qur’an pada suatu malam (di akhir zaman) sehingga tidak akan tertinggal satu ayat di dalam mushaf dan satu ayatpun di dalam hati seseorang kecuali akan diangkat. Jadi seandainya saat itu ada orang yang hafal mungkin beberapa ayat al-Qur’an maka akan diambil oleh Allāh ﷻ sehingga dia tidak akan hafal lagi dari ayat-ayat tersebut. Atsar ini adalah atsar yang sanad shahih dikeluarkan oleh Ad-Darimi dan tentunya yang seperti ini tidak mungkin diucapkan oleh Abdullah bin Mas’ud dari akalnya pasti dia pernah mendengar yang demikian dari Rasulullāh ﷺ. Ini makna

مِنْهُ بَدَأَ، وَإِلَيْهِ يَعُودُ

Maka seorang muslim memiliki ta’dzhim terhadap Al-Qur’an karena dia adalah Kalāmullāh, Allāh ﷻ yang pertama kali mengucapkannya dan disandarkan kalam kepada yang mengucapkan pertama kali dan hendaklah dia memiliki perhatian yang besar terhadap Al-Qur’an sebelum Al-Qur’an diambil oleh Allāh ﷻ sehingga tidak ada dada-dada yang mereka menghafal Al-Qur’an, maka bacalah Al-Qur’an sebelum diambil oleh Allāh ﷻ, dan bagi yang memiliki hafalan maka hendaklah dia bersungguh-sungguh dalam menjaga hafalannya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, mujahadah sesuai dengan kadar ketakwaan seseorang maka disana dia akan mengagungkan Kalāmullāh, diantara pengagungannya adalah memelihara apa yang dia hafal apa yang dia pelajari dari Al-Qur’an mengamalkan isinya.

Dan ini adalah bantahan terhadap sebagian aliran ada diantara mereka yang mengingkari Kalāmullāh artinya Allāh ﷻ tidak memiliki sifat Kalām, seperti al-jahmiyyah yang mereka memang pondasi mereka adalah mengingkari nama dan juga sifat Allāh ﷻ, dan mu’tazilah yang mereka menetapkan Kalāmullāh tapi Kalāmullāh menurut mereka adalah makhluk jadi Allāh ﷻ menciptakan kalam sehingga mereka mengatakan bahwasanya Al-Qur’an ini adalah makhluk, dia adalah Kalāmullāh dan Kalāmullāh adalah makhluk.

مِنْهُ بَدَأَ

Dari Allāh ﷻ pertama kali, ini juga bantahan terhadap mu’tazilah yang mengatakan bahwasanya Al-Qur’an adalah makhluk.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى