Halaqah 18 ~ Penjelasan Kaidah Yang Kedua Bagian 7 | HSI NI.1

📘 Silsilah Ilmiyyah An-Nawaqidhul Islam
🔊 Halaqah 18 ~ Penjelasan Kaidah Yang Kedua Bagian 7

Halaqah yang ke-18, Penjelasan Kitab Nawaqidhul Islam karangan Asy-Syaikh Muhammad Ibnu Abdul Wahab at Tamimi rahimahullah

Dan diantara mereka ada yang beralasan:

Kita ini adalah seorang hamba, sementara Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى adalah seorang Al-Khaliq. Kita di dunia ketika (bertemu) ingin bertemu dengan seorang Presiden, seorang kepala negara, kita tidak bisa langsung bertemu dengan Presiden tersebut, tidak bisa menyampaikan permintaan kita secara langsung disana ada Menteri, disana ada Ajudan, disana ada pembantu-pembantu, sulit untuk seseorang untuk sampai kesana kecuali dengan melalui perantara-perantara tersebut. Kemudian dia mengatakan demikian pula kita kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Kita perlu (wasithah) kita perlu perantara yang menyampaikan hajat kita kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى

Ini adalah alasan sebagian dan ini adalah alasan yang sangat-sangat lemah, kenapa demikian?

Karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى lain dengan makhluk, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى adalah As Sami’ (Maha Mendengar), Al Bashir (Maha Melihat), Al Qadir (Maha Mampu melakukan sesuatu), seandainya manusia semuanya dan juga Jin berada dalam satu tempat, masing-masing berdoa kepada Allah dengan bahasanya dengan hajat nya, niscaya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى bisa mendengar semuanya dan bisa menunaikan hajat mereka semuanya, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى

عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

"Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu"

Adapun makhluk maka dia adalah lemah tidak bisa dia mendengar beberapa orang berbicara di depannya dalam satu waktu, apalagi menunaikan hajatnya dalam satu waktu, dia perlu pembantu, dia perlu ajudan atau menteri apalagi yang diurus adalah jutaan manusia.

Apabila kita mengatakan “kita dalam beribadah kepada Allāh perlu wasithah/perlu perantara”

Berarti seakan-akan kita menyamakan antara Allah dengan makhluk dan ini adalah bahaya yang besar. Menyamakan Allah dengan makhluk adalah bahaya yang besar.

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada yang serupa dengan Allah dan Dia adalah Maha Mendengar dan juga Maha Melihat”.

Apabila didalam beribadah, dia menjadikan washitah menjadikan perantara antara dia dengan Allah dengan alasan seperti ini maka seakan-akan dia telah menyamakan antara Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dengan makhluk dan ini adalah bahaya yang besar.

Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى adalah Maha Mendengar, Maha Melihat. Oleh karena itu Allah menyuruh kita berdoa kepadaNya langsung tanpa adanya perantara

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ 

“Dan Rabb kalian telah berkata berdoalah kalian kepada Ku  (Ghafir : 60)

أَسْتَجِبْ لَكُمْ 

"Niscaya Aku akan mengabulkan doa kalian”

Allah tidak mengatakan “berdoalah kalian kepada Ku dengan perantara dengan washithah dengan washilah”. Allāh mengatakan:

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ

“Berdoalah kalian kepada Ku niscaya Aku akan mengabulkan”.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang diriKu (Al-Baqarah 186)

فَإِنِّي قَرِيبٌ

"Maka beritahukanlah kepada mereka sesungguhnya Aku adalah dekat"

أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ 

Aku mengabulkan doa orang yang berdoa apabila berdoa kepadaKu”.

Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memerintahkan kepada kita untuk berdoa tanpa adanya washithah. Dan diantara mereka beralasan bahwasanya kita adalah berdosa, banyak maksiat, apabila kita berdoa nanti tidak dikabulkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan tidak diampuni dosa kita

Kita katakan, selama kita masih mau berdoa kepada Allah dan masih mengharap kepada Allah maka itu adalah sebab kita mendapatkan ampunan dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى

Selama seseorang masih mau berdoa mengangkat tangan kepada Allah dan masih mengharap kepada Allah maka itu adalah sebab dia diampuni dosanya sebagaimana didalam hadits Qudsi

Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berkata

يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا
يَا ابْنَ آدَمَ ، إنَّكَ مَا دَعَوْتَنِيْ وَرَجَوتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ مِنكَ  وَلَا أُبَالِيْ

Di dalam hadits Qudsi Allah berkata
“Wahai anak Adam selama engkau masih (دَعَوْتَنِيْ) Berdakwah / berdoa kepada Ku (وَرَجَوْتَنِيْ) Dan engkau masih mengharap kepada Ku (غَفَرْتُ لَك) Maka niscaya Aku akan mengampuni dosamu (عَلَى مَا كَانَ مِنكَ وَلَا أُبَالِيْ) ، Apapun dosa yang kau lakukan dan Aku tidak akan peduli”


Menunjukkan kepada kita bahwasanya Allah akan mengampuni dosa kita selama kita masih mau berdoa kepada Nya dan masih mengharap kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى

Jadi caranya bukan justru kita menjadikan disana washithah perantara antara kita dengan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى didalam ibadah. Ini adalah alasan yang tidak dibenarkan

Demikian pula mereka beralasan dengan alasan-alasan yang lain, yang semuanya adalah alasan-alasan yang lemah dan seseorang untuk mendapatkan syafa'at di hari kiamat sudah dijelaskan caranya oleh Allah dan RasulNya dan; untuk dekat kepada Allah, menjadikan dekat kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى juga sudah diterangkan oleh Allah dan juga RasulNya.

Oleh karena itu jangan sampai kita mencari cara yang tidak diterangkan oleh Allah dan RasulNya, bahkan menjadikan cara orang-orang musyrikin menjadikan cara mereka untuk mendapatkan syafa'at dan juga kedekatan kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى

Ustadz Abdullah Roy