Halaqah 35 ~ Landasan Kedua Ma’rifatu Dinil Islam Bil Adillah: Makna Syahadat Muhammadan Rasulullah (02) | HSI BA

📘 Silsilah Ilmiyyah Belajar Aqidah
🔊 Halaqah 35 ~ Landasan Kedua Ma’rifatu Dinil Islam Bil Adillah: Makna Syahadat Muhammadan Rasulullah (02)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله


Kemudian yang kedua diantara makna & konsekwensi bahwsanya kita mensaksikan & bersaksi bahwasanya beliau adalah seorang Rasulullah – وتصديقه فيما أخبر -membawa akhbar membawa berita², Allah Subhanahu wa Taala mewahyukan kepada beliau (bahwa dahulu pernah terjadi demikian) (dahulu kisahnya Adam demikian) (dahulu kisahnya Musa demikian) sampaikan kepada Manusia, maka beliaupun menyampaikan kepada manusia, Allah telah mewahyukan demikian & demikian (nabti sebelum hari Kiamat akan terjadi demikian & demikian)katakan kepada manusia, beliau sampaikan kepada manusia sebagaimana yang Allah perintahkan.

Jika kita membenarkan beliau pada hakikatnya kita telah membenarkan Allah, kalau kita mendustakan beliau didalam kabar tadi maka pada hakikatnya kita telah mendustakan Allah Ajja wa Jalla, karena beliau hanya sekedar menyampaikan saja, apa yang beliau terima dari Allah itulah yang disampaikan kepada kita tidak beliau tambah tidak beliau kurangi. Oleh karena itu hati² orang yang ketika mendengar berita dari beliau ﷺ kemudian mengukurnya dengan akalnya , kalau masuk akal diterima kalau tidak masuk akal maka tidak diterima. Beliau tidak berbicara dengan hawa nafsunya

la berfirman,

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى

Tidaklah beliau berbicara dari hawa nafsunya

Itu bukan hanya sekedar semaunya saja demikian

إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
 
[QS An-Najm 3-4]
Tidaklah apa yang beliau ucapkan kecuali itu adaah wahyu yang di wahyukan kepada beliau

Maka benarkanlah ucapan beliau, berita/kabar yang beliau sampaikan, baik itu masuk didalam akal kita atau tidak, kalau kelihatan dhohirnya bertentangan dengan akal maka ketahuilah bahwasanya yang salah disini bukan apa yang beliau sampaikan tapi yang salah disini adalah akal kita. Akal kita adalah makhluk yang lemah &masing² dari kita mengetahui tentang kelemahan dan kekurangan dari akal yg kita miliki, banyak perkara² yang dekat dengan kita tapi kita tidakn bisa memahaminya (misalnya nyawa, ruh, yang dia bersama kita kemana² dia bersama kita) tapi akal kita tidak bisa mengidrotnya /tidak bisa memahaminya.

Menunjukan bahwasanya akal manusia adalah makhluk yang lemah / makhluk yang dhoif, bagaimana dia mendahulukan akal diatas dalil sementara dalil adalah berasal dari Allah & akal kita adalah akal yang lemah. Jadi seandainya disana kita menemukan ada pertentangan antara – الأقل و نقل – maka kita mendahulukan نقل diatas akal manusia dan yakin itu kurang ada pada diri kita & dalil yang shahih baik dari al-Quran maupun Sunnah tidak mungkin bertentangan dengan akal yang sehat, seandainya disana ada yang mengatakan ada yang betentangan ketahuilah bahwasanya disini yang tidak sehat adalah akal dia.

Kemudian yang ketiga adalah menjauhi apa yang dilarang oleh beliau & diperingatkan oleh beliau, diantara yang beliau adalah berupa larangan, Allah mewahyukan kepada beliau (Aku melarang yang demikian & demikian) dan beliau sampaikan kepada manusia Allah melarang demikian.

Kalau kita meninggalkan larangan yang keluar dari lisan beliau yang mulia maka pada hakikatnya kita telah menjauhi larangan Allah & kalau kita melanggarnya maka berarti kita telah melanggar Allah, beliau hanya utusan menyampaikan kepada kita dan larangan terbagi 2

Ada larangan yang sifatnya haram & Ada larangan yang sifatnya makhruh.

Haram jelas dilakukan dia dosa & kalau tidak dilakukan karena mengharapkan pahala dari Allah seseorang mendapatkan pahala. Makruh jika dilakukan tidak sampai berdosa & kalau ditinggalkan karena mengharapkan pahala dari Allah seseorang mendapatkan pahala, contohnya berzina , minuman keras, riba, melihat sesuatu yang diharamkan, musik, lagu, isbal & dosa² besar yang lain.

Adapun makruh contohnya misalnya tidur antara magrib & Isya ini adalah termasuk yang makhruh, berincara setelah Isya maka ini terma

suk yang makhruh kecuali menyambut tamu, murajaah, mudjakaroh atau musyawarah untuk kepentingan umat, ini tidak masalah, memang ada keperluan, atau memakan bawang merah, bawang putih dalam keadaan mentah termasuk diantaranya jengkol karena illahnya sama yaitu menjadikan bau, kecuali bawang merah/putih nya di maska sehingga tidak menimbulkan bau maka tidak masalah. Dan harus kita yakini juga bahwasanya didalam larangan ada hikmahnya. Allah tidaklah melarang itu baik yang diharamkan maupun yang di makhruhkan kecuali disana ada hikmahnya , pasti didalam larangan ada mudhorot, diketahui atau tidak disana ada mudhorotnya, berzina misalnya mudhorotnya jelas Allah subhanahu wa Taala menjadikan banyak penyakit akibat dari zina dan juga hubungan yang bebas disana penyakit² kelamin nanah kemudian HIV, kemudian penyakit² yang lainyang diakibatkan oleh berganti² pasangan &ini sesuatu yang muhajarob dan diketahui oleh mereka sehingga terkadang yang menjadi korban bukan hanya pelakunya saja karena dia sering bebas dan berselingkuh kemudian dirumah bersama suaminya atau bersama istrinya , artinya suami/istrinya yang tidak berdosa diapun terkena , karena Allah sudah mewanti² sebelumnya

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا

Janganlah mendekati (artinya janganlah melakukan perkara² yang bisa menjerumuskan kedalam perzinahan tsb)

Minuman keras, dari awal sudah dilarang suda diharamkan pasti disana ada mudhorotnya bagi otak manusia bagi jiwa manusia , kandungan alkohol atau kandungan minuman keras itu sangat merusak anggota tubuh manusia maka dilarang oleh syariat. Maka larangan² yang lain kuta ketahui prinsipnya sama kita mengetahui kerusakan² dari sebagian larangan tadi maka kita harus yakini didalam larangan yang lain pasti disitu ada kerusakan.

Oleh karena itu sebagian ulama mengumpamakan sikap seorang muslim ketika menghadapi perintah dan juga larangan yang datang dari Allah & jug RasulNya ini seperti sikap seorang ketika dia mau di cukur oleh tukang cukur, ketika dia masuk kedalm ruangan diperintahkan untuk duduk , maka dia duduk, maka sekali lagi bagi Allah ini adalah permisalan yang lebih tinggi.

Kemudian yang keempat adalah

وأن لا يعبد الله إلا بما شرع

Diantara makna dan konsekwensi bahwasanya kita menyaksikan & bersaksi bahwasnya beliau adalah seorang Rasulullah. Yakin bahwasanya beliau membawa sesuatu & diantara sesuatu tadi adalah tata cara ibadah

Allah subhanahu wa Taala

Dialah yang mengatakan

,. وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan dialah yang mengatakan

يا أيها الناس أعبدوا ربكم

Bagaimana cara ibadahnya Allah mengutus seorang Rasul, sampaikan kepada manusia aku telah memerintahkan mereka untuk beribadah & tata cara ibadahnya adalah yang demikian.

Maka seseorang yang mengakui Nabi Muhammad sebagai Rasulullah konsekwensinya berarti tata cara ibadah yang diperintahkan oleh Allah tidak boleh kita ambil kecuali dari beliau, kalau tidak maka jangan harap ibadah kita akan diterima oleh Allah Ajja wa Jalla. Karena Allah tidak akan menerima kecuali Ibadah yang sudah diajarkan lewat Nabinya ﷺ, selain itu Allah tidak menerima meskipun dihiasi dianggap baik oleh manusia

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

Barangsiapa yang melakukan sebuah amalan tidak ada diprintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak

Kalau tidak diajari oleh Nabi baik berupa aqidah, berupa ibadah maka tidak akan diteriman oleh Allah. Apa faedah & apa hikmah dan apa fungsinya kita mengakui bahwa beliau adalah Rasulullah tapi ketika kita akan beribadah kemudian kita masih mencari cara selain cara ibadah yang beliau ajarkan.

Kalau kita meyakini beliau adalah Rasulnya yah sudah kita mengikuti cara ibadah yg diajarkan oleh Rasul, jangan kita mencari cara yang lain.

وأن لا يعبد الله إلا بما شرع

Dan tidak disembah Allah kecuali dengan apa yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Taala , ini adalah yang dikuatkan oleh sebagian ulama bahwasanya -شرع – disini bukan kembali kepada Rasulullah tapi kembali kepada Allah, Dia-lah Asyari’ adalah Allah Dialah yang menghalalkan , Allah yang mengharamkan , Allah yang menentukan tata cara ibadah maka Allah Dialah yang – شرع -jadi kalau dikatakan Asyari’ maksudnya adalah Allah. Adapun Rasulullah maka beliau hanyalah mubalighun Rasulun (beliau hanya sekedar menyampaikan apa yang disampaikan oleh Allah) janganlah kita mengintelakan -شرع- kepada Rasulullah ﷺ & yang disyariatkan oleh Allah itulah yang disampaikna oleh Rasulullah ﷺ.

Kalau kita memang mengakui beliau seorang Rasulullah maka kita mengikuti cara ibadah beliau, karena cara ibadah beliau itulah yang disyariatkan oleh Allah ajja wa jalla.

Ini menunjukan tentang jeleknya Bidah dan ini sangat bertentangan dengan syahadat persaksian seseorang bahwasanya Muhammad Rasulullah , karenanya orang yang masih senang/bangga dengan bidah dan menganggap bidah ini adalah hasanah maka hendaklah dia memurajaah kembali tentang makna Syahadat muhammad rasulullah , karena syahadat disini bukan hanya kalimat yang hanya sekedar dimutlakan&diucapkan yang tidak memiliki makna, dia adalah kalimatun adzimah (kalimat yang agung)yang memiliki makna memiliki konsekwensi.

Ini adalah penjelasan beliau dari syahdatun annamuhamadarasulullah.

الله تعالى أعلم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Abdullāh Roy
Di kota Pandeglang