Halaqah 23 ~ Nama Dan Sifat Allah Yang Terkandung Di Dalam QS Al-Furqon 58 Bag.02

Halaqah 23 ~ Nama Dan Sifat Allah Yang Terkandung Di Dalam QS Al-Furqon 58 Bag.02

📘 Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah Bagian Pertama


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله


Halaqah yang ke-23 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh.

Kemudian tentang masalah tawakal kepada Allāh ﷻ, dan makna tawakal adalah al-i’timad yaitu menyandarkan diri. Allāh ﷻ mengatakan

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لا يَمُوت

Kalau ingin bersandar, bergantung, yaitu bergantung dalam mendatangkan manfaat dan dalam menolak mudhorat. Kita dalam kehidupan kita sehari-hari, setiap hari ingin banyak mendapatkan manfaat, sesuatu yang bermanfaat bagi kita, masalah rezeki, masalah ilmu, masalah kemudahan dalam urusan. Dan dalam kehidupan sehari-hari kita juga ingin terhindar dari berbagai mudhorat, berbagai musibah, berbagai bencana baik yang kecil tertusuk duri misalnya atau terjatuh atau sampai musibah yang besar. Bertawakal artinya adalah bergantung dan bersandar dalam mendatangkan manfaat, dalam menolak mudhorot tadi.

Bertawakal-lah kepada Al-Hayyu Yang Maha hidup, yang kehidupan-Nya adalah kehidupan yang sempurna sebagaimana sudah kita singgung ketika kita menjelaskan tentang ayat kursiy, kehidupan yang sempurna berarti disitu mengandung sifat-sifat dzatiyah yang lain. Kehidupan yang sempurna berarti ilmunya sempurna, penglihatannya sempurna, pendengarannya sempurna, iradahnya sempurna, semua sifat-sifat ladzimah yang sempurna terkandung di dalam nama Allāh ﷻ Al-Hayyu.

Bertawakal-lah kepada Dzat Yang Maha Hidup, yang sewaktu-waktu dimanapun antum ingin mendapatkan manfaat tertolak mudhorot, maka Allāh ﷻ mampu untuk menolong antum, karena Dia-lah Yang Maha Hidup, Dia tidak tidur dan Dia-lah Yang Maha Hidup, Yang Maha Mampu. Maka seorang muslim kalau ingin bertawakal, bertawakal kepada Allāh ﷻ Yang Maha Hidup, tidak boleh dia bertawakal kepada selain Allāh ﷻ, seperti yang dilakukan oleh sebagian, bertawakal kepada orang yang sudah meninggal dunia, bertawakal kepada Nabi, bertawakal kepada wali yang sudah meninggal dunia, maka bagaimana seseorang ridho bertawakal kepada dzat yang sudah meninggal dunia, sementara Allāh ﷻ mengatakan di sini

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَي

Bertawakal-lah kepada Dzat Yang Maha Hidup, bukan kepada amwats. Karena sebagian orang ketika dia ingin lulus ujian, ketika dia ingin tertolak dari corona misalnya, tawakalnya kepada wali yang sudah meninggal dunia. Allāh ﷻ mengatakan

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَي

Tawakal-lah kepada Dzat Yang Maha Hidup.

Kemudian Dzat Yang Maha Hidup tadi tidak akan meninggal dunia, berarti bertawakal dengan makhluk hidup tapi kalau dia akan meninggal dunia tidak boleh, wali yang sudah meninggal dunia tidak boleh kita bertawakal kepadanya, wali yang masih hidup juga akan meninggal berarti tidak boleh.

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لا يَمُوت

Tawakal-lah kepada Dzat Yang Maha Hidup yang tidak akan meninggal, kalau dia hidup dan akan meninggal tidak boleh, tawakal hanya kepada Allāh ﷻ. Barangsiapa yang bertawakal kepada selain Allāh ﷻ di dalam perkara yang tidak mampu melakukannya kecuali Allāh ﷻ maka dia terjerumus ke dalam syirik yang besar. Dan sebagian mengatakan kalau dia bertawakal kepada selain Allāh ﷻ di dalam perkara yang dia memiliki kemampuan atau diberikan kemampuan oleh Allāh ﷻ, seperti misalnya orang yang bertawakal kepada majikannya misalnya karena dia punya uang, punya harta untuk membayar akhirnya dia bekerja di situ, tapi dia memiliki ketergantungan kepada majikan tadi, maka sebagian mengatakan ini masuk dalam syirik yang kecil, karena di situ makhluk tadi diberikan Allāh ﷻ kemampuan harta.

Tapi kalau dalam perkara yang tidak mampu melakukannya kecuali Allāh ﷻ, seperti orang yang bertawakal kepada orang yang meninggal dunia jelas karena dia tidak mampu melakukan apa-apa atau bertawakal kepada makhluk dalam menurunkan hujan, berarti di sini bertawakal kepada makhluk dalam perkara yang tidak mampu melakukannya kecuali Allāh ﷻ, hukumnya syirik besar.
Disana ada taukil yaitu mewakilkan kepada orang lain tentang sesuatu, misalnya mewakilkan orang lain untuk melamarkan atau mewakilkan orang lain untuk membeli sesuatu misalnya, ini namanya taukil, yang seperti ini tidak masalah seseorang mewakilkan ini bukan tawakal. Tawakal artinya adalah bergantung, bersandar, dalam mendatangkan manfaat dan menolak mudhorot kepada yang lain.

Maka disini Allāh ﷻ menyuruh kita untuk bertawakal, bersandar dan bergantung hanya kepada Allāh ﷻ dalam urusan kita seluruhnya, dan orang yang bertawakal hanya kepada Allāh ﷻ memiliki keuntungan yang besar, pahala yang besar, disamping dia adalah ibadah, karena Allāh ﷻ memerintahkan di sini dan Allāh ﷻ mengatakan dalam ayat yang lain

وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ
[Al-Ma’idah:23]

Dan hanya kepada Allāh ﷻ hendaklah kalian bertawakal kalau kalian benar-benar beriman.

Disamping kita mendapatkan pahala ibadah dari bertawakal kepada Allāh ﷻ, maka kita akan ditolong dan dicukupi oleh Allah. Allāh ﷻ mengatakan

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
[At-Talaq: 3]

Barangsiapa yang bertawakal kepada Allāh ﷻ, yaitu bersandar bergantung kepada Allāh ﷻ, ini dalam seluruh perkara, antum bertawakal dalam masalah rezeki hanya kepada Allāh ﷻ, yakin bahwasanya Allāh ﷻ Dia-lah yang mendatangkan rizq dan Dia-lah yang menahan rizq, bukan bergantung kepada kecerdasan kita, pengalaman kita dalam bisnis misalnya, tapi kita berusaha dan berdagang atau berusaha apa saja untuk mendapatkan rezeki yang halal dan di dalam hati kita tawakal kita ketergantungan kita kuat kepada Allāh ﷻ. Maka

فَهُوَ حَسْبُهُۥ

Allāh ﷻ yang akan mencukupi, dan kalau Allāh ﷻ Dia-lah yang mencukupi, siapa yang bisa menahan dan juga menolak kehendak Allāh ﷻ. Kalau kita bertawakal dalam masalah rezeki yaitu mengambil sebab, mungkin kita punya gerobak, kita mungkin punya barang dagangan, yang dilihat oleh orang barang dagangan yang sepele, tidak mendatangkan keuntungan yang besar misalnya, tapi dalam hati kita ada tawakal kepada Allāh ﷻ maka Allāh ﷻ akan memberikan kecukupan kepada kita, sebagaimana dalam hadits ketika Nabi ﷺ menyebutkan tentang orang yang bertawakal hanya kepada Allāh ﷻ

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ

Kalau kalian benar-benar bertawakal kepada Allāh ﷻ dengan sebenar-benar tawakal. Bukan hanya sekedar ucapan, dalam hatinya benar-benar dia bertawakal kepada Allāh ﷻ, seperti tawakalnya para petani, bagaimana mereka bertawakal kepada Allāh ﷻ, mereka menanam, menaruh benih, kemudian setelah itu mereka menunggu apa yang Allāh ﷻ lakukan, hujan, menunggu Rahmat dari Allāh ﷻ dan juga karunia dari Allāh ﷻ, dan menunggu karunia dari Allāh ﷻ bagaimana Allāh ﷻ menjaga tanaman-tanaman tersebut dari berbagai hal yang merusaknya. Kalau kalian benar-benar tawakal kepada Allāh ﷻ maka

لَرَزَقَكُمْ

Allāh ﷻ akan memberikan rezeki kepada kalian

كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ

Sebagaimana diberikan rezeki tersebut kepada burung. Bagaimana burung mendapatkan rezeki dari Allāh ﷻ?

تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

Pagi-pagi mereka keluar dari sarangnya dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan sudah penuh perutnya dengan makanan. Demikian Allāh ﷻ menjanjikan bagi orang-orang yang benar-benar bertawakal kepada Allāh ﷻ, jangan kita bertawakal kepada diri sendiri atau kepada pekerjaan kita bertawakal-lah hanya kepada Allāh ﷻ.

Dan apa yang dimaksud dengan tawakal di sini, apakah seseorang hanya bergantung dan bersandar dalam hatinya memiliki keyakinan dalam hatinya kemudian dia duduk manis tidak bekerja tidak berusaha, bukan itu yang dimaksud dengan tawakal. Tawakal yang sebenarnya adalah dengan seseorang dalam hatinya ada keyakinan yang kuat dan secara dhohir dia mengambil sebab sebagaimana yang Allāh ﷻ dan rasul-Nya perintahkan. Dia bekerja, dia berusaha, dia keluar dari rumahnya dan apa yang ada dalam hatinya adalah keyakinan yang kuat Allāh ﷻ yang akan memberikan rezeki.

Inilah yang dilakukan oleh burung, bagaimana burung bertawakal kepada Allāh ﷻ, apakah mereka diam di sarangnya dan menunggu ada beras yang terbang kemudian sampai ke sarangnya, tidak. Mereka meninggalkan sarangnya terbang dari pohon ke pohon dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mencari rezeki dan di dalam diri mereka keyakinan bahwasanya Allāh ﷻ Dia-lah yang memberikan rezeki.

Demikian yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim, sehingga tidak heran kalau ada sebagian orang yang beriman, orang yang sholeh, mungkin kita lihat dia jualan di pinggir jalan perkara-perkara yang remeh, kalau kita pikir dapat berapa dia dalam sehari, seandainya itu laku semua berapa untungnya, tapi dia ada tawakal kepada Allāh ﷻ, dengannya Allāh ﷻ mencukupi dirinya dan juga keluarganya. Dan ada sebagian orang yang dia memiliki harta yang luar biasa tapi tidak pernah kenyang dan tidak pernah puas dengan apa yang dia miliki, bahkan bertambah kehidupannya ini dari kesengsaraan ke kesengsaraan yang lain. Jadi yang namanya tawakal harus disertai dengan kita mengambil sebab.

Sehingga di dalam hadits yang lain Nabi ﷺ ketika ditanya oleh sebagian sahabah tentang dia memiliki unta dan dia meninggalkan unta tersebut dalam keadaan tidak diikat, hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani. Anas Bin Malik mengatakan

قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَعْقِلُهَا وَأَتَوَكَّلُ أَوْ أُطْلِقُهَا وَأَتَوَكَّلُ

Laki-laki ini mengatakan kepada Rasulullah ﷺ, Ya Rasulullah ﷺ, aku mengikatnya kemudian aku bertawakal, yaitu aku mengikatnya setelah itu aku bergantung dan bersandar kepada Allāh ﷻ, atau aku melepaskan dia begitu saja kemudian aku bergantung kepada Allāh ﷻ.

قَالَ اعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ

Maka Nabi ﷺ mengatakan اعْقِلْهَا ikatlah kemudian bertawakal-lah kepada Allāh ﷻ. Jadi kita ikat sesuai dengan kemampuan kita, kita ikat sekencang mungkin setelah itu jangan kita bertawakal kepada diri sendiri, kita serahkan kepada Allāh ﷻ, Allāh ﷻ yang akan menjaganya. Ini dalam masalah rezeki

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Demikian pula dalam masalah ilmu, dalam menuntut ilmu kita pun harus bertawakal hanya kepada Allāh ﷻ, ilmu adalah sesuatu yang sangat bermanfaat bagi kita, maka dalam mendatangkan manfaat ini kita harus bertawakal dan bersandar, bergantung hanya kepada Allāh ﷻ. Jangan kita bergantung kepada diri kita sendiri, kita ingin menjadi seorang yang berilmu, ingin mendapatkan ilmu, ingin masuk ilmu tersebut kepada diri kita maka bertawakal-lah hanya kepada Allāh ﷻ

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allāh ﷻ maka Dia-lah Allāh ﷻ yang akan memberikan kecukupan.
Allāh ﷻ yang akan menolong kita, memudahkan kita untuk mendapatkan ilmu-ilmu tersebut, memudahkan kita untuk memahami, memudahkan kita untuk membaca buku yang bermanfaat, memiliki teman-teman yang sholihin, memiliki guru yang bisa membimbing dalam menuntut ilmu tersebut.

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Dalam seluruh perkara kita bertawakal kepada Allāh ﷻ, dalam ibadah kita, dalam menuntut ilmu, dalam dunia kita, dalam mendidik anak-anak juga demikian kita bertawakal hanya kepada Allāh ﷻ dan kita berusaha.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A